sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BI diprediksi kembali naikkan bunga acuan

Bank Indonesia melakukan RDG tambahan. Sejumlah ekonom menilai BI perlu menaikkan suku bunga acuan pada Juni.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Rabu, 30 Mei 2018 11:24 WIB
BI diprediksi  kembali naikkan bunga acuan

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, membuat gebrakan dengan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan yang diselenggarakan hari ini, Rabu (30/5). Ekonom menilai RDG tambahan ini dilakukan untuk melakukan market signaling atau membangun sentimen positif ke pasar. 

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai RDG tambahan sebagai langkah BI meyakinkan pasar kalau telah melakukan preemptive measures. Di antaranya melanjutkan intervensi cadangan devisa, dan second line defense melalui kerja sama BSA (Bilateral Swap Arrangemeny) dengan Bank Sentral Negara lain, khususnya Jepang. 

Preemptive merupakan kebijakan yang diambil sesuai dengan arah pasar sebelum pasar bergerak. Dengan demikian, arah dan kecepatan perubahan di pasar harus bisa diprediksi dengan tepat dan direspons dengan kebijakan.

"Pasar melihat BI menjaga rupiah. Terbukti rupiah menguat di bawah Rp 14.000 setelah BI mengeluarkan sinyal akan melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan beberapa bauran kebijakan," jelas Bhima, Rabu (30/5). 

Sejak awal tahun, rupiah telah melemah 3,5% secara year to date (ytd), dan dalam tiga tahun terakhir, terdepresiasi 6,37%. Pelemahan rupiah termasuk yang paling dalam dibanding negara berkembang di Asia lainnya.

Sebenarnya yang menjadi persoalan bukan sekedar depresiasi nominal. Melainkan kecepatan depresiasi bisa memicu gagal bayar utang swasta dan naiknya biaya produksi sektor industri. Apalagi hasil laporan lembaga rating Fitch menyebutkan, eksposure risiko pelemahan rupiah sudah memasuki lampu kuning (medium risk) terutama terkait utang luar negeri, perbankan serta korporasi.

Oleh karena itu, BI diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan 7days repo di 4,5%. Tetapi BI akan segera menyesuaikan bunga acuan, yakni menaikkan 25 basis poin setelah hasil rapat Fed keluar yakni pada Juni atau Juli. Hal itu sebagai upaya mengimbangi kenaikan Fed rate yang diperkirakan terjadi hingga tiga kali di tahun ini. 

"Sekaligus upaya mencegah keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia. Sejauh ini, dana asing di pasar modal masih membukukan nett sales Rp 39,2 triliun sejak awal 2018," jelas Bhima. 

Sponsored

Alasan lainnya, yield spread antara obligasi AS, treasury bond tenor 10 tahun yang sebesar yield 2,9% dan yield surat berharga negara (SBN) dengan tenor yang sama sebesar 7,7% makin melebar. Yield spread saat ini sebesar 480 basis poin, padahal pada 23 Mei masih 425 basis poin. Makin lebarnya yield spread menunjukkan minat investor membeli SBN menurun.

Dengan naiknya bunga acuan BI, diyakini memberikan sentimen pada ekspektasi naiknya kupon SBN sehingga dana asing kembali masuk ke Indonesia.

Sementara Rates Strategist Group Research DBS Bank Ltd, Eugene Leow, memprediksi transaksi jual beli dalam rupiah dan meningkatnya tekanan pada hasil obligasi pemerintah dapat memengaruhi langkah dalam RDG.

Apalagi, sentimen terhadap utang negara berkembang telah mengganggu beberapa bank sentral, khususnya Argentina dan Turki untuk mengambil sikap yang lebih agresif. Kenaikan suku bunga acuan BI sebagai upaya mengurangi risiko arus modal keluar dan menjaga stabilitas keuangan negara. "Bertolak belakang dengan fakta tersebut, kenaikan suku bunga acuan BI lebih lanjut mungkin diperlukan, yang kemungkinan besar akan terjadi di awal pekan," kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Gubernur BI diprediksi ingin menanamkan kredibilitas yang lebih terhadap institusinya. Sebagai upaya mengimbangi keluarnya Rp16 triliun dari investor asing dari obligasi pemerintah. BI memang telah mengambil langkah dengan melakukan pembelian obligasi senilai Rp13 triliun untuk mendukung pasar. Tetapi, upaya ini tampaknya tidak cukup untuk menahan jatuhnya rupiah.

Seperti diketahui, Bank Indonesia berencana melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan pada Rabu (30/5). Hal ini dilakukan guna merumuskan kebijakan sekaligus sebagai langkah preemptive dalam menghadapi rapat Komite Pasar Terbuka The Federal Reserve AS (FOMC) pada 14 Juni 2018. 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, RDG tambahan dilakukan guna menstabilisasi pasar keuangan, termasuk mengendalikan nilai tukar rupiah. Selain itu juga sebagai langkah antisipasi tekanan sepanjang 2018. 

"Ini bukan RDG emergency, namun RDG tambahan. Sebagai respons cepat untuk merumuskan kebijakan agar inflasi bisa terjaga dikisaran 3,5% plus minus 1%," jelas Perry, Senin (28/5) di Kementerian Keuangan.

Berita Lainnya
×
tekid