sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Industri hiburan: Terpukul saat Ramadan, terjepit pandemi Covid-19

Ramadan dan wabah coronavirus membuat industri hiburan dan pariwisata terancam merumahkan karyawannya.

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Senin, 23 Mar 2020 16:50 WIB
Industri hiburan: Terpukul saat Ramadan, terjepit pandemi Covid-19

Insentif ditunda

Sikap berbeda disampaikan Ketua Umum Asosiasi Perjalanan Wisata (Asita) Nunung Rusmiati. Doktor Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Sahid ini masih optimistis pendapatan industri pariwisata bakal meningkat saat bulan Ramadan nanti. Pasalnya, umat muslim kerap melaksanakan ibadah umrah dan haji saat bulan suci.

Pernyataan Nunung ini seolah menampik sikap Pemerintah Arab Saudi yang telah menutup penerbangan dari dan ke-50 negara yang terdampak coronavirus, termasuk Indonesia. Ia bahkan masih mendorong pemerintah untuk tetap melakukan kegiatan di luar daerah agar dapat membantu pertumbuhan pendapatan industri pariwisata dan pemerintah daerah.

“Mendorong rapat-rapat pemerintah dilakukan di luar daerah agar terjadi pergerakan arus belanja ke beragam daerah, khususnya daerah yang memiliki kelengkapan 3A (atraksi, akses, dan amenitas). Terutama tempat yang sangat berdampak virus corona,” tutur Nunung kepada Alinea.id, pekan lalu.

Namun, ia mengakui pandemi corona telah membuat sektor pariwisata lesu. Misalnya, adanya larangan terbang dari dan ke China membuat kinerja sektor pariwisata turun hingga separuh dari biasanya.

"Per Februari 2020, Bali saja kehilangan 25-27%," ujarnya.

Menurutnya, perlu ada strategi khusus untuk menghadapi musim paceklik bagi pariwisata dengan merebaknya Covid-19 dan masuknya Bulan Ramadan. Salah satunya dengan mempromosikan program "Holiday Offers" ke beragam trade-show di pasar atau negara yang tidak terdampak Covid-19. Bisa juga dengan mempromosikan program “Bleisure Offers” atau Business & Leisure (MICE Activities) ke beragam trade-show ataupun ke asosiasi dan perusahaan multinational agar terjadi switching destination ke Indonesia.

Menurut Nunung, pemerintah telah membantu industri pariwisata. Insentif pemerintah dinilai sudah sangat tepat untuk meminimalisasi kerugian industri pariwisata akibat dampak merebaknya Covid-19.

Sponsored

Pernyataan ini bertolak belakang dengan keterangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Wishnutama. Dia menyatakan insentif sebesar Rp289,5 miliar untuk mendorong aktivitas wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) guna menambal potential loss 2 juta wisman asal China ditunda sementara sampai waktu yang tidak ditentukan.

“Ditunda, di-review dulu. Sampai lebih jelas lagi kondisinya,” ujar Wishnutama di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, (3/3).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama memberikan sambutan pada konferensi pers jelang perhelatan BNI Java Jazz Festival 2020 di Jakarta, Rabu (26/2/2020). Foto Antara/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

Untuk mencegah dampak dari Covid-19 ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyiapkan alokasi anggaran untuk pelaku wisata. Menparekraf Wishnutama Kusubandio memastikan anggaran tersebut akan terwujud secepatnya. Meskipun, jumlah pasti besaran insentif belum terungkap.

"Kemenparekraf sedang merelokasi anggaran untuk penanganan dampak dari Covid-19. Dalam waktu dekat pemerintah akan umumkan langkah konkret di atas. Kemenparekraf sedang koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk wujudkan langkah tersebut," kata Wishnutama, dalam Press Statement terkait sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di tengah pandemi Covid-19, melalui streaming di Jakarta, Senin (23/3).

Wishnutama justru menyatakan sejumlah jaringan hotel akan terlibat dalam penyediaan kamar bagi tenaga medis serta pasien yang membutuhkan ruang isolasi coronavirus. Rencana tersebut tengah didiskusikan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB.

"Kami mempersiapkan kerja sama dengan jaringan hotel untuk jadi sarana istirahat bagi tenaga medis. Bisa juga menjadi ruang isolasi mandiri bagi pasien corona," tambahnya.

Wishnutama mengatakan, rencana ini sekaligus menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam surat perintah ini, Jokowi meminta kementerian dan lembaga memfokuskan kegiatan pada percepatan penanganan pandemi corona.

Alinea.id juga menghubungi Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ari Juliona Gema untuk menanyakan soal kelanjutan insentif yang ditunda tersebut. Namun Ari mengaku, belum bisa menjawab pertanyaan tersebut.

“Saya belum bisa menjawab hal itu sekarang karena saat ini masih sedang kami bahas,” kata Ari melalui pesan singkat.

Hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan insentif apa yang paling tepat bagi industri pariwisata yang notabene sedang morat-marit lantaran Covid-19 dan bakal datangnya bulan puasa. Bahkan Ekonom Senior Institure for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, hampir tidak ada cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan industri pariwisata.

“Sekarang sampean saya kasih uang Rp1 juta. Sampean saya suruh berpergian tapi membahayakan kesehatan. Mana ada yang mau? Insentif-insentif untuk mendorong wisatawan itu enggak bakalan efektif,” ucap Enny saat berbincang dengan Alinea.id pekan lalu.

Menurutnya, alih-alih memberikan insentif kepada wisatawan, pemerintah sebaiknya memberikan insentif untuk pengusaha. Misalnya dengan merelaksasi pajak bagi hotel, restoran, atau industri terkait yang terdampak corona. Hal ini dilakukan guna meminimalisasi pengeluaran biaya-biaya bulanan perusahaan yang akhirnya akan membantu likuiditas keuangan pengusaha untuk tetap menjalankan bisnisnya.

Selain itu, opsi memberikan cuti pembayaran kewajiban bank seperti bunga atau cicilan juga bisa dijadikan upaya untuk menyelamatkan industri pariwisata dari keterpurukan. Insentif ini semata-mata bukan hanya untuk menyelamatkan pengusaha, tapi juga pekerja yang bergantung nafkah dari sektor tersebut.

“Jadi, walaupun mereka dikasih insentif, bukan insentif untuk pengurangan diskon pesawat ataupun juga hotel dan sebagainya. Bukan. Bisa cara lain. Katakanlah, pembayaran pajaknya dikurangi,” ujar Enny.

Dia justru menilai pemerintah harus fokus menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok di tengah situasi saat ini. Pasalnya, jika harus menggelontorkan sejumlah dana segar ke masyarakat untuk mengatasi dampak corona juga tidak mungkin karena membutuhkan dana yang sangat besar. Dia meminta pemerintah memperlunak kewajiban perusahaan terdampak corona, misalnya dalam hal pemberian THR karyawan.

"Karena kondisinya begini, kan otomatis mungkin kalau yang tidak mampu jadi tidak wajib. Tapi konsekuensinya nanti daya beli masyarakat turun. Nah, paling juga kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pokok jangan sampai naik gitu," cetusnya.

Sejumlah bisnis mengalami paceklik saat Ramadan. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Berita Lainnya
×
tekid