sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BPTJ prediksi Jakarta tetap macet meski ibu kota dipindahkan

BPTJ memprediksi jika ibu kota dipindahkan, kemacetan Jakarta hanya berkurang 10%.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Kamis, 02 Mei 2019 18:46 WIB
BPTJ prediksi Jakarta tetap macet meski ibu kota dipindahkan

Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) menyatakan wacana pemindahan ibu kota ke luar Jawa tidak akan mengurangi kemacetan di Jakarta secara signifikan. 

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan saat ini di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek, sistem transportasi massal tidak bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat. 

"Saya menghitung bahwa jika pusat pemerintah pindah dari Jakarta, hanya punya dampak pengurangan (kemacetan) sebesar 10%," ujarnya, Kamis (2/5).

Pengurangan kemacetan yang hanya 10% itu juga berasal dari perjalanan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berpindah tugas ke ibu kota yang baru. Sementara, berdasarkan data YLKI saat ini, terdapat 66 juta perjalanan atau perindahan di Jabodetabek.

“Artinya masih ada 60 juta pergerakan orang yang melakukan aktivitas di Jabodetabek,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengungkapkan saat ini jumlah penduduk Jakarta pada 2014 sebanyak 10,8 juta orang. Terdapat 66 juta perjalanan, dengan porsi 27% atau 17,8 juta menggunakan angkutan umum.

Untuk memenuhi mobilitas warga Jakarta, infrastruktur jalan hanya tersedia sepanjang 6.866 km pada 2010, dan empat tahun kemudian atau 2014 hanya bertambah menjadi 6.955 km.

Sementara itu, lanjut Sudaryatmo, jumlah kendaraan dalam lima tahun terakir pertumbuhannya 9,93 % per tahun. Sepeda motor berkontribusi paling tinggi terhadap populasi kendaraan di Jakarta yaitu 10,54%, disusul mobil penumpang 8,75%, mobil barang 4,46 %, sementara untuk kendaraan bus hanya tumbuh 2,13%.

Sponsored

Sementara itu, pada 2019 terdapat 40% mobilitas warga menggunakan angkutan umum dan diprediksi menjadi 60% pada 2030. 

Menurut Sudaryatmo, ke depan, pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan mobilitas mayarakakat yang beraktivitas di Jakarta. Menurut dia, pemerintah perlu mengembangkan angkutan massal berbasis rel sebagai tulang punggung di Jakarta. 


Minat investasi minim

Sementara itu, Bambang Prihartono memastikan pemerintah akan mendorong swasta untuk berinvestasi pada proyek-proyek infrastruktur di Jabodetabek. Dalam lima tahun ke depan, kata dia, pihaknya akan membenahi seluruh perizinan untuk mempermudah investasi.

Bambang mengakui, saat ini pihak swasta enggan untuk berinvestasi karena sering terbentur dengan banyaknya regulasi, baik yang ada di daerah maupun yang di pusat. 

"Sekarang, semua perizinan kami yang di depan. Tugas swasta hanya tinggal bawa modal saja untuk berinvestasi. Saat ini kami sedang menyusun masterplan untuk MRT koridor lain," ujarnya. 

Lebih lanjut Bambang mengatakan, masalah transportasi Jabodetabek menjadi masalah yang genting karena menyangkut dampak besar pada perekonomian nasional, lingkungan hidup, kesehatan, dan ketentraman masyarakat. 

Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kerugian akibat kemacetan di ibu kota mencapai Rp67 triliun per tahun.

"Perizinan BPTJ yang akan kami lakukan dan diperlukan swasta, kita harus bantu. Krena sesuatu terwujud kalau bareng-bareng pemerintah swasta. Sehingga swasta merasa nyaman berinvestasi. Kita perlu amankan mereka supaya berbisnis di sektor transportasi," tuturnya. 

CEO Toll Road Business Group Astra Infra Krist Ade Sudiyono mengatkan, apabila ingin melibatkan swasta dalam proyek infrastruktur, pemerintah harus memikirkan kondisi yang menguntungkan bagi swasta.

"Harus jelas model bisnisnya. Distribusi risiko juga harus ada kejelasan, ada nilai ekonomi. Soal pengadaan tender dan sebagainya," ujar Krist.

Selain itu, lanjut Krist, pemerintah harus menyusun masterplan yang jelas terkait pelayanan publik yang ingin dicapai. Pasalnya, menurut Krist, investasi pada pelayanan publik semata-mata bukan hanya dari nilai ekonomi saja.

Berita Lainnya
×
tekid