sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BUMN Karya: Utang melambung tak bikin untung

Utang luar negeri BUMN per Agustus 2019, nilainya mencapai US$51,07 miliar setara Rp714,98 triliun.

Sukirno
Sukirno Selasa, 05 Nov 2019 06:06 WIB
BUMN Karya: Utang melambung tak bikin untung

Terjerat utang

 

Lembaga pemeringkat utang global Moody's Investor Service baru-baru ini merilis laporan terkait utang BUMN di Asia Pasifik. Khusus Indonesia, Moody's menyoroti enam BUMN yang ditengarai dapat menjadi sumber risiko ketidakpastian terutama perolehan laba dan rugi pada neraca pemerintah. Risiko itu muncul salah satunya diakibatkan oleh utang yang ditanggung oleh perusahaan milik negara.

 

Moody's menyebut, sejumlah BUMN di Tanah Air menunjukkan prospek yang mengkhawatirkan. Indikator yang digunakan oleh Moody's untuk melihat risiko kontijensi itu antara lain rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio/DER), kemampuan bayar utang (interest coverage ratio/ICR), dan persentase utang terhadap product domestic bruto (PDB) BUMN.

 

Dua dari enam perusahaan pelat merah yang disorot oleh Moody's adalah emiten BUMN Karya. Kedua BUMN Karya tersebut adalah ADHI dan WSKT. Sedangkan, empat BUMN lain yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Kimia Farma (Persero) Tbk., PT Indofarma (Persero) Tbk., dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

 

Sponsored

Khusus dua BUMN Karya, Moody's menyoroti rasio utang terhadap modal WSKT yang tertinggi mencapai 359,1% dibandingkan dengan perusahaan pelat merah lainnya. Sedangkan, DER ADHI tercatat mencapai 137,5%.

 

Rasio utang keduanya terbilang mengkhawatirkan. Sebab, kenaikan utang berimbas pada semakin besarnya beban bunga yang harus dibayarkan oleh emiten tersebut.

 

Dalam 5 tahun terakhir, utang WSKT meroket 1.943% atau bertambah lebih dari 20 kali lipat. Utang WSKT hanya Rp3,16 triliun pada Desember 2014 menjadi Rp64,64 triliun pada akhir tahun 2018. Rerata pertumbuhan utang WSKT mencapai 121,93% setiap tahun.

 

Utang yang dimaksud adalah pinjaman perbankan, baik berelasi maupun pihak ketiga, obligasi, sukuk, hingga medium term notes (MTN), berjangka pendek maupun panjang.

 

Meski laju utang lebih lambat ketimbang WSKT, WIKA juga mencatat lonjakan pertumbuhan pinjaman hingga 349,66% dalam lima tahun terakhir. Utang WIKA melompat dari Rp2,96 triliun pada 2014 menjadi Rp13,33 triliun pada 2018. Rerata, utang WIKA naik 48,31% setap tahunnya.

 

Setali tiga uang, PTPP juga mencatat lonjakan pertumbuhan utang dalam lima tahun terakhir. Utang PTPP naik 287,58% dari Rp3,03 triliun pada 2014 menjadi Rp11,75 triliun per Desember 2018. Sedangkan secara rata-rata, utang PTPP tumbuh 42,21% saban tahun.

 

Terakhir, ADHI tak luput dari lonjakan jumlah utang dalam 5 tahun. Pertumbuhan utang ADHI mencapai 276,95% dari Rp2,26 triliun pada 2014 menjadi Rp8,55 triliun per Desember 2018. Utang ADHI rerata tumbuh 43,36% setiap tahunnya.

 

Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menjelaskan hasil pengamatannya terhadap kinerja keuangan emiten BUMN Karya. Dia menilai, laju pertumbuhan utang BUMN Karya tak sebanding dengan profitabilitas yang diperoleh perusahaan milik negara itu.

 

Menurut Alfred, Jika dihitung pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate/CAGR), pertumbuhan utang tiga dari empat BUMN Karya terbilang lebih kencang ketimbang kenaikan laba bersih.

 

Lagi-lagi, WSKT menjadi emiten paling agresif dalam menambah utang. CAGR utang WSKT mencapai 98%. Disusul oleh WIKA 42%, PTPP 31%, dan ADHI 30%.

 

"BUMN ini memang dimanfaatkan oleh pemerintah, banyak penugasan (kepada BUMN) untuk membangun infrastruktur," ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id pada akhir pekan belum lama ini.

 

Berita Lainnya
×
tekid