sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bus, jadi primadona mengaspal saat mudik Lebaran

Kenaikan harga tiket pesawat dan tol Trans Jawa membuat penumpang bus melonjak. Kenaikan mencapai 15% hingga 20%.

Manda Firmansyah Armidis
Manda Firmansyah | Armidis Jumat, 24 Mei 2019 20:00 WIB
Bus, jadi primadona mengaspal saat mudik Lebaran

Menjelang musim mudik Lebaran, Kementerian Perhubungan mengadakan inspeksi keselamatan (ramp check) untuk bus antarkota antarprovinsi (AKAP) dan bus pariwisata. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi mengatakan, totalnya mencapai lebih dari 51.000 unit bus. Jumlah tersebut belum termasuk bus antarkota dalam provinsi (AKDP).

“Kami tak bisa memonitor bus AKDP karena masuk kewenangan pemprov,” tutur Budi saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (24/5).

Budi mengatakan, inspeksi keselamatan ini guna menekan kendala dan memastikan kelayakan armada bus. Bus diperiksa rem, ban, lampu, klakson, dan sebagainya.

“Dari situ, lolos atau tidak. Jika lolos berarti bisa dipakai, sedangkan bila belum lolos, wajib diperbaiki dulu oleh operator,” kata Budi.

Pengaruh jalan tol dan tiket pesawat

Foto udara Tol Trans Jawa di Jembatan Kali Kuto, Batang, Jawa Tengah, Minggu (12/5). /Antara Foto.

Kementerian Perhubungan memprediksi, bakal terjadi kenaikan penumpang sekitar 38% untuk moda transportasi darat, terutama bus. Ada dua penyebab, yakni mahalnya harga tiket pesawat dan pembangunan infrastruktur jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera.

Catatan untuk tiket pesawat, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, harga tiket pesawat yang mahal membuat jumlah penumpang angkutan udara domestik pada Maret 2019 turun sebesar 6,03 juta (21,94%) dibandingkan Maret 2018 sebesar 7,73 juta. Penurunan jumlah penumpang tersebut dipicu kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi sejak 2018.

“Saya kira ke depannya akan semakin banyak terminal. Pasti transportasi bus semakin baik. Apalagi jalan tol nanti ada Trans Sumatera, jika Trans Jawa sudah selesai tinggal nyambung ke Banyuwangi. Pasti nanti ada gairah membangun jalan lagi,” tutur Budi.

Lebih lanjut, Budi menuturkan, ia sudah mendapatkan laporan dari setiap operator transportasi bus terdapat kenaikan penumpang sebesar 15% hingga 20%.

Di samping itu, hasil survei Kementerian Perhubungan menyebut, sebanyak 4.459.690 orang di Jabodetabek menggunakan transportasi bus saat mudik Lebaran 2019. Kepala Badan Litbang Perhubungan Sugihardjo di Hotel Harris Vertu Harmoni, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu memposisikan bus sebagai transportasi primadona.

Sisanya, pemudik yang memilih menggunakan mobil pribadi sebanyak 4.300.346 orang (28,9%), kereta api 2.488.058 orang (16,7%), pesawat 1.411.051 orang (9,5%), dan sepeda motor 942.621 orang (6,3%).

Dihubungi terpisah, Ketua Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Soegeng Purnomo memprediksi moda transportasi darat bakal menjadi unit bisnis angkutan yang menjanjikan, seiring tingginya harga tiket pesawat.

Menurut Soegeng, calon penumpang sangat mungkin beralih ke moda transportasi darat, yakni bus, terutama untuk pemudik Lebaran 2019 nanti, yang berada di Jawa dan Sumatera. Penggunaan jalur darat, kata Soegeng, bisa mempersingkat waktu dan biayanya relatif terjangkau.

"Menurut saya ini dari sisi bisnis ini sangat prospektif," kata Soegeng saat dihubungi, Kamis (23/5).

Petugas Dinas Perhubungan Kabupaten Karanganyar bersama polisi memeriksa kelaikan jalan sebuah bus di Agen Bus Langsung Jaya, Palur, Karanganyar, Jawa Tengah, Selasa (21/5). /Antara Foto.

Soegeng menilai, pemudik yang menempuh jalur darat tak kalah efisien dengan jalur udara. Jarak tempuh Jakarta-Surabaya, dengan adanya tol Trans Jawa, bisa memotong waktu sekitar 40% dari sebelumnya.

“Kalau biasa Jakarta-Surabaya itu 16 jam, sekarang paling lama 10 jam lewat akses tol,” ujar Soegeng.

Berbicara di sebuah diskusi di Restoran Munik, Jakarta Timur, Kamis (23/5), Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin membenarkan ada kenaikan jumlah penumpang bus. Setia menyebut, harga tiket pesawat menjadi salah satu penyebab lonjakan penumpang bus antarkota antarprovinsi.

Ia mengatakan, terjadi penurunan penumpang bus arah tujuan bandar udara sekitar 30% hingga 40% sebelum bulan Ramadan.

“Ini kan mungkin orang pindah moda transportasi ya. Kami juga melakukan yang namanya manajemen armada. Melihat kami punya banyak segmen bisnis, ada AKAP, bandara, antarnegara, logistik, dan keperintisan. Jadi, buat kami tidak terlalu sulit memindahkan armada tersebut ke segmen lain,” ujar Setia.

Terutama segmen antarkota yang terdiri dari 3.000 bus, kata Setia, terjadi kenaikan 10%. Sementara segmen Bandara Soekarno-Hatta yang terdiri 390 bus, mengalami penurunan.

Sementara itu, aplikasi perjalanan Traveloka mencatat kenaikan pemesanan tiket kereta dan bus pada 2019. Beberapa waktu lalu, Head of Growth Management Transportation Product Traveloka, Iko Putera mengatakan, pemesanan tiket kereta api meningkat 30% dibandingkan tahun lalu. Sedangkan pemesanan tiket bus antarkota melonjak hingga 300% dari tahun sebelumnya. Iko menuturkan, kenaikan ini akibat pembangunan infrastruktur dan isu harga tiket pesawat yang tinggi.

Persaingan antarmoda transportasi darat

Selain bus, kereta api menjadi pilihan pemudik. Namun, menurut Soegeng Purnomo tiket kereta api relatif masih sangat tinggi. Hal ini, kata Soegeng, memberikan pengaruh baik terhadap industri transportasi seperti bus.

Ia memprediksi, permintaan terhadap produsen pasokan bus secara linier akan meningkat, seiring menguatnya industri moda transportasi darat.

Untuk di lintas Jawa, Soegeng menuturkan, terjadi persaingan ketat antarbus merebut calon penumpang. Bahkan, beberapa pengusaha bus kemudian menghadirkan model bus anyar, seperti double decker. Tujuannya, merebut minat calon penumpang.

“Secara tidak langsung, pengusaha bus akan berlomba memberi pelayanan yang baik bagi penumpang,” ucap Soegeng.

Senada dengan Soegeng, Budi Setyadi mengatakan harga tiket kereta api yang mahal juga ikut menjadi penyebab bus diminati. Perkembangan transportasi bus, kata Budi, akan lebih pesat dibandingkan kereta api.

“Kalau membangun sarana prasarana kereta api tuh mahal, harus bikin rel dan pembebasan lahan. Berbeda dengan bus, sebagian besar pelakunya adalah operator swasta. Jadi, kita cuma menyiapkan simpulnya, terminalnya, jalannya, saya kira lebih cepat kita nanti,” tutur Budi.

Petugas Kementerian Perhubungan memeriksa kelengkapan peralatan bus yang akan mengangkut pemudik di Terminal Mengwi, Badung, Bali, Kamis (23/5). /Antara Foto.

Soegeng Purnomo mengakui, ia belum bisa memastikan seberapa signifikan calon penumpang berpindah dari transportasi udara ke bus. Sebab, kata dia, bisa saja calon penumpang lebih memilih menggunakan jasa sewa mobil untuk mudik, bukan bus.

Salah seorang pemilik rental mobil di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Syamsuddin mengatakan, terjadi kenaikan signifikan penyewa mobil karena momen Lebaran. Bukan pengaruh langsung dari kenaikan harga tiket pesawat. Sejauh ini, kata Syamsuddin, sudah banyak yang menghubunginya dengan maksud memesan mobil yang disiapkan.

“Untuk tahun ini, saya optimis lebih banyak (penyewa) cuma belum belum ada kepastian. Kalau yang tanya sudah banyak sekali,” kata Syamsuddin di rental mobilnya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (24/5).

Rental mobil milik Syamsuddin memiliki lebih dari 30 unit mobil berbagai jenis. Sejauh ini, sudah 40% mobilnya disewakan untuk mudik Lebaran.

Pemilik rental mobil lainnya, Harris Seff, juga mengaku dampak mahalnya tiket harga pesawat belum dirasakan pelaku usaha rental mobil. Ia mengatakan, dari 20 unit mobil yang disewakan, 13 unit mobil sudah disewa untuk mudik Lebaran.

“Setiap tahun saat Lebaran memang begini. Tapi kalau dianggap akibat mahalnya tiket pesawat kayaknya memang kurang berdampak ke pelaku usaha rental mobil,” kata Harris.

Mengatasi kekurangan

Budi Setyadi mengakui, masih terdapat masalah dalam transportasi bus. Salah satunya, masih banyak operator bus yang punya tempat pemberangkatan dan penurunan penumpang tersendiri. Ia berujar, akan menuntaskan masalah ini, dengan melarang hal itu dan mengoptimalkan fungsi terminal.

Ombudsman Republik Indonesia pernah melakukan pemeriksaan terhadap armada bus dan fasilitasnya. Ombudsman menyatakan tak layak. Lembaga ini memprediksi, peralihan penumpang dari angkutan udara ke darat yang mencapai 30%.

Anggota Ombudsman Alvin Lie menjelaskan, meski beberapa armada bus AKAP tergolong baru, tetapi kursi penumpang tak dilengkapi sabuk pengaman. Selain itu, tak semua armada bus dilengkapi martil pemecah kaca, serta pintu darurat terhalang kursi penumpang.

Calon penumpang bus membeli tiket di Terminal Jombor, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (23/5). /Antara Foto.

Terkait kondisi terminal, Alvin memberikan contoh Terminal Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur. Menurutnya, berdasarkan hasil temuan, mayoritas komponen sistem pengendalian manajemen telah terpenuhi, peraturan jalur rapi, ruang tunggu keberangkatan layak, dan petugas ada. Sayangnya, informasi pemberangkatan dan kedatangan terbatas hanya audio. Nomor pengaduan pun tidak berfungsi.

“Loket penjualan online ditiadakan, toilet tidak bersih, tidak ada informasi klinik kesehatan, informasi visual tidak berfungsi, dan pengenaan retribusi pada penumpang bertiket,” ujar Alvin saat dihubungi, Jumat (24/5).

Perihal terminal bus, pemilik situs Haltebus.com Ahmad Maimun Fikri mengatakan, terminal bus sudah baik dari segi kebersihan dan pelayanan. Namun, ia menyayangkan masih ada kendala serius, yakni akses menuju terminal.

Masih ada sejumlah kekurangan dalam transportasi bus.

"Sudah banyak yang bagus, tiketnya relatif murah, tetapi aksesnya masih susah. Bukan hanya itu, terminal pun masih identik dengan calo dan preman,” kata Fikri saat dihubungi, Jumat (24/5).

Mengenai masalah ini, Budi Setyadi mengatakan, tahun depan akan ada beberapa terminal bus di Jawa yang diperbaiki. Dengan anggaran Rp500 miliar, ia berharap, terminal-terminal itu nanti bisa sekelas bandara.

Berita Lainnya
×
tekid