sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Cari akal mengelola sampah e-commerce

Tingginya aktivitas jual-beli secara online berimbas terhadap sampah plastik yang semakin menggunung.

Nurul Nur Azizah
Nurul Nur Azizah Kamis, 17 Des 2020 06:54 WIB
Cari akal mengelola sampah e-commerce

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengaku belum ada aturan spesifik terkait pengelolaan sampah e-commerce. Di tengah pandemi, menurutnya, fokus pemerintah masih tertuju pada sampah medis penanganan Covid-19.  

"Kami ada policy pengurangan sampah oleh produsen, nah online shop (e-commerce) juga menjadi sasaran bagian itu," ujarnya kepada Alinea.id, Selasa (15/12). 

Aturan itu merujuk pada Extended Producer Responsibility (EPR). Dua aspek pentingnya soal take-back system, yakni sistem yang mewajibkan produsen untuk mengambil kembali produk atau kemasan yang dihasilkannya. Selain itu, terdapat kewajiban produsen untuk mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya, terlebih jika sulit terurai.

Saat ini, tuturnya, pihaknya mendorong adanya kampanye-kampanye ke pelaku industri e-commerce untuk mengurangi sampah. Upaya itu dilakukan untuk meminimalkan lapisan pembungkus. 

Ilustrasi sampah plastik. Foto Pixabay.

Pemerintah masih mengkaji aturan terkait pengelolaan sampah e-commerce. Menurutnya, penanggulangan sampah e-commerce tidak akan timpang dengan upaya pengurangan penggunaan plastik di peritel yang kini telah diterapkan di berbagai daerah.

Dia melaporkan, pengurangan sampah sekali pakai di peritel telah diterapkan di 39 kabupaten/kota di Indonesia. Soal efektivitasnya, dia mencontohkan, di Banjarmasin telah berhasil mengurangi 2% sampah dari plastik sekali pakai. 

"Jika dalam kondisi normal, sampah e-commerce akan mengikuti regulasi. Namun, saat ini kondisinya enggak normal karena pandemi," kata Novrizal.

Sponsored

Dia mengklaim telah melakukan sejumlah upaya, seperti mendorong pemerintah daerah untuk aktif dalam pengelolaan sampah dengan memberdayakan segala sumber daya yang ada. Salah satunya, menjalin kerja sama dengan berbagai bisnis pengelolaan sampah lokal.

“Kami juga dorong digital waste platform, sudah banyak sekarang. Yakni, sampah bisa dijemput dan dikelola,” katanya. 

Pemerintah juga memperhatikan peningkatan kapasitas pengelola sampah di sektor informal yang kini mendominasi sampai 80% dari total sumber daya. Seperti, memberikan training, registrasi keanggotaan, hingga penyediaan infrastruktur tata kelola sampah yang memadai.

Coca-Cola menjadi salah satu perusahaan yang menerapkan kebijakan pengurangan sampah di taraf produsen. Perusahaan membangun sistem pengumpulan sampah (collection) hingga pemakaian bahan baku recycle yang dihasilkan.

Wakil Ketua Coca-Cola Foundation Indonesia, Triyono Prijosoesilo mengatakan dalam proses itu juga membutuhkan kebijakan terkait Good Manufacturing Practice (GMP). Yaitu, merujuk pada sebuah konsep manajemen yang berbentuk prosedur dan cara kerja untuk menghasilkan produk.

“Itu salah satu yang kami harapkan,” ujar Triyono dalam diskusi daring bertajuk Pengelolaan Sampah Berkelanjutan Dukung Ekonomi Sirkular, Rabu (16/12). 

Infografik. Alinea.id/Bagus Priyo.

Berita Lainnya
×
tekid