sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Cerita pengusaha macramé banjir pesanan kala krisis

Kenaikan penjualan mencapai 450% dalam kurun empat bulan atau selama pandemi.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Rabu, 12 Agst 2020 13:16 WIB
Cerita pengusaha macramé banjir pesanan kala krisis

Pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Ekonomi Indonesia tumbuh minus 5,32% pada kuartal II-2020 secara tahunan atau year-on-year (yoy) berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun turut merasakan dampak kelesuan ekonomi kala krisis akibat Coronavirus. Menurut Survei Bank Indonesia (BI) pada Juni 2020, sebanyak 72,6% pelaku UMKM mengalami penurunan penjualan, kesulitan bahan baku, dan kesulitan permodalan selama pandemi.

Cerita sedih itu tidak berlaku bagi Dewa Collection Bali. UMKM yang menjual berbagai kerajinan macramé ini mencatat kenaikan penjualan sebesar 450% selama pandemi. Produk-produk kerajinan anyaman tali dan benang ini justru banyak diminati di tengah masa pagebluk.

Sang pemilik, Dewanti Amalia Artasari, mengungkapkan mengalami kenaikan omzet dari Rp2 juta per bulan pada bulan Maret menjadi puluhan juta per bulan hanya dalam kurun empat bulan.

Berbagai varian produk kerajinan macramé dihasilkannya, mulai dari sarung bantal, hiasan dinding, kap lampu, gantungan pot, hingga ayunan. Sebagian besar bahannya menggunakan benang katun dan sisanya menggunakan benang nilon dan rotan.

Basic-nya semua dari benang. Jadi kayak hiasan dinding, pokoknya home decor (dekorasi rumah). Kami juga membuat hiasan berbahan rotan, namun tetap dikombinasikan dengan benang,” tutur Dewanti kepada Alinea.id, Jumat (7/8).

Lantas bagaimana kisah sukses wanita berusia 28 tahun ini?

Belajar macramé dari nol 

Sponsored

Kisahnya berawal ketika ia dan suami pindah ke Denpasar, Bali pada 2017 silam. Pulau Dewata sendiri adalah kampung halaman sang suami. Di kota itu, Amalia awalnya bekerja di toko seni yang juga menjual barang-barang kerajinan macramé. Namun, jauh di lubuk hati, Amalia selalu merasakan keengganan bekerja menjadi pegawai atau bekerja untuk orang lain.

Wanita ini kemudian memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan yang baru dilakoninya selama tiga bulan. Selepas resign, ia mencoba peruntungan dengan membuka warung nasi dan kedai. Sayangnya, bisnis ini gagal. Akhirnya, Amalia pun beralih terjun ke bisnis macramé yang masih digeluti hingga sekarang.

Ia mengaku belajar macramé secara autodidak melalui platform berbagi video online, Youtube dan mengamati cara kerja perajin di Bali. 

“Saya enggak punya basic sama sekali bikin macramé, merajut, atau mengolah benang, enggak tahu sama sekali. Tapi, saya melihat cara membuat macramé di YouTube dan mengamati warga setempat. Tukang-tukang itu tertutup, enggak mau ngajarin,” kisahnya.

Amalia memilih untuk berjualan secara daring (online) lantaran mudah dan tak menguras banyak biaya. Awalnya, ia berjualan melalui platform media sosial. Namun karena banyak kasus penipuan di media sosial, ia memutuskan pindah lapak ke marketplace Tokopedia. 

Kisahnya membangun bisnis juga tak lepas dari batu sandungan. Ia dicibir, diremehkan, bahkan ditertawakan oleh orang-orang di sekitarnya karena dinilai enggan mencari kerja. Tak jarang, dunia sekelilingnya hanya melihat ia “bermain handphone”. Padahal, lewat telepon pintar itulah Amalia membangun jaringan bisnisnya dengan mengandalkan penjualan secara daring.

Pemilik Dewa Bali Collection, Dewanti Amalia Artasari (28) dan produk macrame buatannya. Foto Dokumentasi.

Ia pun mengaku tak patah arang dan terus melaju. Dia percaya bahwa usaha dan hasil takkan saling mengkhianati. Bahkan, suaminya rela mengundurkan diri dari pekerjaannya demi membantu usaha macramé ini.

“Dulu waktu saya belum punya perajin, saya mengerjakan semuanya sendiri, baru tidur jam tiga malam karena harus menggarap pekerjaan. Pagi-pagi buka mata, benang lagi yang dipegang. Jadi semuanya enggak instan. Untungnya, suami saya juga mendukung,” terangnya. 

Perlahan menuai kesuksesan

Lambat laun, Amalia berhasil mengumpulkan modal. Ia akhirnya mampu membuka toko sendiri di Denpasar, Bali sejak Januari silam. Nahas, belum lama berselang tokonya menjadi sepi diserang pandemi Covid-19. 

Amalia berpikir keras agar bisnisnya mampu bertahan dengan fokus pada penjualan daring. Tak hanya itu, ia mengambil keputusan besar dengan menurunkan harga jual. Amalia juga menawarkan berbagai promosi baik berupa voucher dan cashback, serta menerapkan sistem ready stock. Amalia merasa dengan menurunkan harga tidak hanya bisa menarik lebih banyak orang, namun juga membantu orang-orang yang ingin membeli namun sedang mengalami kesulitan finansial karena pandemi ini. 

Berbagai terobosan itu terbukti tak sia-sia. Produk sarung bantal dan hiasan dinding menjadi favorit bagi para pembeli. Alhasil, usaha itu kini kebanjiran order. Ia lalu merekrut perajin guna memenuhi permintaan yang masuk. Apalagi di sisi lain, ia cukup kerepotan karena harus melakoni kewajibannya sebagai ibu rumah tangga dan mengasuh anak semata wayangnya.

Kini, Amalia mempekerjakan 30 karyawan yang terdiri dari perajin dan pengepul.  

“Saya enggak mau buru-buru mengerjakan macramé karena hasilnya tidak bagus. Untuk perajin yang sudah profesional, target pengerjaan sebenarnya bisa 4-5 hiasan dinding per hari untuk produk standar, namun kami menggarap 2-3 produk (per hari),” jelasnya.

Meski sudah mengalami lonjakan penjualan, Amalia kembali dihadang permasalahan lain. Selama pagebluk, pengiriman bahan baku khusus kap lampu dan hiasan dinding dari Jawa mengalami kendala lantaran sulitnya moda transportasi. Biasanya pengiriman memakan waktu satu hingga dua hari, kini membutuhkan waktu tiga hingga empat hari. 

Ia lalu mencari siasat. Sebagian pengiriman produk ke pelanggan kemudian dialihkan dari Bali ke Jawa.

“Di tengah Corona, saya justru merekrut beberapa orang, yakni untuk melakukan pengiriman dari Jawa dan tukang. Rencananya ingin merekrut admin juga, tapi masih sayang karena bisa di-handle sendiri. Saya bahagia bisa buka lapangan pekerjaan buat sekitar saya,” katanya.

Amalia mengklaim sudah mengirimkan produknya ke seluruh Indonesia. Sebagian besar pelanggannya berasal dari Jakarta, Bandung, Aceh hingga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, beberapa pelanggannya adalah orang asing yang tinggal di Indonesia.

“Ke depannya ingin usaha ini lebih besar lagi sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan. Kalau banyak order, bisa merekrut banyak perajin. Saya ingin semakin dikenal oleh banyak orang. Yang penting orderannya banyak, bisnis semakin meningkat,” ujarnya.

 

Berita Lainnya
×
tekid