sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DBS: Kebijakan pengetatan moneter terus berlanjut

Indonesia dan India dinilai berada di bawah tekanan paling akut di Asia.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 03 Jul 2018 12:33 WIB
DBS:  Kebijakan pengetatan moneter terus berlanjut

The Development Bank of Singapore (DBS Group) menilai, gesekan perdagangan dan ketegangan geopolitik telah mendorong volatilitas negara berkembang. Indonesia dan India dinilai berada di bawah tekanan paling akut di Asia. Oleh sebab itu, kebijakan pengetatan moneter diyakini terus berlanjut.

Pada pembukaan perdagangan Selasa (7/3) sesi pagi, nilai tukar Rupiah bertengger di level Rp 14.397 per dollar AS. Berdasarkan data Bloomberg, selama sesi perdagangan hingga pukul 13.30 WIB, berada dikisaran Rp14.397-Rp 14.453 per dollar AS. Secara year to date (YTD), nilai tukar Rupiah telah mengalami depresiasi hingga minus 6,06% terhadap dollar AS.

Ekonom DBS Radhika Rao menjelaskan, Rupee India telah mencapai rekor terendah dan Rupiah Indonesia cenderung menunjukkan terjadi pelemahan. 

"Dalam sepekan terakhir, volatilitas di negara-negara Asia telah meningkat secara signifikan dengan munculnya sejumlah katalis yang dinilai berisiko (risk-off) memperbesar skala koreksi," jelas Rao dalam keterangan resmi tertulisnya, Selasa (3/7). 

Rupee melemah melewati 69/US$ ke rekor terendah pada Kamis lalu. Sementara Rupiah turun dengan cepat melewati angka Rp 14.300/US$. Keduanya dinilai menjadi mata uang regional yang berkinerja buruk, Rupee turun 7,4% pada 2018 year-to-date dan Rupiah turun lebih dari 5%.

Indonesia dan India menghadapi terpaan angin yang sama. Disaat risiko yang diterima investor cenderung menguat, investor menjadi sensitif terhadap ekonomi yang menghadapi defisit. Oleh sebab itu, perlu didukung dengan pembiayaan yang memadai dari Pemerintah.

Para pembuat kebijakan juga sedang menghadapi kekhawatiran atas impossible trinity klasik yang merupakan inti dari pengaruh arah kebijakan moneter pada mata uang masing-masing, dan aliran portofolio/modal.

Selain itu, bank sentral diperkirakan akan menjadi sensitif terhadap arus modal ke luar dan stabilitas keuangan.  "Bank Indonesia telah menekankan pada kebutuhan mempertahankan volatilitas pasar, terutama mendukung mata uang," ujar Rao.

Sponsored

Kecenderungan pengetatan kebijakan diyakini terus berlanjut, bahkan Rao memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25-50 basis poin tidak lagi dapat dikesampingkan pada sisa tahun 2018.

Sementara perangkat kebijakan moneter ditargetkan untuk memulihkan stabilitas keuangan dan menahan volatilitas mata uang. Pihak berwenang memastikan perangkat kebijakan nonmoneter (makro prudensial), akan digunakan untuk menjaga risiko penurunan terhadap pertumbuhan.

Untuk India, Reserve Bank of India memulai dengan kenaikan 25 basis poin pada Juni, dengan mempertahankan sikap netral. India pun diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga acuan sampai Agustus.

Sementara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengingatkan Bank Indonesia (BI) tidak menyepelekan kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika (The Federal Reserve/The Fed).

"Sampai kapan kita terus dihantui kenaikan suku bunga The Fed? Di masa ekonomi global yang tak pasti ini, tidak ada jaminan The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya kembali," katanya saat menerima Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia di ruang kerja Ketua DPR, Jakarta, Senin (3/7), seperti dilansir Antara.

Pemerintah harus bersiap diri dengan menguatkan ekonomi rakyat, seperti sektor pariwisata dan UMKM yang dapat membentengi kita dari ancaman ekonomi global.

Meski pelemahan nilai tukar rupiah belum menimbulkan kepanikan di pasar, namun Bank Indonesia diminta perlu melakukan langkah yang tak biasa. Sehingga Rupiah tak terkena imbas lebih jauh dari sentimen eksternal.

"Situasi perlambatan ekonomi Indonesia yang disebabkan gonjang ganjing ekonomi dunia, terutama dengan adanya perang dagang Amerika dengan China, tidak hanya harus direspons Bank Indonesia melalui kebijakan moneter saja. Tetapi, juga harus didorong oleh kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah. Saya apresiasi langkah Bank Indonesia yang telah menaikan suku bunga acuan, namun tetap menjaga ketersediaan likuiditas," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid