Distribusi produksi cabai libatkan lima pelaku usaha

Pola distribusi perdagangan cabai merah di Indonesia rata-rata melibatkan lima pelaku usaha, yaitu petani, pedagang, pengepul, pedagang grosir, pedagang eceran, hingga konsumen akhir. Di mana disetiap rantai menikmati margin.

Namun, hal itu tidak terjadi di Sulawesi Tengah. Dari catatan BPS, Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang memiliki pola terpanjang dalam pendistribusian perdagangan untuk komoditas cabai merah, provinsi ini melibatkan tujuh pelaku usaha, diantaranya produsen, pedagang pengepul, distributor, pedagang grosir, pedagang eceran, konsumen akhir (rumah tangga). 

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan distribusi perdagangan suatu komoditas dari produsen sampai ke konsumen secara nasional melibatkan seluruh pelaku usaha distribusi yaitu produsen, distributor, subdistributor, agen, pedagang grosir, pedagang pengepul, eksportir, importir, swalayan/ supermarket/ pedangan eceran.

“Namun, tidak semua pelaku usaha distribusi perdagangan terlibat dalam pola utama distribusi,” kata dia kepada wartawan beberapa waktu lalu di Jakarta. 

Sementara Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) komoditas cabai merah di Januari 2018 menempati posisi teratas dibanding dengan beras, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras.  Perhitungan MPP akan berbeda berdasarkan provinsi. MPP cabai merah paling tinggi di Papua Barat, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah.

Berdasarkan Survei pola distribusi perdagangan yang dilakukan BPS pada 2017, MPP cabai merah sebesar 62,39%, disusul bawang merah 43,56%, kemudian 30,05% pada sapi dan 25,54% pada daging ayam, terakhir 26,12% pada beras. 

Untuk diketahui, MPP menggambarkan selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian yang mengikutsertakan biaya pengangkutan, dan perhitungan MPP akan berbeda berdasarkan provinsi. MPP cabai merah paling tinggi berada di Papua Barat yaitu 126,28% dan terkecil di Provinsi Bali yaitu 15,86%