sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dongkrak investasi hijau, Perpres EBT 112/2022 jadi panduan

Perpres itu menjadi kebijakan yang jelas dan diatur secara langsung oleh Presiden.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Jumat, 07 Okt 2022 11:55 WIB
Dongkrak investasi hijau, Perpres EBT 112/2022 jadi panduan

Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah rampung dalam melakukan penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadang Kustiana mengatakan, Perpres yang telah disusun sejak 2,5 tahun lalu ini awalnya hanya mengatur acuan harga listrik yang akan dibeli oleh Perusahaan Listrik Nasional (PLN) secara monopoli atau single off taker. Namun, sejalan dengan tujuan pemerintah saat ini yang menargetkan adanya transisi energi hijau untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) maka Perpres EBT Nomor 112 Tahun 2022 ini menjadi acuan regulasi yang lebih komprehensif.

“Perpres yang sekarang, di dalamnya ada pengaturan –pengaturan secara khusus mengatur tentang prioritas pembangkit listrik untuk energi baru terbarukan (EBT) dan juga menghentikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara,” ujar Dadang dalam pemaparannya di acara Sosialisasi Perpres Nomor 112 Tahun 2022, Jumat (7/10).

Tujuan dibuatnya Perpres ini, kata Dadang, sebagai kebijakan yang jelas dan diatur secara langsung oleh Presiden Jokowi, setelah sebelumnya masih diatur oleh level Menteri ESDM. Tujuan Perpres antara lain, meningkatkan investasi EBT dari hulu ke hilir, mempercepat pencapaian EBT dalam bauran energi nasional, mengurangi defisit neraca berjalan di sektor energi, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Dadang mengatakan, minimal dengan adanya Perpres EBT Nomor 112 Tahun 2022 ini maka akan ada tiga jenis investasi yang ditargetkan akan tumbuh, yaitu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang ditujukan untuk mengejar target transisi EBT sebesar 23% di tahun 2025, hadirnya investasi industri pendukung EBT yang mendorong peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan makin tersedianya listrik hijau untuk mendorong investasi green industry.

“Kita punya target transisi energi 23% di tahun 2025, 29% atau 31% di tahun 2030 untuk penurunan emisi gas rumah kaca, dan NZE di 2060. Tentu salah satu backbonenya adalah pengembangan energi terbarukan,” tutur Dadang.

Ia pun berharap dengan bauran regulasi yang telah dan akan dibuat bisa meningkatkan pengembangan EBT dengan cepat dari waktu ke waktu. Tentunya, dengan dukungan dan kerja sama semua pihak.

“Kita masih punya 3 tahun menuju 2025, jadi sisa waktu ini banyak yang harus segera kita lakukan bersama dengan melibatkan pemerintah, PLN, dan pengembang swasta,” tutur Dadang. 

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid