close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay.
icon caption
Ilustrasi. Pixabay.
Bisnis
Senin, 20 April 2020 19:35

Fintech tidak punya kewenangan restrukturisasi kredit pinjol

Fintech hanya dapat memfasilitasi permintaan pengajuan restrukturisasi bagi UMKM yang terdampak Covid-19 kepada pihak pemberi pinjaman.
swipe

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan perusahaan financial technology (fintech) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan restrukturisasi kredit. 

Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede menjelaskan syarat restrukturisasi kredit di fintech peer-to-peer (P2P) lending berbeda dengan perbankan.

Fintech lending hanyalah penyelenggara platform pinjam meminjam secara online yang mempertemukan peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender). Sementara, bank bertindak langsung sebagai pemberi pinjaman.

“Penyelenggara platform fintech P2P Lending tidak berwenang untuk memberikan restrukturisasi pinjaman tanpa persetujuan dari pemberi pinjaman," kata Tumbur dalam webinar AFPI, Senin (20/4).

Namun, lanjut Tumbur, penyelenggara dapat memfasilitasi permintaan pengajuan restrukturisasi bagi peminjam usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang terdampak Covid-19 kepada pihak pemberi pinjaman.

Untuk prosedur dan mekanismenya, kata Tumbur, AFPI menyerahkan kepada masing-masing penyelenggara fintech P2P lending. Tumbur menekankan penyelenggara fintech P2P lending hanya dapat memfasilitasi permintaan restrukturisasi pinjaman, dengan cara melakukan penilaian dan analisa kelayakan atas permintaan restrukturisasi pinjaman. Selanjutnya, akan diajukan kepada pihak pemberi pinjaman.

Tumbur menjelaskan beberapa kriteria mendasar yang diberlakukan bagi peminjam yang mengajukan restrukturisasi pinjaman. 

Pertama, pemohon restrukturisasi bisa membuktikan sebagai pelaku UMKM yang terdampak Covid-19, yang tidak memiliki kemampuan pembayaran pinjaman saat jatuh tempo. Namun peminjam masih memiliki sumber penghasilan di waktu mendatang serta memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya.

Kedua, status peminjam sebelum tanggal 2 Maret 2020 adalah lancar. Ketiga, pengajuan permintaan restrukturisasi pinjaman harus diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran pinjaman.

Tumbur melanjutkan saat ini tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara restrukturisasi pinjaman yang berlaku terhadap penyelenggara fintech P2PL.

Pinjaman melalui penyelenggara fintech P2PL merupakan kesepakatan perdata antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Sehingga, perubahan ketentuan-ketentuan didalamnya tunduk pada ketentuan dalam perjanjian pinjaman terkait, serta persetujuan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman terkait.

Chief Risk Officer Investree Amalia Safitri mengatakan, untuk menerapkan restrukturisasi ini, pihaknya harus meminta izin satu per satu kepada pemberi pinjaman apabila peminjam ingin memperpanjang tenor mereka.

Di Investree, lanjut Amalia, tipe pemberi pinjaman dibagi menjadi dua, yaitu retail dan institusi. Amalia menjelaskan 60% portofolio pinjaman yang ada di Investree dibiayai oleh institusi seperti perbankan.

"Sehingga mereka paham benar adanya dampak dari Covid-19 dan bagaimana kebutuhannya. Jadi negosiasi dengan institusional lender ini prosesnya lebih cepat, dibandingkan misalnya dengan pendanaan crowd funding yang satu pinjaman bisa didanai 50-100 orang," tutur Amalia dalam kesempatan yang sama.

Adapun hingga saat ini, Amalia mengatakan peminjam di Investree baru meminta skema restrukturisasi perpanjangan tenor. Belum ada peminjam yang meminta penundaan pembayaran hingga satu tahun.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan