sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gagap Kartu Prakerja hadapi pandemi, benahi atau tunda?

​​​​​​​Pendaftar Kartu Prakerja capai 8,6 juta namun pelaksanaannya masih banyak cacat.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Kamis, 30 Apr 2020 17:22 WIB
Gagap Kartu Prakerja hadapi pandemi, benahi atau tunda?

Setelah diluncurkan pada 20 Maret lalu, pemerintah telah membuka gelombang pendaftaran program Kartu Prakerja mulai Sabtu (11/4) silam. Program yang menjadi janji kampanye Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Presiden kedua kalinya ini telah menjadi salah satu bentuk bantuan sosial. Padahal semula, program Kartu Prakerja murni bertujuan meningkatkan keandalan pekerja.

Hingga Selasa (28/4), sebanyak 8,6 juta orang sudah mendaftarkan diri melalui situs web prakerja.go.id. Tercatat, 168.111 orang lolos gelombang pertama dan 288.154 orang lolos gelombang kedua pendaftaran.

Oki Setiawan (24) adalah salah satu peserta yang lolos gelombang pertama pendaftaran Kartu Prakerja. Alasannya mengikuti program tersebut adalah mengisi waktu luang pascabimbingan belajar privat tempatnya bekerja diliburkan. Sejak pertengahan Maret lalu, bimbel privat tak lagi beroperasi gara-gara dibatalkannya ujian nasional (UN) pascamerebaknya Covid-19.

Untuk bertahan hidup, ayah satu anak ini menjual hand sanitizer dan suplemen vitamin C. Dari hasil jualan, Oki meraup penghasilan Rp2.000.000 dalam sebulan. Angka ini jauh di bawah penghasilannya sebagai pengajar les yang sebesar Rp4.000.000 per bulannya.

Oki cukup beruntung karena namanya diumumkan sebagai salah satu peserta dan mendapatkan nomor identitas Kartu Prakerja sebanyak 14 digit pada 17 April lalu.

“Saya daftar (kursus) digital marketing. Saya belajar SEO (Search Engine Optimization) dan teknik pemasaran online karena saya biasa jualan. Biar tahu teknik-teknik jualan online. Belajar sekalian nambah CV (Curriculum Vitae),” ujarnya ketika berbincang dengan Alinea.id, Sabtu (25/4).

Setelah seminggu terdaftar, dia baru mendapat uang bantuan pelatihan sebesar Rp1.000.000. “Nunggunya lumayan lama. Waktu nunggu, bacaannya masih dalam proses lagi. Kadang saya lihat nomor Prakerja hilang di sistemnya,” beber warga Bogor, Jawa Barat tersebut.

Menurutnya, perlu waktu cukup lama untuk memahami materi melalui pembelajaran daring. Belum lagi kuota internet dan sinyal operator juga menjadi hambatan ketika mengakses materi. Namun, kini ia telah mengantongi sertifikat dari dua kelas pelatihan daring. Masih ada empat kelas lagi yang akan diambilnya.

Sponsored

“Kalau genting banget butuh duit, pasti mikirin perut dulu daripada otak. Kartu Prakerja dituntut otak dulu baru dapat duit. Kondisi lapangan pengin duit duluan, susah juga nonton lagi-nonton lagi (kelas daring),” keluhnya.
 
Lain lagi ceritanya dengan Khoirudin Risqon (23). Fresh graduate sebuah Perguruan Tinggi ternama ini tak lolos pendaftaran Kartu Prakerja. Padahal, dia berniat meningkatkan keterampilannya untuk bekal mencari pekerjaan.

“Ketika sudah dinyatakan lulus (gelombang pertama), tiba-tiba di gelombang dua tuh enggak lulus, dan selama dinyatakan lulus itu kan harusnya ada saldo masuk, di gua enggak. Tiba-tiba tanggal 24 (April) dinyatakan gagal. Terus maksudnya bagaimana itu?” ungkapnya melalui pesan singkat, Senin (27/4).

Tak hanya itu, sistem juga kerap eror ketika proses pendaftaran Kartu Prakerja. “Ya kalau ada yang salah (pendaftarannya), masa enggak ada info dimana kesalahannya,” keluh warga Kediri, Jawa Timur tersebut.

Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta, Senin (20/4/2020). Pemerintah membuka gelombang kedua pendaftaran program yang bertujuan memberikan keterampilan untuk kebutuhan industri dan wirausaha itu mulai Senin ini hingga dengan Kamis (23/4/2020) melalui laman resmi www.prakerja.go.id. Foto Antara/Aditya Pradana Putra/wsj.

Pembenahan terus dilakukan

Berkaca dari pengalaman mereka, penyelenggaraan program Kartu Prakerja belum sepenuhnya siap mengantisipasi tingginya animo masyarakat yang ingin mendaftar. Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengungkapkan, peserta dipilih secara acak berdasarkan data peserta prioritas.

Mereka adalah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan serta belum mendapat bantuan sosial (bansos) manapun dari pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah memberi 10% kuota untuk masyarakat di luar kategori tersebut.

Open registration menurut kami cara yang lebih fair. Pendaftaran tidak boleh dari jalur belakang. Ada beberapa NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang kita kenal karena ada data kementerian dan lembaga,” ungkapnya dalam telekonferensi, Rabu (29/4).

Gagalnya pendaftar lolos tidak lepas dari persoalan teknis. Denni menyebutkan kesalahan pengetikan NIK dan pengambilan swafoto kerap menjadi biang keladi kegagalan pendaftar untuk lolos selama proses verifikasi. Untuk memperbaiki sistem verifikasi, pihaknya tengah mengupayakan adanya KYC (Know Your Customer) melalui perusahaan lembaga keuangan yaitu BNI (Bank Negara Indonesia), OVO, Link Aja, dan GoPAy.

Denni menjanjikan dana insentif tahap pertama senilai Rp600.000 per bulan sudah ditransfer kepada seluruh peserta yang sudah menuntaskan pelatihannya paling lambat Jumat (1/5). “Sekali lagi, ini baby baru lahir, tapi jangan gegabah. Ini menunjukkan harapan publik cukup tinggi dan alhamdulillah informasi sudah sampai. Rasio pendaftar dan penerima bagus. Pak Menko (Airlangga Hartarto) ingin kalau bisa kita mendekati 2 juta dalam sebulan,” ujarnya.

Sejauh ini, pelatihan bahasa Inggris seperti grammar dan Test of English as a Foreign Language (TOEFL) merupakan jenis yang paling diminati oleh peserta. “Bisa pilih yang paling tepat dengan kebutuhan kita, pilih yang harganya paling kompetitif, yang paling memberikan manfaat dan kemudian jangan lupa bahwa satu juta (uang pelatihan) ini akan expired 31 Desember,” ingatnya.

Denni menjelaskan, pemerintah tengah berkoordinasi dengan pelaku usaha maupun asosiasi pengusaha untuk menyerap lulusan kartu prakerja. Pengusaha cukup menghubungi lembaga pelatihan yang bersangkutan. “Pemerintah tidak menjamin keberkerjaaan. Kebekerjaan sangat kompleks, tidak hanya Kartu Prakerja. Yang menjamin diri kita (peserta) sendiri,” bebernya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin menjelaskan, program ini awalnya murni pelatihan kerja untuk mendorong kompetensi dan produktivtitas bagi seseorang yang belum memasuki dunia kerja. Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja yang diundangkan pada Jumat (28/2) silam menjadi dasar hukumnya.

Namun, setelah pandemi Covid-19, Kartu Prakerja beralih fungsi menjadi bansos. Ini lantaran pemerintah ingin memperluas cakupan penerima bansos dari 25% kelompok masyarakat termiskin menjadi 40% kelompok masyarakat termiskin. 

“Penerima Prakerja tidak termasuk lapisan masyarakat bawah tersebut (25%), karena Covid mereka tidak bisa mendapat penghasilan yang lebih baik seperti sebelum Covid. Kita ambil kelompok ini supaya masuk kelompok Prakerja,” ungkapnya.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Bambang Satrio Lelono menambahkan hal lain yang melatarbelakangi program tersebut adalah adanya  ketidakcocokan (mismatch) antara dunia kerja dengan tenaga kerja sebesar 50%. Dia beralasan, sebesar 57,54% tenaga kerja Indonesia memiliki pendidikan SMP ke bawah.

“Berdasarkan riset Mc Kinsey, hingga kurun 2030 Indonesia akan kehilangan 23 juta pekerjaan, namun keberhasilan kita dalam memanfaatkan teknologi akan menghasilkan pekerjaan 27-46 juta lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, Kartu Prakerja berusaha menjawab tantangan tersebut,” tegasnya.

Bagaimana kompetensi mitra?

Hingga Rabu (29/4), pemerintah telah bekerja sama delapan platform digital yang menjadi mitra yaitu Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir, dan Sisnaker Kemnaker serta 233 lembaga pelatihan yang menyediakan 2.000 program pelatihan.

Chief Operating Officer & Co-Founder Maubelajarapa Dwina M Putri mengaku sudah dihubungi oleh pemerintah terkait program Kartu Prakerja sejak tahun lalu. Berbekal pengalaman selama lima tahun di dunia pelatihan dan kesamaan visi, pihaknya menerima tawaran untuk menjadi mitra.

Menghadapi tingginya animo masyarakat, Maubelajarapa telah menyiapkan infrastruktur sistem dan tim internal untuk dapat memberi layanan terbaik bagi para peserta melalui kerjasama dengan AWS Edstart, sebuah akselerator perusahaan rintisan pendidkan.

Traffic dari Maubelajarapa sendiri meningkat sebanyak 10 kali dan masih terus meningkat seiring semakin bertambahnya penerima Kartu Prakerja dan karena transaksi peserta dari non-Prakerja juga masih berlangsung,” ungkapnya kepada Alinea.id, Senin (27/4).

Pihaknya sudah bekerja sama dengan 150 lembaga pelatihan yang menyediakan 900 program kursus daring di situs web Maubelajarapa. Hal yang menjadi pertimbangannya dalam melakukan kurasi lembaga pelatihan adalah latar belakang lembaga dan pengajar, program yang ditawarkan, konsep pembawaan kelas, poin pembelajaran, sampai harga jual per kelas.

Sementara itu, Bambang Satrio Lelono menyebut ada 40 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan 120 program pelatihan yang tergabung dalam platform Sisnaker. Sebanyak 13 LPK dan 68 program tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Manajemen Pelaksana Prakerja.

“Sampai saat ini, pendaftar yang mengikuti program Prakerja melalui Sisnaker ada 20.283 peserta dan mayoritas dari peserta program Prakerja melalui sisnaker memilih progam-program pelatihan TI (Teknologi Informasi),” terangnya pada Rabu (29/4).

Direktur Kebijakan Publik & Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni mengatakan, sebelum adanya program Kartu Prakerja, pihaknya telah memiliki fitur pendidikan seperti Tokopedia Belajar dan Biaya Pendidikan. 

“Hal ini membuat Tokopedia memiliki ekosistem yang mendukung digitalisasi pendidikan dan dipercaya sebagai mitra platform digital resmi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI (Kemenko Perekonomian) untuk meluncurkan fitur baru, yaitu Kartu Prakerja, dengan skema kerja sama yang telah disepakati bersama,” tulisnya melalui pesan singkat, Senin (27/4).

Kini, Tokopedia telah bekerjasama dengan 35 lembaga pelatihan yang menyediakan lebih dari 190 pilihan kelas pelatihan yang terbagi ke dalam kategori bahasa, bisnis, pemasaran, pengembangan diri, TI and data, media, fotografi, tata boga, sertifikasi, finansial, kesenian, kecantikan, dan jasa.

Salah satu lembaga pelatihan Algoritma turut menjadi mitra yang memberi pelatihan. Managing Director & Co-Founder Algoritma Nayoko Wicaksono mengatakan, program pelatihan yang diselenggarakannya telah tersedia di platform Maubelajarapa, Pintaria, Skill Academy, dan Tokopedia. Algoritma adalah satu dari 233 lembaga pelatihan yang menjadi mitra program Kartu Prakerja.

“Algoritma merupakan sekolah data science pertama di Indonesia. Kurikulum Algoritma menjadi yang pertama diekspor ke luar negeri (Singapura) untuk diadopsi di Ngee Ann Polyltechnic. Instruktur-instruktur di Algoritma pun menjadi pertama di Asia yang telah mendapatkan sertifikasi internasional dari R Studio Education,” terangnya kepada Alinea.id, Senin (27/4).

Pihaknya menyediakan berbagai kelas daring interaktif seperti Data Visualization Specialization, Machine Learning Specialization, dan banyak kelas lainnya. Nayoko mengklaim, beberapa perusahaan dan instansi ternama telah menjadi klien seperti Bank Central Asia (BCA), Indosat, Kereta Api Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bank BTPN, Bank OCBC, dan lainnya.

“Rupanya pemerintah telah melakukan riset terhadap berbagai lembaga pelatihan dan karena Algoritma telah memiliki track record jelas serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, maka kami eligible untuk ikut serta,” bebernya.

Kontroversi penunjukan mitra 

Sayangnya, penunjukan mitra-mitra kerja itu tak lepas dari kontroversi. Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyayangkan mekanisme penunjukan langsung terhadap delapan platform digital. Menurutnya, pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan seharusnya melalui mekanisme lelang.

Dia menegaskan pelaksanaan pelatihan Kartu Prakerja sebaiknya tidak melalui perantara platorm digital, melainkan langsung kepada lembaga pelatihan. “Pelaksanaannya itu kita enggak tahu apakah lembaga start up (platform digital) bekerja sama dengan lembaga pelatihan yang berakreditasi atau enggak,” ujarnya ketika dihubungi Alinea.id, Senin (27/4).

Trubus melihat adanya dominasi asing dalam kepemilikan saham perusahaan platform digital mitra Kartu Prakerja. Ada juga potensi konflik kepentingan lantaran beberapa petinggi platform digital menduduki jabatan pemerintahan, misalnya Chief Executive Officer & Co-Founder Ruangguru Adamas Belva Syah Devara yang kemudian mundur dari kursi  Staf Khusus Presiden.

Namun lembaga latihan yang ingin mendaftar sebagai mitra ternyata juga memiliki kendala. Ketua Satu Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia (Hilsi) Rizky Mahendra mengeluhkan para anggotanya yang mengalami kesulitan bergabung ke dalam platform Sisnaker di bawah Kemnaker. 

“Teman-teman sulit menembus jadi mitra Prakerja karena pelatihan yang dibina Kemnaker itu harus ada akreditasi, harus ada pinnya, harus pakai kurikulum SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia). Teman-teman platform lain bebas, pelatihan apa saja bisa,” ungkapnya dalam konferensi video, Rabu (29/4).

Kendala lainnya adalah kewajiban LPK membayar komisi atau biaya transaksi sebesar 5% - 40% kepada platform digital. Belum lagi, adanya oknum LPK yang menerbitkan sertifikat kepada peserta yang belum menonton video pelatihan. 

Namun, Mohammad Rudy Salahuddin yang juga Ketua Tim Pelaksana Kartu Prakerja menolak anggapan adanya mekanisme penunjukan langsung terhadap kedelapan platform mitra lantaran. Pihaknya sudah mengajak bicara beberapa platform besar e-commerce, marketplace, dan platform pelatihan untuk bekerja sama sejak awal. Ia berkilah dari beberapa yang diajak, hanya delapan platform digital yang menyepakati skema kerjasama yang ditawarkan pemerintah.

“Kenapa tidak dilelang karena memang ini bukan pengadaan, ini hanya kerjasama dari pemerintah untuk membantu program Kartu Prakerja. Uangnya itu bukan ke platform, uangnya ini ke peserta,” terangnya. 

Pemerintah juga akan mengevaluasi kinerja platform-platform tersebut dan membuka kesempatan untuk menjalin kerjasama baru dengan platform lainnya yang mengacu pada Peraturan Menko Perekonmian No.3 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja.

“Kita tidak menentukan komisi yang wajar dan itu perjanjian antara platform dan lembaga pelatihan. Kita tidak ikut-ikut aturan tersebut karena kita tidak tahu dan tidak mau tahu terkait hal-hal tersebut. Tapi itu komisi yang wajar menurut kedua belah pihak,” katanya.

Bambang Satrio Lelono menambahkan, persyaratan lembaga pelatihan untuk bergabung ke dalam program Kartu Prakerja adalah memiliki nomor izin berusaha, kelas pelatihan daring atau digital, Learning Management System, dan memiliki rekening BNI. Adapun kurasinya dilakukan dua lapis, yaitu melalui verifikasi oleh platform digital dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja yang berada di bawah Kemenko Perekonomian.

“Sekarang ini dalam kondisi darurat, sehingga kita cuma bersifat online saja. Kenapa tidak langsung BLT saja dan pelatihan belakangan? Nanti setelah Covid selesai, kita lakukan pelatihan baik online maupun offline,” terangnya.

Berbagai kontroversi di balik pelaksanaan Kartu Pekerja membuat Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ikut bergerak. KPPU tengah menugaskan tim advokasi untuk mendalami dugaan pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam proses pemilihan platform digital serta hubungan kemitraannya dengan lembaga pelatihan dan lembaga pembayaran.

Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan, pihaknya belum bisa memberi kesimpulan awal. “Kalau di advokasi ada potensi pelanggaran, masuk ke investigasi,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (23/4).

Sementara, Direktur Advokasi Persaingan dan Kemitraan KPPU Abdul Hakim Pasaribu berpendapat, proses pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan mitra seharusnya terbuka bagi semua pihak. Pihaknya juga menyoroti beberapa platform yang memiliki usaha pelatihan.

“Jangan sampai ada diskriminasi. Apakah lembaga pelatihan switch leluasa ke platform? Kalau iya, ada abuse of position. Tarif atau biaya yang dipungut jangan sampai platform menetapkan tarif menimbulkan kartel sesama mereka,” tegasnya.

Benahi atau tunda

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad menilai pelaksanaan program Kartu Prakerja sebaiknya ditunda lantaran lebih tepat dikeluarkan dalam kondisi normal. Dia juga meragukan kemampuan lulusan Kartu Prakerja untuk diserap oleh dunia kerja.

“Pelatihan kan punya sertifikasi, siapa yang mengakui? Apakah pengusaha akan menerima hasil pelatihan ini?” ujarnya dalam telekonferensi, Rabu (29/4).

Tauhid mengingatkan pemerintah untuk transparan dan akuntabel mengenai proses pemilihan mitra, alokasi anggaran, maupun standar yang ditetapkan dalam pelatihan peserta Kartu Prakerja.  “Kalau pun sulit mengalami penundaan, saya kira harus ada skenario bagaimana memperbaiki ini, termasuk memperbaiki dengan alasan Covid. Kita jangan sampai melanggar regulasi yang ada, termasuk pertanggung jawaban posisi keuangan,” tegasnya.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menambahkan, bantuan sosial berupa uang tunai dan sembako lebih dibutuhkan dibandingkan dengan pelatihan kerja di tengah pandemi Covid-19.

“Saya yakin pemerintah perlu menanyakan semua yang daftar di Kartu Prakerja. Apakah mereka mendaftar untuk mendapat pelatihannya atau sebagian besar dari mereka justru mengharapkan insentifnya?” cetusnya.

Hal senada juga diungkapkan Trubus Rahadiansyah. Ia beranggapan, program Kartu Prakerja lebih sesuai diperuntukan bagi angkatan kerja yang baru lulus sekolah/kuliah maupun karyawan yang terkena PHK atau dirumahkan setelah 1-2 tahun bekerja.

“Ada mereka kena PHK yang sudah lama bekerja, bahkan ada yang sudah berkeluarga. Akhirnya mereka tidak membutuhkan Kartu Prakerja yang isinya pelatihan, tapi yang dibutuhkan uang tunai,” tuturnya.

Selain itu, akses internet juga menjadi kendala karena tak semua daerah di Indonesia sudah memiliki jaringan internet yang baik dan masih banyaknya generasi tua yang belum melek teknologi. Kemudian, materi pelatihan yang diajarkan hanya sekadar motivasi dan kompetensi umum lantaran adanya pergeseran fungsi dari pelatihan kerja menjadi bansos. 

Belum lagi, beberapa materi pelatihan serupa dapat dinikmati secara gratis di situs Youtube. Trubus menambahkan, pemerintah harus memastikan platform digital bekerjasama dengan LPK yang terakreditasi, sehingga mampu menerbitkan sertifikat yang diakui di dunia kerja. “Ini belum bisa diukur bisa kerja atau enggak. Jangan-jangan mereka enggak kerja, nanti bisa mubazir buang-buang anggaran,” tegasnya. 
Kartu Prakerja menjadi salah satu janji kampanye Jokowi saat mencalonkan diri menjadi Presiden RI untuk kedua kali. Alinea.id. OkyDiaz.

Berita Lainnya
×
tekid