sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

IHSG & rupiah babak belur dihajar internal dan eksternal

Indeks harga saham gabungan (IHSG) dan rupiah harus terkapar babak belur dihajar sentimen internal dan eksternal.

Cantika Adinda Putri Noveria Eka Setiyaningsih
Cantika Adinda Putri Noveria | Eka Setiyaningsih Senin, 17 Sep 2018 20:08 WIB
IHSG & rupiah babak belur dihajar internal dan eksternal

Indeks harga saham gabungan (IHSG) dan rupiah harus terkapar babak belur dihajar sentimen internal dan eksternal.

Dari lantai bursa, IHSG ditutup terpuruk 1,8% sebesar 107,02 poin ke level 5.824,26. Kinerja IHSG menjadi bursa terburuk di kawasan Asia Tenggara.

Menutup perdagangan awal pekan, Senin (17/9), IHSG terkoreksi akibat 244 saham yang mengalami pelemahan. Sebaliknya, pelemahan ditahan oleh 122 saham yang naik dan 121 saham stagnan.

Transaksi saham di lantai bursa cukup sepi senilai Rp4,8 triliun dari 7,35 miliar lembar saham. Seluruh sektor terpuruk dengan pelemahan terdalam terjadi pada aneka industri 3,07% dan infrastruktur 2,5%.

Analis Indosurya Bersinar Sekuritas William Suryawijaya mengatakan pelamahan IHSG disebabkan oleh konsolidasi di tengah rilis data perekonomian di mana ekspor dan impor yang menurun.

Hal serupa dikatakan oleh Founder dan Director Jagartha Advisors FX Iwan. Penurunan didorong oleh rilis data ekspor impor dan trade balance yang lebih buruk dibanding ekspektasi pasar.

"Sehingga hal ini juga menimbulkan tekanan kembali terhadap rupiah hari ini yang diikuti oleh sell off dari investor asing," jelas Iwan saat dihubungi Alinea.id, Senin (17/9).

Investor asing kembali mengakumulasi aksi jual bersih senilai Rp394,91 miliar. Aksi itu membuat catatan net sell investor asing sejak awal tahun semakin membengkak menjadi Rp54,19 triliun.

Sponsored

Memang, defisit neraca perdagangan pada Agustus 2018 mencapai US$1,02 miliar. Secara kumulatif, defisit neraca perdagangan sepanjang Januari-Agustus telah mencapai US$4,09 miliar.

"Dengan kondisi impor yang masih mengalami peningkatan ( naik 24,65% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu) dan juga peningkatan ekspor yang hanya naik 4,15% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menyebabkan investor lebih berhati-hati menyikapi kondisi ke depan, khususnya dampak langsung terhadap nilai tukar rupiah," terang Iwan.

Sementara itu, Analis dari Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, selain efek rilis data neraca perdagangan bulan Agustus yang menyebakan pelemahan rupiah, rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia yang ditunda setelah The Fed melakukan rapat pada 25-26 September menjadi sinyal BI akan menaikkan 2 kali lagi suku bunga acuan.

"Adapun lima isu global minggu ini yang menjadi sentimen pasar, pertama, harga minyak tembus US$80 per barel berpengaruh negatif ke negara importir minyak. Kedua, rapat Bank of Japan terkait rencana melanjutkan stimulus moneter," jelas Bhima.

Ketiga, lanjutnya, menanti hasil rapat bank sentral beberapa emerging market pasca Turki menaikan suku bunga 625 basis poin. Keempat, data ritel Inggris yang akan rilis Kamis (20/9) besok. Keempat, indikator kesehatan ekonomi Inggris pasca Brexit.

"Kelima, rilis data penjualan rumah di AS bertepatan dengan 10 tahun pasca krisis perumahan 2008. Akibatnya investor melakukan penjualan aset berdenominasi rupiah dan beralih ke safe haven yaitu dollar AS, yen dan treasury bond," terang Bhima.

Menurutnya, pelemahan ini akan terus berlanjut sampai akhir pekan ini. "Ya, IHSG dan rupiah akan melemah sampai akhir penutupan pekan ini," ujarnya.

Pergerakan IHSG pada Senin (17/9). IHSG ditutup melemah akibat tekanan internal dan eksternal. / BEI

Rupiah kembali merosot

Dari pasar spot, kurs rupiah kembali merosot setelah rilis neraca perdagangan yang mengalami defisit. Rupiah ditutup terdepresiasi 0,5% sebesar 73,5 poin ke level Rp14.880 per dollar AS.

Pelemahan itu membuat tekanan rupiah sejak awal tahun telah mencapai 9,77%. Namun, posisi terlemah rupiah sempat berada pada level Rp14.940 per dollar AS belum lama ini.

Bhima memerkirakan BI akan kembali mengerek suku bunga BI 7-days reverse repo rate (7DRRR) hingga akhir tahun ini. Dia memerkirakan, suku bunga acuan akan mencapai 6% pada akhir tahun ini.

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menjelaskan pelemahan rupiah dan IHSG disebabkan sentimen negatif pasar terhadap neraca perdagangan yang defisit cukup besar. 

"Itu diluar ekspektasi pasar yang memperkirakan sudah ada perbaikan trade balance," jelas Piter kepada Alinea.id melalui pesan singkat.

Selain itu, kata dia, RDG BI yang diundur menjadi minggu keempat pada bulan Agustus merupakan langkah yang dinilai tepat. Hal itu dilakukan BI agar tidak salah merespons kebijakan The Fed.

Bank sentral, kata dia, harus bisa memprediksi respons pasar dalam kaitannya dengan gejolak global termasuk kebijakan The Fed.

"Bank Indonesia menunggu The Fed dengan tujuan untuk bisa merespons berapa BI harus menaikkan suku bunga. Saya yakin BI akan menaikkan sama dengan kenaikan The Fed," papar Piter.

Sampai akhir tahun menurut Piter, The Fed diperkirakan akan menaikkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 bps. "BI saya kira akan melakukan hal yang sama. Jadi akhir tahun diperkirakan suku bunga acuan BI akan menjadi sekitar 6%," pungkas Piter.

Berita Lainnya
×
tekid