sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Impor farmasi tinggi, Kemenperin dianggap gagal

Indonesia masih mengimpor 90% obat dan bahan bakunya untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Ghalda Anisah
Ghalda Anisah Jumat, 06 Nov 2020 15:33 WIB
Impor farmasi tinggi, Kemenperin dianggap gagal

Kementerian Industri (Kemenperin) dianggap gagal meningkatkan daya saing industri farmasi dalam dekade terakhir. Pangkalnya, impor obat dan bahan bakunya mencapai 90% dari kebutuhan konsumsi nasional.

Anggota Komisi VI DPR, Achmad Baidowi, menyatakan, tingginya volume impor tersebut menunjukkan tidak adanya terobosan berarti. Pihak-pihak berkepentingan (stakeholder) sektor perindustrian tampak berpikir instan dalam memenuhi kebutuhan farmasi dalam negeri.

"Seharusnya ada roadmap industri farmasi yang jelas dan terukur agar ketergantungan impor bisa terus dikurangi," ucapnya, Kamis (6/11).

Selain itu, menurutnya, perlu kebijakan yang tegas dan terintegrasi agar kebutuhan farmasi dalam negeri terpenuhi. dan industri tetap berkembang. "Sehingga 'keran impor' bisa diperkecil."

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mendorong demikian mengingat tingginya impor obat dan bahan baku farmasi membuat defisit neraca perdagangan melebar. Pun menjadikan Indonesia sebagai negara konsumen yang tanpa daya saing.

Awiek, sapaannya, melanjutkan, Kemenperin seharusnya mampu menggenjot industri farmasi dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati, terutama tumbuhan dan mikroba, yang jumlahnya sangat besar. Apalagi, sumber daya manusia (SDM) yang ada dianggap sudah mampu memproduksi secara mandiri.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menyebut, sekitar 90% obat dan bahan bakunya mengandalkan impor. Imbasnya, boros devisa dan menambah defisit perdagangan serta industri farmasi dalam negeri tidak berkembang.

Hal itu, sambung dia, tecermin saat pandemi Covid-19. Karenanya, pemerintah akan memprioritaskan kemandirian industri farmasi dan alat kesehatan (alkes).

Sponsored
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid