sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

INDEF: Investasi tumbuh tapi tak serap tenaga kerja

Kinerja investasi yang masuk ke Indonesia hingga semester I-2019 belum mampu mendongkrak penyerapan industri tenaga kerja.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 08 Agst 2019 04:21 WIB
INDEF: Investasi tumbuh tapi tak serap tenaga kerja

Kinerja investasi yang masuk ke Indonesia hingga semester I-2019 belum mampu mendongkrak penyerapan industri tenaga kerja. Sebagai catatan, sepanjang paruh pertama 2019, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi mencapai Rp361,6 triliun.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan dampak dari investasi yang masuk tersebut belum terlihat.  

"Pada kuartal II-2019, tenaga kerjanya itu hanya terserap 255.000 orang. Investasi naik, tapi tak mampu menciptakan lapangan kerja," kata Heri di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (7/8). 

Jumlah ini, kata Heri, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 289.000 orang. 

Heri melanjutkan, ada pergeseran struktur investasi asing yang masuk ke Indonesia. Investor, kata Heri, semakin tak melirik sektor tradeable dan padat karya di sektor sekunder, melainkan beralih ke sektor tersier seperti jasa. Hal ini berimbas pada sulitnya Indonesia meningkatkan ekspor.  

"Harapannya kan, semakin tinggi investasi, semakin tinggi barang yang bisa diproduksi lalu  diekspor. Tapi, ekspor turun, impor juga turun," ujar Heri. 

Untuk diketahui, pada triwulan II-2019, kinerja ekspor Indonesia turun 1,81% dan impor turun 6,73%. Meskipun impor turun, lanjut Heri, hal ini bukan gambaran baik karena menandakan adanya kontraksi di sektor produksi dalam negeri, mengingat porsi impor terbesar adalah bahan baku dan barang modal. 

Sementara untuk ekspor, tutur Heri, sepanjang 2019 mengalami defisit US$1,93 miliar. Heri melihat sumber defisit terbesar dari China. 

Sponsored

Ditambah lagi, aksi Tiongkok melakukan devaluasi pada mata uang Yuan akan membuat barang-barang dari Tiongkok menjadi semakin murah.

"Dikhawatirkan akan semakin banyak barang impor yang tidak perlu. Apalagi yang masuknya melalui digital platform, itu yang cukup sulit diidentifikasi," ujar Heri.

Heri mengatakan perlu adanya stimulus untuk investasi. Jika melihat ke negara tetangga, kata Heri, banyak permasalahan yang menghambat investasi masuk ke Indonesia seperti stimulus fiskal yang kurang variatif, tenaga kerja yang kurang kompetitif, hingga regulasi terkait perizinan dan biaya operasional.

"Kita bisa melakukan upaya bilateral, misalnya ekspor ke negara-negara di Afrika. Mereka butuh barang, barangnya bisa kita bikin di sini, kita harus gesit ke sana," tutur Heri.

Berita Lainnya
×
tekid