sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Industri tertekan Covid-19, gelombang PHK massal mengancam

Apabila pandemi Covid-19 terus berlanjut, tidak ada pengusaha yang bisa bertahan lama.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 13 Apr 2020 16:05 WIB
Industri tertekan Covid-19, gelombang PHK massal mengancam

Pandemi Covid-19 yang terus meluas mengancam industri kecil hingga besar. Para pelaku usaha kesulitan menjaga arus kas karena seluruh aktivitas terhenti.

Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan apabila pandemi Covid-19 terus berlanjut, tidak ada pengusaha yang bisa bertahan lama. Imbasnya, beberapa perusahaan mulai memberhentikan karyawan mereka.

"Pemutusan hubungan kerja (PHK) bukan pilihan yang baik, itu merugikan semua pihak. Tapi di lapangan sudah ada yang merumahkan, mengurangi jam kerja, membagi waktu kerja, dan ada yang mulai PHK," kata Sutrisno kepada Alinea.id, Senin (13/4).

Sutrisno menjelaskan, saat ini, industri yang terdampak paling parah adalah yang berkaitan dengan mobilitas orang. Seperti retail, pariwisata seperti hotel dan restoran, toko souvenir, serta industri yang terkait dengan pasokan pada sektor pariwisata tersebut. Selain itu, industri penerbangan dan angkutan umum juga turut terdampak.

Apabila pandemi tak kunjung usai, lanjutnya, kondisi ini bisa merembet ke industri manufaktur. Sebab, karyawan tidak bisa keluar rumah dan membuat putusnya rantai pasokan bahan baku. Jika satu bahan baku tidak tersedia, kata Sutrisno, pasti produksi tidak bisa dilakukan.

Sutrisno pun mengatakan kalangan pengusaha akan mencoba berusaha semaksimal mungkin mengatasi keadaan sulit seperti saat ini.

Selain itu, lanjut Sutrisno, kalangan pengusaha juga meminta pemerintah memberikan stimulus seprti pelonggaran segala hal yang berkaitan dengan beban pengeluaran selama perusahaan tersebut belum bisa beroperasi. 

Beban tersebut seperti beban pajak dengan segala variasinya, beban cicilan utang, beban bunga, asuransi, iuran BPJS dan dana pensiun yang terkait.

Sponsored

"Kalau perusahaan dipaksa untuk membayar beban-beban itu saat ini, pasti akan gulung tikar dan kita akan dilanda pengangguran yang parah," ujar dia.

Sutrisno juga meminta pemerintah untuk membantu pengusaha mencarikan jalan keluar terkait dengan tunjangan hari raya (THR). Dia juga menginginkan pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) bagi karyawan yang dirumahkan dan kehilangan pekerjaan.

Kegiatan dunia usaha kuartal I-2020 turun

Sementara itu, hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) menunjukkan penurunan pada kuartal I-2020. Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada kuartal I-2020 yang menurun dalam menjadi -5,56%, dari kuartal IV-2019 sebesar 7,79%.

Turunnya kegiatan usaha ini terjadi pada sejumlah sektor ekonomi seperti sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, pertambangan, pengangkutan dan komunikasi, serta konstruksi.

"Hal tersebut disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat pandemi Covid-19," tulis laporan BI, Senin (13/4).

Sektor industri pengolahan mencatatkan SBT -3,60% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mencatatkan SBT -3,04%, menjadi dua industri yang terpukul cukup dalam pada triwulan pertama tahun ini.

Sejalan dengan perlambatan kegiatan usaha, kapasitas produksi terpakai juga menunjukkan perlambatan pada kuartal I-2020. Kapasitas produksi terpakai tercatat sebesar 74,09%, lebih rendah dari kuartal IV-2019 sebesar 74,41%. Penggunaan kapasitas produksi terendah terjadi pada sektor industri pengolahan yang hanya sebesar 71,79% dan sektor pertambangan sebesar 71,81%.

"Rendahnya kapasitas produksi terpakai sektor industri pengolahan tidak terlepas dari dampak Covid-19 yang menghambat pasokan dan mendorong penurunan permintaan. Sedangkan, sektor pertambangan terganggu operasionalnya seiring dengan meningkatnya curah hujan," kata BI.

Meskipun demikian, BI mencatat kondisi keuangan perusahaan pada triwulan I-2020 ini masih cukup baik meskipun mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan kondisi
likuiditasnya, saldo bersih (SB) likuiditas perusahaan pada kuartal I-2020 adalah sebesar 14,94%, menurun dari 24,17% pada kuartal sebelumnya.

Sedangkan kemampuan perusahaan untuk mencetak laba pada kuartal I-2020 menurun dengan SB sebesar 11,53%, dari 23,24% pada kuartal sebelumnya. Sebanyak 12,30% responden yang disurvei BI mengatakan kemampuan untuk mencetak laba mereka dalam kondisi buruk pada kuartal I-2020. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 6,03%.

Sementara, untuk kemudahan akses kredit perbankan, responden menilai akses kredit perbankan pada triwulan I-2020 relatif normal. Sebagian besar responden sejumlah 85,57% mengatakan akses kredit perbankan selama tiga bulan terakhir dikategorikan normal. Hanya 5,13% responden yang mengatakan akses kredit ke perbankan selama tiga bulan terakhir sulit dilakukan.

Adapun untuk SBT penggunaan tenaga kerja pada triwulan I-2020 ini tercatat menurun menjadi -1,13%, dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,95%.

Dilihat dari sektornya, BI mencatat penurunan SBT penggunaan tenaga kerja terjadi pada sektor industri pengolahan sebesar -1,75% dan sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan dengan SBT 0,30%.

Berita Lainnya
×
tekid