Jakarta diprediksi masuk 20 kota kebal terhadap krisis global
Jakarta diprediksi masuk dalam 20 kota dengan daya tahan yang tinggi dan tidak rentan terhadap fluktuasi ekonomi.
Jakarta diprediksi masuk dalam 20 kota dengan daya tahan yang tinggi dan tidak rentan terhadap fluktuasi ekonomi atau Resilient Global Cities Index di tahun 2028. Hal itu terungkap dalam survei yang dikeluarkan oleh lembaga konsultan properti Savills Indonesia.
Head of Research and Consultancy Savills Anton Sitorus mengatakan, survei dilakukan hanya untuk kota-kota dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di atas US$50 miliar.
“Secara teknis PDB kita kan 16 besar di dunia. Jadi memang ini enggak mempertimbangkan masalah kenyamanan dan persepsi investor terhadap iklim di sini. Jadi murni angka-angka itu aja,” kata Sitorus dalam pemaparan di Kantor Savills, Jakarta, Rabu (26/6).
Dari 20 negara resilient cities tersebut, peringkat pertama masih diduduki oleh Kota New York, lalu di posisi kedua London, dan ketiga Los Angeles.
Sementara, Jakarta naik secara signifikan sebanyak 31 peringkat dari posisi 103 di tahun 2008 menjadi peringkat 51 di tahun 2018, dan diprediksi akan menempati posisi ke-20 di tahun 2028.
“Dalam 20 besar itu satu-satunya yang masuk dari ASEAN hanya Jakarta,” tuturnya.
Ia menjelaskan metode survei yang digunakan untuk melakukan pemeringkatan tersebut adalah dengan mengukur tingkat pertumbuhan PDB sebuah kota, kesejahteraan penduduk berdasarkan pendapatannya, dan juga jumlah populasi sebuah kota.
“Jakarta berada di peringkat sepuluh besar secara populasi. Kita punya potensi besar. Jakarta itu merupakan kota dengan potensi pertumbuhan ekonomi secara global mengalahkan kota-kota lain seperti Singapura, London dan Toronto,” katanya.
Berdasarkan data yang dipaparkannya, pertumbuhan ekonomi Jakarta berada di angka 347, sementara London hanya 147, dan Toronto 140.
Hanya saja, kata Sitorus, sejumlah tantangan ke depan harus dapat diatasi dengan baik. Masalah seperti desain perkotaan yang baik, pembangunan kawasan pedestrian yang mampu menunjang aktifitas warga, dan juga tata kelola birokrasi yang fokus pada pembangunan yang berkelanjutan dan konsisten harus dapat diwujudkan.
“Pertumbuhan kota juga tidak terlepas dari orang-orangnya. Itu tantangan bagi warga Jakarta dan Indonesia,” tuturnya.
Pergeseran situasi geopolitik
Di sisi lain, Sitorus menyatakan dalam perkembangannya, terjadi perubahan dalam pertumbuhan ekonomi kota-kota di dunia. Hal ini didorong oleh situasi geopolitik dan juga kepemimpinan dalam sebuah negara.
Lebih jauh, ia menjelaskan, terjadi berbagai distraksi hampir di segala aspek di dalam kehidupan yang menjalar jauh hingga berdampak pada perubahan pola bisnis dan pergerakan sektor industri.
“Sekarang yang menjadi masalah adalah distraction di dalam semua aspek kehidupan manusia yang mempengaruhi bisnis dan kehidupan,” ucapnya.
Ia menerangkan, perubahan ekonomi global yang juga didorong oleh perang dagang pembuat kawasan Asia Pasifik semakin mendapatkan tempat yang penting di global.
“Berdasarkan studi, terjadi pergerakan secara geopolitik di mana Asia Pasifik semakin memiliki posisi penting di global. Tahun 2008 jumlah kota-kota di Asia Pasifik yang tergolong memiliki PDB US$50 miliar hanya 29%, dan 2028 diperkirakan menjadi 53%,” ujarnya.