sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

"Kacamata kuda" pemerintah dalam kebijakan impor beras

Pemerintah semestinya mempertimbangkan pendapatan petani serta mendorong pembangunan di pedesaan melalui sektor pertanian.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Minggu, 21 Mar 2021 17:36 WIB

Pengamat pertanian Mohamad Husein Sawit menilai, rencana impor beras 1 juta ton dalam waktu dekat hanya mempertimbangkan satu hal dan menafikan yang lainnya. Pemerintah hanya memikirkan bagaimana menstabilkan harga di pasar, memastikan inflasi tetap rendah, dan menerapkan patokan harga eceran tertinggi (HET).

Menurutnya, pemerintah semestinya mempertimbangkan pendapatan petani sebelum mengimpor beras serta bagaimana mendorong pembangunan di pedesaan yang terkait dengan penggilingan padi, pelaku usaha, pedagang gabah dan beras baik eceran, grosir, atau partai besar.

"Itu tidak dipedulikan, yang penting tujuan stabilisasi harga, menekan inflasi, dan juga penerapan HET tercapai, termasuk dalam menambah stok," katanya kepada Alinea, Minggu (21/3).

Husein menambahkan, kebijakan impor beras saat ini juga mengabaikan tiga kondisi yang diperbolehkan, yaitu pertumbuhan produksi padi hingga Juli, stok yang tersedia di Badan Urusan Logistik (Bulog), dan perkembangan harga di pasar.

Dari tiga kriteria tersebut, terangnya, hanya dari sisi stok Bulog yang memungkinkan untuk impor, di mana stok hingga April hanya sebesar 900.000 ton dan kebutuhan menambahkan cadangan beras hingga 1,5 juta ton. Dua kriteria lainnya sebaliknya, tak memungkin impor dilakukan. 

Dicontohkannya dengan tingkat produksi hingga Juli masih cukup mengingat sekarang mulai memasuki panen raya. Momen ini harusnya dimanfaatkan pemerintah untuk menyerap lebih banyak produksi petani guna menambal kekurangan stok.

Dari sisi harga pun demikian. Beras produksi petani di pasar mengalami penurunan harga dalam 2 tahun terakhir.

"Impor membuat ongkos yang dipikul petani tinggi, yang ditanggung oleh ekonomi pedesaan besar. Ini tidak aware pemerintah terhadap hal itu. Pemerintah hanya pakai 'kacamata kuda', hanya melihat stabilisasi harga. Itu saja; enggak lebih, enggak kurang," ujarnya.

Sponsored

Husein melanjutkan, impor hanya dapat dibenarkan jika musim kemarau terjadi terus-menerus dan menyebabkan produksi terganggu. Namun, dalam situasi saat ini di mana curah hujan tinggi, produksi masih dapat dilakukan, dan pemerintah masih bisa menyerap produksi petani.

"Saya lihat perkiraan BPS (Badan Pusat Statistik) dan pemerintah itu tidak ada yang mengkhawatirkan. Yang paling kita takutkan adalah kalau musim kering yang panjang. Itu biasanya benar-benar produksi hancur, tapi kalau musim hujan panjang, tetap bisa berproduksi meski tidak optimum, kualitas tidak bagus," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid