sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kala membakar rokok lebih penting dari kebutuhan pokok

Cukai rokok efektif tekan kenaikan jumlah perokok termasuk anak-anak.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Senin, 01 Nov 2021 08:30 WIB
Kala membakar rokok lebih penting dari kebutuhan pokok

Efektivitas cukai rokok

Selain murah, rokok juga bisa dibeli secara eceran di warung-warung pinggir jalan. Hal ini disampaikan oleh Penasihat Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Teguh Dartanto, kepada Alinea.id, Senin (25/10). Karenanya, salah satu langkah paling tepat untuk menekan prevelensi merokok adalah dengan menaikkan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) secara signifikan. 

Dia bilang, selama ini pemerintah tak pernah maksimal dalam menerapkan cukai rokok. Hal itulah membuat upaya untuk menekan prevalensi merokok serta dampak dari menyesap batangan tembakau itu tidak pernah berjalan optimal. 

"Itu karena selama ini kita takut, kenaikan cukai rokok yang signifikan akan membuat pendapatan industri rokok berkurang dan itu akan berdampak juga ke penerimaan negara," kata dia.

Padahal, selain efektif untuk menurunkan prevalensi dan risiko kesehatan masyarakat akibat rokok, kenaikan tarif CHT juga dinilai mampu mendongkrak penerimaan negara. Berdasarkan studi CISDI, rata-rata kenaikan cukai rokok pada tahun 2020 yang sebesar 23% dapat mengurangi jumlah konsumsi rokok kretek dan rokok putih masing-masing 17,32% dan 12,79% dibandingkan dengan konsumsi pada 2019. 

Ilustrasi Pixabay.com.

Sementara itu, kenaikan cukai rokok sebesar 30% akan menurunkan konsumsi rokok kretek sebesar 20,62% dan rokok putih sebesar 14,24%. Selanjutnya, kenaikan cukai rokok sebesar 45% akan menurunkan permintaan rokok kretek sebesar 27,74% dan akan menurunkan permintaan rokok putih sebesar 19,50%.

"Cukai rokok yang lebih tinggi juga akan menghasilkan penerimaan cukai yang lebih tinggi," tegas Teguh.

Sponsored

Dari asumsi yang sama, kenaikan tarif cukai tahun 2020 dapat menghasilkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp4,68 triliun, yang didapat dari penjualan rokok kretek dan rokok putih. Sementara itu, kenaikan cukai rokok sebesar 30% dan 45% akan meningkatkan penerimaan cukai masing-masing sebesar Rp5,72 triliun dan Rp7,92 triliun.

Tidak hanya itu, dengan menaikkan cukai rokok secara signifikan, dinilai juga bisa memberikan dampak positif pada perekonomian nasional, baik dari sisi output, lapangan kerja, pendapatan, hingga kesejahteraan masyarakat. Dampak tersebut, Teguh bilang, terjadi karena disumbang oleh besarnya belanja pemerintah akibat bertambahnya penerimaan dari CHT.

"Sedangkan dampak negatif dari berkurangnya konsumsi rokok, ini akan bisa langsung digantikan dengan pengeluaran masyarakat dari belanja non-rokok," tuturnya.

Menurut hitungan CISDI, dengan asumsi pemerintah membelanjakan penerimaan cukai sama dengan struktur belanja saat ini, kenaikan cukai rokok pada tahun 2020 akan meningkatkan output sebesar Rp15,14 triliun. Sementara itu, dengan meningkatkan tarif cukai rokok sebesar 30% dan 45%, akan meningkatkan output masing-masing sebesar Rp18,70 triliun dan Rp26,24 triliun.

Dalam hal penciptaan lapangan kerja dan pendapatan pekerja, kenaikan tarif cukai tahun 2020 akan memciptakan lebih dari 75,89 ribu lapangan kerja dan Rp4,07 triliun. Selanjutnya, apabila menerapkan kenaikan cukai 30% akan menambah lapangan kerja sekitar 99,14 ribu lapangan kerja dan menambah Rp4,89 triliun pendapatan. Sementara jika meningkatkan cukai rokok sebesar 45% akan menghasilkan sekitar 148,81 ribu lapangan kerja baru dan menambah pendapatan sedikitnya Rp6,61 triliun tambahan pendapatan.

"Kalau orang enggak beli rokok, dia akan beli kebutuhan lain, misal daging, telur. Ini nanti industri selain rokok akan berkembang," jelas dia. 

Dus, tingkat gizi dan kesejateraan masyarakat pun akan turut berkembang, seiring dengan berkurangnya pengeluaran untuk konsumsi rokok. 

Tarif baru

Terlepas dari berbagai hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan berusaha merilis aturan terkait tarif cukai rokok Oktober ini. Hal itu dilakukan agar pelaku industri rokok dapat bersiap-siap dengan kenaikan yang berlaku. Pun ihwal produksi rokok di tahun 2022 yang juga akan bisa disiapkan lebih dini.

"Kita masih bahas di internal. Nanti kalau sudah final akan kita umumkan segera," ujar Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto, melalui pesan teks, kepada Alinea.id, Kamis (21/10).

Hal ini pun lantas diamini oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Dia bilang, masih ada beberapa aspek yang harus dikaji terkait peningkatan tarif cukai rokok ini, sebelum nantinya dapat segera ditetapkan dan dilegalkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Meski begitu, pihaknya masih enggan menyebutkan secara rinci, bagaimana nantinya penerapan kenaikan cukai rokok tahun depan. Pun dengan besaran tarif kenaikan cukai rokok itu sendiri. 

Penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Kemenkeu, diolah.
2015 Rp139,6 triliun
2016 Rp137,9 triliun
2017 Rp147,7 triliun
2018 Rp152,9 triliun
2019 Rp173,46 triliun
2020 Rp179,83 triliun
Juli 2021 Rp104,42 triliun
   

"Mudah-mudahan bulan ini bisa kita selesaikan setelah ditetapkan oleh pimpinan," ujar dia, dalam konferensi press APBN Kita, Senin (25/10).

Pada akhirnya, kenaikan cukai hasil tembakau memang harus dilakukan pemerintah, demi menekan konsumsi rokok yang kian melonjak setiap tahunnya. Selain itu, kebijakan cukai rokok, kata Hasbullah Thabrany, penting dilakukan untuk menjaga kesejahternaan masyarakat kecil beserta keturunannya.

Bagaimana tidak, saat masyarakat kecil utamanya kepala rumah tangga berhenti merokok, dia akan mengalihkan anggaran pengeluaran rokoknya untuk kebutuhan lain, seperti makan sehari-hari, makanan atau konsumsi lain penunjang gizi keluarga, biaya sekolah anak, hingga tabungan. Dus, kebutuhan gizi anak pun dapat mengalami perbaikan, lantaran diberikan makanan dengan gizi penuh.

Jika demikian, perkembangan otak dan tubuh anak pun dapat tumbuh maksimal. Hal ini lantas membuat prestasi anak di sekolah meningkat. Ditambah biaya dan tabungan sekolah yang sudah disediakan oleh orang tua, praktis sang anak dapat memenuhi kriteria sebagai generasi emas penerus bangsa. 

Di saat yang sama, Hasbullah berharap, kenaikan cukai rokok dapat menekan tingkat prevalensi perokok anak. Sebab, Pakar Kesehatan Masyarakat itu menilai, saat ini jumlah perokok anak sudah terlampau tinggi.

“Cukai rokok perlu dinaikkan, agar anak-anak dan orang miskin tidak bisa beli. Ini juga perlu digarisbawahi, yang kita perjuangkan adalah agar masyarakat bisa bebas dari racun-racun rokok, bukan menyetop industri rokok,” tegas dia.

Berita Lainnya
×
tekid