sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenkeu ungkap rencana penggunaan pajak karbon

Salah satunya adalah pengurangan emisi gas rumah kaca dari sumber emisi.

 Kania Nurhaliza
Kania Nurhaliza Jumat, 22 Okt 2021 13:27 WIB
Kemenkeu ungkap rencana penggunaan pajak karbon

INDEF menggelar diskusi publik dengan judul “Menimbang Untung Rugi Pajak Karbon dan Kesiapan Implementasinya” secara virtual, pada Jum'at (22/10). Diskusi ini dalam rangka menindaklanjuti komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% di 2021 dan 29% pada 2030.

Di sisi lain, pemerintah dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sepakat mengenakan pajak Rp30 per kilogram bagi penyumbang emisi karbon mulai 1 April 2022. Namun, dalam proses pengimplementasian UU HPP ini, muncul beberapa kekhawatiran seperti respons terhadap pasar, kesiapan pemerintah, dan untung rugi pajak karbon terhadap perekonomian Indonesia.

Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Pande Putu Oka Kusumawardani mengatakan, pajak karbon ini diperkenalkan sebagai salah satu instrumen untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. 

"Sebagaimana kita ketahui Indonesia adalah salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang memang di antaranya karena posisi atau letak geografis kita yang kepulauan, kemudian jugamayoritasnya perairan laut. Risiko perubahan iklim ini dikhawatirkan berdampak pada kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan, kerusakan ekosistem lautan, penurunan kualitas kesehatan, dan kemudian pangan pun bisa langka, dan hilangnya keanekaragaman hayati,” jelas Pande Putu.

Selain timbulnya ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia, sebetulnya perubahan iklim ini berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan, dan perlu dilakukan perbaikan yang tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Pemerintah sendiri memperkirakan potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim dapat mencapai 0,66% sampai dengan 3,45% PDB pada 2019.

Pande Putu juga mengatakan di tataran global, penguatan agenda iklim itu sudah ada diskusi terkait tentang hal ini. Kemudian diperkenalkan inisiatif yang harapannya dapat mendukung upaya memitigasi perubahan iklim tersebut. Misalnya Paris Agreement dalam COP 2021 di 2016 yang bersepakat untuk mengurangi laju emisi dari business as usual di 2030 yang bertujuan untuk mengatur temperatur global di bawah 2°C dari sebelum revolusi industri. Selain itu G20 juga telah mendorong komitmen negara-negara pada isu perubahan iklim, termasuk untuk phasing out subsidi atas fossil fuels. Kemudian pada COP-26 pada November 2021, negara-negara akan di dorong untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) di 2060 atau segera.

“Terkait dengan perubahan iklim dan hal-hal yang relevan dengan mitigasinya, pemerintah Indonesia sudah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan memverifikasi salah satunya perjanjian Paris, dan kemudian menyampaikan detail Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai bentuk komitmen global untuk menurunkan emisi sebesar 29% melalui upaya kita sendiri (nasional), dan sebesar 41% dengan upaya dan dukungan internasional pada 2030. Kemudian juga inisiatif menuju Net Zero Emissions (NZE), target penurunan emisi per sektor di Indonesia sebetulnya kalau kita lihat di antara lima sektor yang terbesar itu sebenarnya mayoritas berasal dari sektor energi dan kehutanan. Kedua sektor ini kira-kira meliputi 97% dari total target penurunan emisi yang telah ditetapkan,” papar Pande Putu

Selanjutnya, meskipun sudah ada target emisi, tetapi ada inisiatif yang lebih lagi untuk NZE. Ini karena meskipun target NDC itu dicapai, dan kenaikan suhu global bisa dibatasi hingga di bawah 2,0°C, tetapi tetap ada potensi kerugian ekonomi hingga 0,2%-2,0% dari PBD global pertahun. Sehingga absisi iklim perlu lebih ditingkatkan, saat ini 48 parties (dengan share emisi global 54%) yang telah menyampaikan komunikasi kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) terkait target NZE. 

Sponsored

Namun memang ada beberapa sebagai besar pihak lainnya masih menimbang. Masih belum menyampaikan dokumentasi tersebut dan masih memerlukan proses untuk mencapai kesepakatan tersebut, tetapi inisiatif-insiatif itu sudah diperkenalkan.

"Pemerintah Indonesia sedang menyusun dokumen Long Term Strategy on Low Carbon Climate Ressilence 2050 (LTS-LCCR), dan strategi-strategi sektoral untuk mendukung komite NZE 2050,” katanya

Pada kesempatan itu, Pande Putu juga menjelaskan strategi pendanaan perubahan iklim nasional. Menurutnya hal itu perlu adanya dukungan untuk mencapai target agenda iklim yang berasal dari sektor publik, swasta, dan internasional.

"Untuk sumber pendanaan di antaranya domestik (APBN dan non-APBN), dan internasional (bilateral dan multilateral). Untuk tantangan ke depan mungkin keterbatasan ruang fiskal, mobilitasi sumber, pemulihan ekonomi dengan diiringi dengan upaya transisi menuju ekonomi hijau yang adil dan terjangkau,” pungkasnya

Tidak lupa dia menjelaskan pendapatan negara dari pajak karbon, dalam hal ini pengenaan pajak karbon memiliki berbagai kemanfaatan. Salah satunya adalah pengurangan emisi gas rumah kaca dari sumber emisi. Dengan demikian penerimaan pajak karbon dapat digunakan untuk menambah dana pembangunan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, investasi ramah lingkungan, serta dukungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk bantuan sosial.
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid