sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kepala BKPM khawatirkan kondisi ekonomi pascapemilu

BKPM menyatakan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional 2020-2021 terancam memburuk.

Soraya Novika
Soraya Novika Rabu, 13 Feb 2019 18:52 WIB
Kepala BKPM khawatirkan kondisi ekonomi pascapemilu

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2020-2021 atau pasca pemilihan umum (pemilu) 2019 terancam memburuk.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong menyampaikan hal itu disebabkan banyaknya distorsi dan tekanan yang terakumulasi dari 2018 dan harus ditangani begitu Pemilu 2019 rampung.

"Kalau tidak dibenahi bisa meledak di sekitar 2020 atau 2021," ujar Lembong di Jakarta, Rabu (13/2).

Tom memaparkan, saking parahnya kondisi perekonomian tahun lalu, penanaman modal asing (PMA) di dalam negeri terkoreksi lebih dari 10%. Meski di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) mengalami peningkatan sebesar hampir 20%.

Jika diakumulasikan, terjadi penurunan realisasi penanaman modal dari 10% pada 2017 menjadi hanya 4% pada 2018. Hal ini sejalan dengan PMA di seluruh dunia yang turun hingga 20%.

"Jadi penurunan investasi kita seiring yang terjadi di dunia," kata dia.

Hal lain yang diprediksi mengganggu pertumbuhan ekonomi 2020 yakni kebijakan yang terlalu agresif. 

Meski demikian, Thomas meneyebut periode pasca-pemilu secara historik menunjukkan tren pemulihan ekonomi setelah melambat di periode sebelumnya.

Sponsored

"Begitu Pemilu lewat kita akan lihat 'recovery' cukup kencang,” kata dia.

Andalkan industri jasa 

Di sisi lain, Thomas melihat industri jasa dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi saat ini dan mencegah pelemahan ekonomi di 2020.

Untuk itu, Thomas menyarankan presiden terpilih nanti untuk mulai mengedepankan sektor tersebut.

Dia menyebutkan, selama ini pembuat kebijakan hanya fokus pada sektor manufaktur dan perdagangan barang. Padahal, sektor jasa justru menunjukkan pertumbuhan yang baik dalam beberapa tahun.

"Perdagangan jasa akan membaik. Perekonomian yang nanti akan tumbuh 'double digit' dari sektor jasa seperti telekomunikasi, konstruksi hingga pariwisata," ungkapnya.

Thomas mencontohkan sekitar 15 tahun yang lalu, bisnis penerbangan di Indonesia belum berkembang pesat. Saat itu, hanya ada tiga maskapai yang beroperasi. 

Namun, kondisi dengan cepat berubah sejak adanya relaksasi kebijakan dan keterbukaan investasi. Dengan demikian, jumlah maskapai bertambah menjadi sekitar 7-8 perusahaan.

Lebih lanjut, terjadi perkembangan pesat dalam industri jasa penerbangan seperti kemunculan maskapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC). Sehingga, masyarakt memiliki pilihan akomodasi beragam.

Thomas juga menyebut sektor penerbangan yang tadinya tumbuh 1-2% per tahunnya menjadi tumbuh hingga double digit. Bahkan sektor penerbangan Indonesia saat itu menduduki peringkat terbesar nomor lima di dunia. 

Tak hanya itu, Lembong pun mengklaim, sektor jasa juga mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak.

"Sektor jasa jauh lebih padat karya dan menghasilkan ruang pekerjaan. Sebab kini di sektor manufaktur, para pekerja harus bertarung melawan teknologi mesin dan robot," tuturnya.

Selain bisnis penerbangan, Lembong pun mencatat, pertumbuhan bisnis bioskop juga tumbuh cukup tinggi. Menurutnya, aliran investasi dan modal ke sektor ini cukup deras. Industri bioskop tumbuh 20% per tahun.

Angka yang sama juga terjadi di industri perfilman. Bahkan menurut Thomas, pertumbuhan serupa juga terlihat untuk bisnis jasa lain seperti make up, katering hingga jasa desain. 

"Bagi saya sektor jasa ini penting bukan hanya untuk penghasilan dan lapangan kerja tapi juga untuk devisa," pungkasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid