sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Wacana pembubaran OJK kembali mencuat

Wacana pembubaran OJK sebelumnya juga pernah dilontarkan Komisi XI.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 02 Jul 2020 20:59 WIB
Wacana pembubaran OJK kembali mencuat

Kejengkelan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas dengan sejumlah menterinya pada 18 Juni 2020 lalu, yang tersebar lewat video di sosial media, ternyata berbuntut panjang. 

Kemarahan yang dipicu oleh lambatnya serapan belanja kementerian dan lembaga dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19, bermuara pada wacana pembubaran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mengembalikan fungsinya ke Bank Indonesia (BI).

Reuters pada Kamis (2/7) mengutip dua sumber yang menyebutkan Presiden Jokowi tidak puas dengan kinerja OJK selama pandemi Covid-19 berlangsung dan berpikir mengeluarkan Undang-Undang darurat untuk membubarkan lembaga. Sumber Reuters tersebut mengatakan wacana tersebut disambut terbuka oleh BI.

"BI sangat senang tentang ini, tetapi tentu ada tambahan untuk KPI-nya (key performance indicator), mereka tidak lagi terbatas hanya menjaga nilai tukar mata uang dan tingkat inflasi, tetapi juga tingkat pengangguran," katanya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (2/7).

Jika kemudian OJK kembali dileburkan ke BI, maka fungsi pengawasan perbankan yang sejak tahun 2011 dijalankan oleh OJK akan diambil alih oleh BI. 

Hingga kini, sumber dari dari istana maupun BI dan OJK enggan mengomentari perihal wacana pembubaran lembaga otoritas keuangan tersebut.

Sebelumnya, dalam rapat yang sama Jokowi telah memperingatkan para pembantunya perihal serapan belanja yang lambat dan mengancam akan melakukan reshuffle kabinet atau bahkan membubarkan kementerian atau lembaga yang dinilai bekerja di bawah harapan.

"Semua (kebijakannya) terlihat biasa-biasa saja. Padahal ini situasi krisis. Harus extraordinary. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle," ucap Jokowi di hadapan pembantunya.

Sponsored

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), seperti dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHSP) II-2019, menyebut pengawasan OJK terhadap tujuh bank "lemah" dan tak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ini yang kemudian membuat sejumlah masalah mulai dari pelanggaran batas minimum pemberian kredit (BMPK), kecukupan modal, kelaikan direktur, hingga sejumlah penyelewengan pemberian kredit.

Ketujuh bank tersebut adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN), PT Bank Yudha Bhakti Tbk. (BBYB), PT Bank Mayapada Tbk. (MAYA), PT Bank Pembangunan Daerah Papua, PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP), PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS), dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Wacana pembubaran OJK sebelumnya juga pernah dilontarkan Komisi XI. Wasit lembaga jasa keuangan itu dianggap tak cukup cakap dalam mengawasi lembaga keuangan sehingga terjadi skandal mulai dari PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera.

Berita Lainnya
×
tekid