sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Laba PLN kuartal III tumbuh 13,3%

Direksi PLN mengklaim kondisi keuangan perusahaan terbilang sehat.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Jumat, 02 Nov 2018 14:58 WIB
Laba PLN kuartal III tumbuh 13,3%

PT Perusahaan Listrik Negara Tbk., mencatatkan laba sebelum selisih kurs pada kuartal III-2018 senilai Rp9,6 triliun. Laba PLN tumbuh 13,3% dibandingkan dengan tahun lalu sebesar Rp8,5 triliun. 

Kenaikan laba ditopang oleh kenaikan penjualan dan efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan serta adanya kebijakan pemerintah penjualan produksi batu bara domestik atau DMO harga batu bara.

Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto menjelaskan nilai penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan sebesar Rp12,6 triliun atau 6,93% sehingga menjadi Rp194,4 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp181,8 triliun. Volume penjualan sampai dengan September 2018 sebesar 173 Terra Watt hour (TWh) atau tumbuh 4,87% dibanding dengan tahun lalu sebesar 165,1 TWh.

"Perusahaan terus mempertahankan tarif listrik tidak naik, dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dan agar bisnis serta industri semakin kompetitif guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Sarwono dalam siaran persnya, Kamis (1/11).

Sarwono menjelaskan jumlah pelanggan pada kuartal III-2018 telah mencapai 70,6 juta atau bertambah 2,5 juta pelanggan dari akhir tahun 2017. Sehingga, mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 95,07% pada 31 Desember 2017 menjadi 98,05% pada 30 September 2018. Capaian rasio elektrifikasi ini telah melebihi target tahun 2018 yang dipatok sebesar 96,7%.

Sejalan dengan kemajuan program 35 GW, maka sejak Januari 2015-September 2018 PLN telah menanamkan dana untuk investasi sebesar Rp248 triliun. Pada periode yang sama peningkatan jumlah pinjaman hanya sebesar Rp148 triliun atau 60% dari total Investasi.

Sarwono mengatakan, hal tersebut menunjukkan kekuatan dana internal PLN masih sangat memadai yaitu sekitar 40% atau Rp 100 triliun dari seluruh kebutuhan Investasi tersebut. 

Meskipun sebagian besar pinjaman PLN masih akan jatuh tempo pada 10-30 tahun mendatang, namun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan hanya untuk keperluan pelaporan keuangan maka pinjaman valas tersebut harus diterjemahkan (kurs) kedalam mata uang rupiah sehingga memunculkan adanya pembukuan rugi selisih kurs yang belum jatuh tempo (unrealized loss) sebesar Rp17 triliun.

Sponsored

Lebih lanjut Sarwono mengatakan kalau unrealized forex loss atau kerugian secara pembukuan akibat kenaikan kurs mata uang asing. Hanya saja tidak berdampak kepada arus kas atau cash flow

Unrealize forex loss yang tercatat pada laporan keuangan PLN akibat terjadinya pelemahan rupiah. Sementara PLN memiliki kewajiban atau utang dalam bentuk dolar AS, bahkan seringkali kontrak PLN dengan IPP (Independent Power Producer) pun dalam bentuk dolar AS. 

Sehingga, jika kewajiban jangka panjangnya dihitung berdasarkan kurs sekarang ini, maka akan terjadi yang disebut unrealize forex loss. Kewajiban jangka panjang tersebut masih jauh masa jatuh temponya, namun hutang tersebut harus dibuku (tercatat) dengan kurs saat ini. Itulah kenapa disebut unrealize.

“Keadaan PLN jelas sehat secara cash flow. Sebab yang terpenting itu adalah bagaimana menjaga kesehatan cash flow-nya, dan PLN dalam kondisi yang sehat,” ungkapnya.

Sementara itu, PLN juga mencatatkan rugi bersih senilai Rp18,48 triliun pada kuartal III-2018. Kinerja ini lebih buruk ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan mencatatkan laba bersih Rp3,05 triliun.

Berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI). Kerugian PLN ini disebabkan karena pertumbuhan beban yang lebih tinggi ketimbang pendapatan perusahaan, dan juga selisih kurs. 

Pada kuartal III-2018, jumlah pendapatan usaha mencapai Rp200,92 triliun atau naik 6,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp187,88 triliun.

Adapun jumlah beban usaha mencapai Rp224 triliun atau naik 12% menjadi Rp200,3 triliun. Beban terbesar masih berasal dari beban bahan bakar dan pelumas yang naik dari Rp85,28 triliun menjadi Rp101,88 triliun.

Selain itu, PLN juga mengalami pembengkakan kerugian karena selisih kurs. Jika pada kuartal III-2017 rugi dari selisih kurs mencapai Rp2,23 triliun menjadi Rp17,33 triliun.

Adapun aset PLN sepanjang Januari-September ini senilai Rp1.386 triliun. Angka ini di atas total aset pada akhir Desember 2017 sebesar Rp 1.334 triliun.
 

Berita Lainnya
×
tekid