sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Masih minim, insentif perpajakan baru terserap 24,6%

Sri Mulyani memastikan insentif akan terus digenjot untuk mendukung pemulihan sektor usaha.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Jumat, 23 Okt 2020 12:20 WIB
Masih minim, insentif perpajakan baru terserap 24,6%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi insentif perpajakan yang diberikan pemerintah untuk mendukung sektor usaha masih rendah, yaitu sebesar Rp30 triliun atau 24,6% dari pagu sebesar Rp120,6 triliun.

“Insentif perpajakan yang kami berikan Rp120,6 triliun, sampai hari ini jumlah yang digunakan masih terealisasi di bawah Rp30 triliun atau 24,6%,” katanya dalam acara Spectaxcular via daring, Jumat (23/10).

Dia menguraikan, realisasi tersebut di antaranya berasal dari insentif pajak untuk karyawan berupa pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang terealisasi Rp2,18 triliun.

Kemudian, pembebasan PPh 22 impor yang terealisasi hingga Rp7,3 triliun, potongan PPh Pasal 25 impor terealisasi sebesar Rp10,2 triliun, dan diberlakukannya percepatan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dia melanjutkan, meskipun penerimaan perpajakan mengalami kontraksi yang sangat dalam, mencapai 17% hingga Oktober 2020, namun dia memastikan bahwa insentif akan terus digenjot untuk mendukung pemulihan sektor usaha.

"Kami tetap memberikan insentif agar wajib pajak bisa bertahan dan bisa pulih kembali. Itu tantangan yang tidak mudah bagi kami. Kami akan coba jaga agar dia bisa melewati masa sulit," ujarnya.

Sri Mulyani menuturkan saat ini instrumen fiskal menjadi tumpuan. Pasalnya, penerimaan negara mengalami kontraksi akibat sederet insentif yang digelontorkan pemerintah guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Di sisi lain, belanja harus digenjot.

Pemerintah telah menganggarkan dana sebesar Rp695,2 triliun untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional di berbagai sektor, mulai dari dukungan di sektor kesehatan hingga mendorong pemulihan sektor usaha.

Sponsored

"Penerimaan pajak kita hingga saat ini terus mengalami kontraksi hingga lebih dari 17%, sedangkan belanja kita naik, maka defisit naik hingga lebih dari 6,3% GDP (gross domestic bruto), atau lebih dari Rp1.000 triliun," ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid