sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Membedah startup unicorn, dari ambisi hingga kontribusi pada negeri

Belum banyak yang paham betul perkembangan startup di Indonesia sampai kontribusinya buat negara.

Membedah startup unicorn, dari ambisi hingga kontribusi pada negeri

Calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo sempat menyerang lawannya, capres 02 Prabowo Subianto dengan pertanyaan seputar infrastruktur telekomunikasi dan startup unicorn dalam debat kedua pemilihan presiden. 

Prabowo kemudian terbata-bata menjawabnya. Bisa jadi, kebingungan Prabowo pun mencerminkan isi kepala masyarakat. Belum banyak yang paham betul perkembangan perusahaan rintisan (startup) di Indonesia sampai kontribusinya buat negara. 

Kedua tim pemenangan menyatakan, masing-masing capres sudah memiliki program untuk mendorong kemajuan startup di Indonesia.

Tim Ekonomi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Drajad Wibowo menjelaskan Prabowo-Sandi telah menyiapkan peta jalan (road map) untuk industri digital. 

Pertama, membangun jaringan internet yang merata sebagai infrastruktur dasar dari industri digital. Kedua, menyusun regulasi yang mendukung iklim bisnis digital. Ketiga, membantu proses inkubasi hingga akselerasi untuk startup baru.

“Kami juga akan panggil startup yang potensial untuk menjadi unicorn untuk dibantu,” kata Drajad kepada Alinea.id, Kamis (21/2).

Drajad mengungkapkan, setelah perusahaan startup ini cukup kuat, pemerintah akan mendorong mereka untuk mendapatkan modal dari private equity. Bahkan, startup akan didorong melantai di bursa saham untuk memperbesar bisnisnya

Lebih lanjut, Drajad menyatakan, jika semua  prasyarat itu terpenuhi, maka Prabowo-Sandi optimistis dalam lima tahun ke depan akan lahir lima unicorn baru. 

Di lain pihak, Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni (Toni) mengatakan calon presiden 01, akan terus mengembangkan infrastruktur untuk mendorong industri digital. Salah satu proyek yang sedang berjalan yakni Palapa Ring.

Toni mengatakan kemudahan dalam mengakses internet akan mendorong proses pembangunan startup di Indonesia.

“Jokowi membangun Palapa Ring agar akses internet semakin baik," kata Toni kepada Alinea.id saat dihubungi Selasa (19/2).

Selain pembangunan infrastruktur, Jokowi-Ma'ruf Amin akan menyederhanakan perizinan, menetapkan pajak yang lebih rendah, dan membangun sumber daya manusia yang andal.

Unicorn, sebuah ambisi

Perusahaan rintisan atau startup di Indonesia sudah berkembang sejak beberapa tahun belakangan. Seiring dengan pertumbuhan tersebut, beberapa startup sudah memiliki nilai valuasi yang sangat besar.

Unicorn, merupakan julukan bagi startup yang memiliki valuasi di atas US$1 miliar. Pada 2018, total empat unicorn lahir di  Indonesia, yakni Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka.

Pada 1 Februari 2019, Go-Jek memperoleh pendanaan seri-F fase pertama dengan investor Google, JD.com, dan Tencent, Mitsubishi Corporation, Provident Capital, dan beberapa pemodal lainnya. 

Dalam lamannya, CEO GOJEK Group Nadiem Makarim mengatakan kucuran dana ini menunjukkan kepercayaan dunia global kepada startup unicorn ini. Go-Jek,  bukan hanya menyediakan layanan antar-jemput, tapi juga saluran pembayaran, layanan antar barang dan makanan, serta jasa lainnya.

Saat ini, Go-Jek menjadi platform mobile on-demand dan pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan total gross transaction value (GTV) lebih dari US$9 miliar. Sementara, total volume transaksi setahun mencapai US$2 miliar pada akhir 2018. 

Nadiem juga mengatakan dana investasi yang terkumpul akan digunakan untuk memperdalam penetrasi pasar di Indonesia serta memperkuat ekspansi GOJEK di kawasan Asia Tenggara. “Setelah peluncuran Go-Jek di Singapura, perusahaan akan merilis Go-Viet di Vietnam dans GET di Thailand,” ujar dia.

Startup perjalanan wisata asal Indonesia PT Global Tiket Network (Tiket.com) mengungkapkan ambisinya untuk mengikuti jejak Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia menjadi startup unicorn pada tahun ini.

Co-Founder & Chief Marketing Officer tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, berdasarkan perhitungan perusahaan pada tahun ini, nilai valuasi Tiket.com akan mencapai syarat menjadi startup unicorn.

"Kalau sesuai dengan target kami, ya sudah pasti bisa jadi unicorn. Tapi apapun bisa saja terjadi," katanya.

Sayangnya, Gaery enggan menyebut nilai valuasi perusahaan saat ini. Kendati demikian, ia mengaku perusahaan telah mendapat dana suntikan dari GDP Ventura yang merupakan unit usaha Grup Djarum yang fokus di bisnis internet konsumer sejak 2017 hingga kini. 

"Lumayan lah, kami enggak bisa bicara valuasi," ucapnya.

Lebih lanjut, Gaery menyebut perusahaan menargetkan nilai transaksi pada 2019 meningkat hingga tiga kali lipat dari pertumbuhan tahun lalu. 

Menurutnya, tidak ada kendala yang berarti bagi Tiket.com untuk menjadi sebuah startup unicorn. "Cuma satu kendalanya, orang harus transaksi di kami [Tiket.com] lebih banyak lagi," ujar Gaery.

Gaery juga mengungkapkan saat ini Tiket.com akan fokus pada jasa online travel agent, meskipun banyak starup lainnya yang bergerak di bidang yang sama dan menjual produk lainnya.

"Kami merasa travel itu industri yang sangat besar. Potensi di Indonesia juga sangat besar. Kamu juga menilai penting untuk startup memiliki satu fokus usaha,” ujarnya.

Ekspansi, lebih penting dari valuasi

Untuk menjalankan roda bisnis, startup mencari berbagai pendanaan. Namun, pada praktiknya, status unicorn belum tentu menjamin startup memperoleh pendanaan yang mudah.

Pemodal ventura dari Ideosource, Andy S Boediman menjelaskan, pihaknya  cenderung oportunistik untuk berinvestasi ke perusahaan rintisan. 

Dia menilai gelar unicorn bukan pertimbangan utama. Pemodal lebih mengincar startup dengan potensi perkembangan dan ekspansi yang agresif.

"Kami lebih memilih yang punya fokus bisnis jelas, lebih likuid, bahkan mengincari IPO atau merger dan akuisisi," kata dia.

Dia juga menilai startup unicorn lebih cocok dikelola perusahaan besar atau sebagai asset management. 

"Unicorn akan cocok jika mereka melakukan IPO sehingga cocok untuk pension fund, asset management dan retail investor," katanya. 

Untuk itu, pihaknya lebih suka mendanai startup yang belum digunakan oleh banyak pihak (early/seed stage), 

Andy juga mengatakan saat ini Ideosource sedang fokus ke industri film. Dia menargetkan pembiayaan sebesar US$10 juta dalam 2 tahun ini. "Kami akan fokus ke seed, series A dan B," lanjutnya.

Regulasi, harga mati

Kemunculan dan perkembangan perusahaan rintisan di Indonesia memang tidak bisa dibendung. Dalam riset tahunannya, Daily Social menyatakan pada 2017 total investasi ke perusahaan rintisan sekitar US$ 3 miliar. 

Sekitar US$ 1,6 miliar hingga US$ 2,8 miliar di antaranya masuk ke tiga unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia dan Traveloka. 

Investor paling aktif memberikan pendanaan ke startup (sebesar 54%) adalah investor lokal, diikuti oleh investor Amerika Serikat, Singapura, dan Tiongkok. Hingga akhir 2017, terdapat sedikitnya 230 startup di Indonesia.

Peta investasi ke startup di Indonesia (Startup Report 2017 Daily Social)

Dengan demikian, industri ini harus dikawal agar mampu berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Pengamat telekomunikasi dan informatika Alexander Rusli menilai ekonomi digital bisa diandalkan untuk mendorong perkonomian di Indonesia. 

Mantan CEO Indosat Ooredoo ini juga mengatakan perusahaan rintisan juga tidak harus melulu bergerak di bidang e-commerce. Startup berpotensi untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia.

"Indonesia bisa untuk menciptakan untuk industri baru yang saat ini belum kelihatan. Bisa yang sifatnya membutuhkan micropayment, bisa dialihkan ke jasa-jasa yang sifatnya lebih kecil," kata Alex.

Di sisi lain, Alex mengatakan pemerintah perlu segera merespons perkembangan industri digital termasuk menjamurnya startup. Regulasi yang tegas sangat dibutuhkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, namun tidak abai pada nasib konsumen.

Alex menyebut saat ini startup masih didanai oleh perusahaan asing. Hal ini disebabkan investor dalam negeri tidak berani untuk mengambil risiko yang besar.

"Investor lokal itu masih banyak yang belum mature, belum terlalu berani mengambil risiko. Karena kebanyakan masyarakat Indonesia lebih mementingkan keuntungan dahulu,” ujarnya.

Jika ditinjau lebih jauh, empat industri digital yang kini telah menjadi unicorn Indonesia lebih banyak dikuasai oleh pemodal asing. Gojek mendapat suntikan dana dari Tencent Holdings, JD.com, New World Strategic Investment, Google, Temasek Holdings, Hera Capital, Astra International dan GDP Ventures. 

Begitu juga Tokopedia, dengan investor asing dari Alibaba Group, Softbank Group, dan Sequoia Capital. Kemudian Bukalapak, dengan investor asing dari Ant Financial, Mirae Asset, Naver Asia, GIC, dan Emtek Grup dari Indonesia.

Terakhir, Traveloka, dengan pemodal dari Expedia, GFC dan Sequoia Capital dari AS, Hillhouse Capital, dan JD.com. 

Oleh karena itu, Alexander mendorong pemerintah untuk menggulirkan regulasi khusus agar investasi dalam negeri ke startup bisa meningkat. 

Pada akhirnya, startup diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat. Selain itu, startup juga bisa memacu laju pertumbuhan ekonomi negara. 

(Rakhmad H/Robi Ardianto)

Berita Lainnya
×
tekid