sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mendorong potensi industri kreatif subsektor film

Hal penting yang perlu diperhatikan pelaku usaha kreatif, yakni memasarkan produk atau hasil karya kreatifnya.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Kamis, 31 Jan 2019 16:00 WIB
Mendorong potensi industri kreatif subsektor film

Potensi industri film

Sementara itu, Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengatakan, pihaknya optimistis di masa depan ekonomi kreatif menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Indikatornya sudah terbukti dari total produk domestik bruto (PDB) yang kian naik, dalam kurun tiga tahun terakhir.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, 16 subsektor ekonomi kreatif sudah menyumbang Rp922 triliun terhadap perekonomian nasional, setara 7,4% PDB nasional. Jadi, ekonomi kreatif masuk dalam lima sektor yang menyumbang terbesar perekonomian nasional," ujar Ricky dalam acara Alinea Live bertema “Mengembangkan Bisnis Ekonomi Kreatif” di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (29/1).

Bekraf sendiri membidik pertumbuhan PDB ekonomi kreatif sebesar 6,75%, atau setara Rp1.200 triliun.

Subsektor fesyen, kuliner, dan kriya kerap menjadi penyumbang terbesar PDB ekonomi kreatif. Disusul empat subsektor lainnya, yakni televisi dan radio sebesar 10,33%; film, animasi, dan video 10,09%; seni pertunjukan 9,54%, dan desain komunikasi visual 8,98%.

Selain itu, Bekraf membidik penjualan produk kreatif ke luar negeri bisa mencapai US$21,50 miliar. Program pemasaran ke luar negeri yang dilakukan Bekraf, misalnya keterlibatan Indonesia sebagai fokus pasar dalam London Book Fair 2019.

Dalam hal mendongkrak industri kreatif subsektor film, menurut Ricky, Bekraf memproyeksikan jumlah layar bioskop, mencapai 4.000 pada tahun 2019 ini. Kota-kota besar, kata Ricky, tetap menjadi sasaran. Tapi, pebisnis sinema juga memperluas jaringan ke daerah-daerah.

Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik menjelaskan potensi industri ekonomi kreatif dalam acara Alinea Live di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Selasa (29/1). (Alinea.id/Ahmad Rifwanto).

Sponsored

"Banyak upaya hadirkan bioskop di daerah yang belum ada layar. Pemerintah daerah kami ajak agar lebih terlibat dalam investasi baru yang masuk (ke daerahnya)," kata Ricky.

Menurutnya, bisnis bioskop di Indonesia berpeluang terus tumbuh, mengingat perbandingan jumlah layar dengan penduduk belum ideal. Per akhir tahun 2018, diketahui jumlah layar bioskop sekitar 1.681 unit, sedangkan penduduk sekitar 250 juta jiwa.

Proporsi ini memang masih jauh dibandingkan negara lain, seperti China yang berpenduduk 1,5 miliar dan memiliki sekitar 15.000 layar bioskop. Sementara, Korea Selatan berpenduduk sekitar 60 juta jiwa, memiliki setidaknya 3.000 layar bioskop.

Tak hanya jumlah layar, populasi film nasional juga diharapkan meningkat, diimbangi dengan kualitas yang juga lebih baik.

"Jadi, pertumbuhan industri film nasional itu potensial, seiring dengan akan terus bertambah layar bioskop," kata Ricky.

Meski belum keluar angka pasti, tapi target penonton sebanyak 50 juta orang pada 2018 diyakini tercapai, dan menembus 60 juta pada 2019.

Perlu terobosan

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai, ekonomi kreatif punya potensi yang sangat besar di Indonesia. Namun, dia melihat, dalam empat tahun belakangan, perkembangan ekonomi kreatif belum sesuai harapan.

"Bekraf sudah berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi nasional, tapi belum signifikan dan masih di bawah potensinya," kata Piter saat dihubungi, Rabu (30/1).

Meski demikian, Piter memprediksi, tren ekonomi kreatif akan membaik. Piter mengatakan, tantangannya adalah melakukan terobosan-terobosan, agar perkembangan ekonomi kreatif tak lagi sekadar tumbuh.

"Tapi benar-benar mengalami quantum leaf, pertumbuhan yang eksponensial di seluruh bidang ekonomi kreatif," ujar Piter.

Terobosan yang dimaksud Piter itu adalah pekerjaan rumah bagi Bekraf. Misalnya, terobosan untuk memacu produksi film nasional. Mengingat, saat ini produksi film indie di beberapa provinsi sudah cukup tinggi.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Kado (A Gift) Goes to Sundance Film Festival!? ? Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) memberikan dukungan kepada Miles Films sebagai satu-satunya perwakilan Indonesia di Sundance Film Festival 2019 di Utah, Amerika Serikat. Pada acara yang dilaksanakan 24 Januari-3 Februari 2019 ini, Miles Films melakukan screening film pendek Kado (A Gift).? ? Sundance Film Festival merupakan top five international film festival. Kepesertaan wakil Indonesia di festival film bergengsi ini diharapkan menjadi pintu masuk kerja sama dengan Sundance Institute. Institut yang didirikan pada 1981 ini memiliki 13 program untuk mendukung pengembangan kompetensi bagi pembuat film independent, artis teater, dan komposer.? ? Hadir dalam konferensi pers, Kepala Badan Ekonomi Kreatif, Bapak @triawanmunaf; Deputi Hubungan Antarlembaga dan Wilayah, Ibu @endahwsulistianti; Produser @mirles; Sutradara @rizariri; dan sutradara film Kado @ditsmad.? ? #D6 #Sundance #KADO

Sebuah kiriman dibagikan oleh Badan Ekonomi Kreatif RI (@bekrafid) pada

“Bagaimana Bekraf menyediakan pasar untuk produksi film indie ini, agar momentum kebangkitan film nasional yang didukung sineas-sineas muda di daerah-daerah bisa dimanfaatkan sepenuhnya. Tidak layu sebelum berkembang," kata Piter.

Lalu, Piter pun melihat, hal penting yang perlu diperhatikan pelaku usaha kreatif, yakni memasarkan produk atau hasil karya kreatifnya. Saat ini, menurut dia, banyak produksi film di daerah yang dipasarkan dalam bentuk CD.

"Ini terjadi karena kita kekurangan bioskop. Bioskop hanya ada di kota besar dan dikuasai segelintir konglomerat. Tidak ada bioskop untuk film nasional," kata Piter.

Dihubungi secara terpisah, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa tantangan bagi ekonomi kreatif. Pertama, terkait infrastruktur digital.

"Akses internet harus merata di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya ketika dihubungi, Rabu (30/1).

Kedua, mendorong sekolah vokasi sebagai pendukung tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif. Terakhir, memperbanyak insentif baik fiskal maupun nonfiskal untuk pemain ekonomi kreatif, terutama di daerah.

"Pasti ada banyak kemajuan yang sudah dilakukan, tapi ke depannya Bekraf diminta untuk lebih fokus. Selama ini terlalu banyak sektor ekonomi kreatif yg diurus. Fokus 3 atau 4 sektor sudah cukup," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid