sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Meski turun, harga biofarmaka dan bumbu dapur belum normal

Menurut pedagang, kenaikan karena Covid-19 lebih liar daripada saat Ramadan.

Ardiansyah Fadli
Ardiansyah Fadli Rabu, 11 Mar 2020 06:56 WIB
Meski turun, harga biofarmaka dan bumbu dapur belum normal

Harga beberapa tanaman obat dan bumbu dapur di pasar tradisional di DKI Jakarta berangsur turun. Meski belum kembali normal. 

Seperti jahe merah. Kini berkisar Rp40 ribu-Rp45 ribu per kilogram. Sebelumnya membubung hingga Rp90 ribu per kilogram.

"Biasanya Rp30 ribuan," ucap Pepen Hendrawan (56), pedagang sayur di Pasar Jembatan Lima, Jakarta Barat, kepada Alinea.id di kiosnya, Selasa (10/2).

Pun demikian untuk bawang putih. Sekarang Rp45 ribu dari Rp60 ribu per kilogram. Sedangkan harga normalnya Rp28 ribu-Rp30 ribu per kilogram.

Tren serupa terjadi di Pasar Pejagalan, Jakarta Utara. Macam harga temulawak dan bawang putih.

"Temulawak dan bawang putih sudah normal. Sempat naik sampai Rp40 ribu per kilogram. Biasanya, kan, temulawak cuma Rp12 ribu-Rp15 ribu. Kalau bawang putih, Rp30 ribuan," tutur seorang pedagang sayur, Agung (57).

Berbeda dengan bawang bombai. Harga bumbu dapur ini masih "selangit". Mencapai Rp170 ribu per kilogram.

Kala normal, dirinya menjual Rp24 ribu per kilogram. "Dan dari sananya (Pasar Induk Kramat Jati, red), itu Rp18 ribu per kilogram," katanya.

Sponsored

Lantaran mahal, Pepen memilih tak menyetok. Termasuk beberapa pedagang sayur di Pasar Jembatan Lima. "Di sini, bawang bombai jarang dan langka," ujar dia.

Agung juga demikian. Dirinya mengaku, takberani mengecernya. "Jadi, kayak preorder aja. Kalau mau, saya ambilkan. Kalau enggak mau, ya, udah," ucapnya.

Pasar Jembatan Lima, Jakarta Barat, Selasa (10/3/2020). Alinea.id/Ardiansyah Fadli

Menurun Pepen, kenaikan ini lebih buruk daripada saat Ramadan. Pada bulan puasa, "meroketnya" harga pangan masih dapat terkontrol.

"Kalau Ramadan, rata. Naiknya semua. Tapi, kenaikannya enggak gede. Misal dari Rp40 ribu, bisa Rp50 ribu. Kalau ini, dari corona, bombai dari saya beli biasa Rp22 ribu, sampai jadi Rp130 ribu per kilonya. Kalau Ramadan, rentang naiknya paling Rp5 ribu-10 ribu," urainya.

Meski begitu, Agung mengungkapkan, masyarakat tetap memburu beberapa komoditas biofarmaka dan bumbu dapur. Apalagi, sejak masuknya coronavirus jenis anyar (Covid-19) di Tanah Air.

"Banyak yang beli. Mereka, kan, butuh. Karena corona, mereka butuh. Jadi, beli aja. Berapa pun harganya," paparnya.

Kendati demikian, dia berharap, kondisi segera normal. Pangkalnya, naiknya harga-harga bukan momentum untuk mengerek keuntungan sebesar-besarnya. Justru mengancam bisnisnya. Lantaran taksanggup membeli.

Selain tingginya permintaan publik, "terkereknya" harga bawang bombai dan bawang putih ketesediaan stok. Mengingat mayoritas kebutuhan nasional ditopang barang masuk dari luar negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 111.935 ton bawang bombai pada 2019. Nilainya US$56,59 juta.

Negara pengekspor terbesar India (45.606 ton). Disusul China (28.700 ton), Selandia Baru (26.706 ton), Belanda (9.427 ton), dan Australia (1.396 ton).

Juga bawang putih. Tahun lalu, Indonesia mengimpor sebesar 465.344 ton (US$529,965 juta). Seluruhnya didatangkan dari China.

Pemerintah belakangan menangguhkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) asal "Negeri Tirai Bambu". Pangkalnya, menjadi episentrum Covid-19.

Merujuk situs web pelacak Johns Hopkins Center for Systems Science and Engineering pada Rabu (11/3), pukul 01.25 WIB, Covid-19 telah menginfeksi 117.730 jiwa. Tertinggi di China daratan dengan 80.757 kasus.

Berita Lainnya
×
tekid