sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MNC Sekuritas: Komoditas masih tertekan, hindari saham batu bara

Harga komoditas batu bara telah mengalami penurunan sebesar 35,5% (ytd)

Annisa Saumi
Annisa Saumi Selasa, 19 Nov 2019 20:06 WIB
MNC Sekuritas: Komoditas masih tertekan, hindari saham batu bara

Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami penurunan 0,68% dari posisinya di awal tahun (year to date/ytd). IHSG pada perdagangan Selasa (19/11) tercatat berada di level 6.152, naik 0,48% dibandingkan dengan harga penutupan Senin (18/11) kemarin.

Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan ada beberapa faktor yang membuat IHSG susah mengalami penguatan. Pertama, IHSG dibayangi oleh sentimen global seperti perang dagang antara Amerika Serikat-China, belum adanya kesepakatan mengenai Brexit, dan krisis politik yang terjadi di beberapa negara di seluruh dunia.

Kedua, dari dalam negeri, Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri tersebut tercermin dari rata-rata laba bersih emiten di indeks LQ45 yang mengalami pertumbuhan negatif di 29,78% secara tahunan (year on year/yoy).

"Karena ekonomi kita dapat support dari komoditas, terutama batu bara dan CPO. Sejak tahun 2016, susah kita mengalami pertumbuhan di atas 5,5%," kata Edwin di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (19/11).

Edwin menjelaskan, harga komoditas batu bara telah mengalami penurunan sebesar 35,5% (ytd). Jatuhnya harga coal tersebut seiring dengan turunnya produk domestik bruto (PDB) China sehingga konsumsi batu bara juga mengalami penurunan sebagai dampak dari perlambatan aktivitas ekonomi baik konsumsi dan produksi.

Dengan turunnya harga batu bara tersebut, Edwin menyarankan investor untuk mengalihkan portofolio saham mereka ke emiten yang berbasis logam seperti nikel. Sebab, harga komoditas nikel terus meningkat hingga 63,56% (ytd).

Edwin memperkirakan harga komoditas nikel akan berada dalam kisaran US$13,500–US$14,250 per ton. Hal ini didorong turunnya indeks dolar AS, terjaganya suplai nikel dari Indonesia, dan turunnya pasokan nikel dari Filipina akibat penutupan beberapa tambang terkait isu lingkungan.

Sponsored
Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid