sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Nelangsa petani rakyat di negeri kaya sawit: Lempar handuk hingga bunuh diri

Petani sawit menjerit. Harga tandan buah segar (TBS) terus merosot, sementara biaya operasional lahan kian mahal.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Kamis, 30 Jun 2022 18:17 WIB
Nelangsa petani rakyat di negeri kaya sawit: Lempar handuk hingga bunuh diri

Perlu aturan batas harga TBS

Meskipun tujuan pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng merupakan hal yang mulia, namun di sisi lain tiga kebijakan, yaitu DMO, DPO dan FO justru mencederai petani, utamanya petani rakyat. Karena dengan kondisi tangki yang terus penuh, harga TBS di tingkat petani pun masih terancam melanjutkan tren penurunannya.

Hal ini kemudian diperparah oleh ulah para PKS ‘jahat’ yang sengaja menaikkan potongan timbangan mereka, untuk mendapat lebih banyak rupiah. Menurut catatan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), sejak Senin (27/6) banyak PKS yang menaikkan potongan timbangan dari yang sebelumnya rata-rata di 22 provinsi di kisaran 4%-10% menjadi 10%-25%.

Ilustrasi CPO. Foto Pixabay.

Artinya, jika petani menjual 1 ton TBS kepada PKS, dengan potongan timbangan sebesar 25%, bayaran hanya akan berlaku untuk 750 kg sawit saja. “Alasan PKS adalah karena buah banyak yang sudah lewat matang. Tentu ini sangat keterlaluan. Sudah harga TBS enggak ada, dibantai pula dengan modus potongan timbangan gila-gilaan,” keluh Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung, kepada Alinea.id, Selasa (28/6).

Dengan potongan ini, petani hanya akan mendapatkan bayaran tidak lebih dari Rp1.000 untuk per kg TBS yang dijualnya pada PKS. Padahal, banyak pula dari PKS yang tidak menerapkan harga provinsi yang sebelumnya telah disepakati maupun harga yang telah diimbau pemerintah yang sebesar Rp1.600 per kg.

Hal ini, kata Gulat terjadi karena tidak adanya aturan yang resmi mengatur harga minimum TBS. Jika pun sudah ada di tingkat pemerintah daerah, pengawasan dan hukuman bagi pelanggar hampir tidak dilaksanakan.

“Apalagi untuk harga yang ditetapkan pemerintah pusat yang sebesar Rp1.600 cuma kesepakatan rapat, jadi tidak ada suratnya,” katanya.

Sponsored

Harga TBS petani di 22 provinsi (harga disbun vs harga riil dibeli PKS). Sumber: Posko aduan kecurangan harga TBS Apkasindo di 22 provinsi dan wawancara langsung dengan Ketua DPW Apkasindo 22 provinsi.

Tidak hanya itu, bagi petani kecil yang tidak bisa menjual tandan buah mereka kepada PKS pun terpaksa menjualnya pada pengepul. Tentunya dengan harga lebih rendah dan potongan lebih banyak dari PKS. Karena bagaimanapun, pengepul juga menginginkan keuntungan dari harga jual TBS.

“Ini sama saja artinya petani enggak dapat apa-apa karena harga yang sangat rendah. Ini lah yang saya katakan sudah jatuh, tertimpa tangga lagi,” tutur Gulat.

Karena kondisi ini, kemudian banyak petani mengalami stres berat dan mencoba mencari jalan keluar dengan berkonsultasi pada Apkasindo. Gulat mencatat, hingga akhir pekan kemarin, sudah ada 120 petani anggota asosiasi yang meminta layanan konsultasi. Di mana petani paling banyak yang meminta konsultasi berasal dari daerah Sumatera.

“Info dari Bupati Bengkulu Utara, Pak Mian sudah ada dua orang yang bunuh diri karena terlilit utang. Uang bank dipakai untuk investasi, karena sawit diambrukkan, jadi kacau semua,” bebernya.

Harga TBS memang sudah jatuh terlalu dalam. Berdasarkan catatan Apkasindo, sejak sebelum berlakunya larangan ekspor CPO hingga Senin (27/6) lalu, harga sawit petani swadaya di 22 provinsi telah turun 80,11% dengan rerata harga TBS Rp845 per kg. Sedangkan untuk petani plasma, penurunannya ialah sebesar 66,10% dengan rerata harga Rp1.441 per kg TBS.

Sedangkan berdasarkan hitungan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dengan penurunan harga yang telah terjadi dua bulan belakangan, petani sawit nasional harus menanggung rugi sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per hektare per bulan. Dengan kerugian untuk seluruh petani swadaya yang ada di seluruh Indonesia mencapai Rp50 triliun dari periode April-Juni.

Ketika pasokan melimpah, petani seharusnya masih bisa mendapatkan untung meskipun harga CPO berada di level US$1.000 – US$1.500 per metrik ton (MT). Namun, pada kenyataanya yang terjadi adalah sebaliknya, Indonesia justru kehilangan kesempatan untuk mendapatkan lebih dari US$3 miliar dari hasil penjualan CPO di pasar dunia.

“Kebijakan yang ada membuat volume ekspor sudah turun sekitar 2 juta ton hanya dalam waktu 4 bulan, dari periode Januari sampai April 2022,” beber Pengamat Ekonomi Pertanian sekaligus Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung.

Agar industri serta petani sawit tak semakin terpuruk baik Tungkot dan para petani sawit berharap supaya pemerintah dapat mencabut ketiga kebijakan persawitan yang kini berlaku, yaitu DMO, DPO, dan FO. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga harus bisa menyesuaikan kembali tarif pajak ekspor, bea keluar (BK) dan juga pungutan ekspor yang berlaku saat ini.

“Tergantung harga internasional. Kalau harga internasional turun, BK dan levy diturunkan. Bahkan awal tahun 2020, BK dan levy dibuat nol karena harga CPO dunia relatif rendah. Kalau harga internasional tinggi seperti saat ini, BK dan levy dinaikkan,” jelasnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad mengatakan, pemerintah mungkin masih bisa memutus FO. Namun, akan sulit untuk menghapus kebijakan DMO dan DPO.

Karena dengan dicabutnya dua kebijakan itu akan mengakibatkan harga minyak goreng nasional kembali naik. Hal ini tentunya akan menimbulkan dilema tersendiri bagi pemerintah. “Jalan tengahnya adalah dengan menyesuaikan lagi target DMO dan tarif DPO,” katanya, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (28/6).

Untuk jangka pendek, pemerintah juga dapat menetapkan harga minimum untuk pembelian TBS petani oleh para pengusaha sekaligus juga memastikan ketersediaan kilang untuk menampung hasil panen petani. Jika perlu, pemerintah juga dapat membangun sendiri kilang untuk menampung hasil panen sawit petani.

“Jadi, ketika panen melimpah dan harga mulai turun, pemerintah bisa ikut menyerap TBS petani. Jadi kilang ini dikelola khusus oleh pemerintah,” imbuh dia.

Sebelumnya, ketika menerima audiensi asosiasi produsen minyak goreng di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah mengimbau para produsen minyak goreng tersebut agar membeli TBS petani minimal Rp1.600 per kg. “Ini paling rendah,” katanya.

Hal ini pun diamini oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan. Namun demikian, harga beli ini hanya tahap awal dari skema yang tengah disiapkan oleh Kemendag dalam misi terkait penurunan harga TBS ini.

Pada saat yang sama, pihaknya juga masih akan terus berusaha untuk menggenjot penyaluran CPO melalui program Minyakita, minyak goreng rakyat kemasan sederhana dengan harga Rp14.000 per liter. “Karena itu, kami juga meminta dukungan dari para produsen minyak goreng untuk memproduksi minyak goreng kemasan sederhana ini,” kata Oke kepada Alinea.id, Rabu (29/6).

Dengan berjalannya program ini ditambah pula ekspor yang sudah berangsur membaik sejak bulan ini, Oke optimistis jika dalam beberapa waktu ke depan harga TBS bisa kembali naik. “Kalau ekspor sudah cepat dan lancar, bisa Rp3.000 per kg,” imbuh dia.

Sementara itu, untuk menormalkan kembali harga TBS di tingkat petani, Kementerian Pertanian (Kementan) telah membentuk satuan tugas (Satgas). Di mana di dalamnya terdiri dari Kementan dan pihak pemerintah provinsi, yang bekerja sama dengan Kemendag serta berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian.

“Kami juga sudah terjun langsung ke lapangan untuk memonitor perkembangan harga TBS di petani,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Heru Triwidarto, kepada Alinea.id belum lama ini.

Dengan adanya Satgas ini, pihaknya berharap harga TBS minimal dapat kembali menyentuh level Rp3.000 per kg. Dus, untuk mencapai harga itu bukan hal yang mudah, karena penyerapan TBS harus bisa kembali normal. Pun demikian dengan penyaluran CPO serta ekspor komoditas utama nasional ini.

Sementara agar penyaluran TBS kembali normal, pasokan DMO CPO Juni di kilang-kilang pengusaha yang sebesar 300.000 ton harus dapat tersalurkan lebih dulu. “Karena kalau penyaluran minyak lancar, kebutuhan domestik dan ekspor juga akan lancar. Dengan begini pengusaha bisa menyerap TBS petani lagi dan harga (TBS) bisa naik lagi,” ujar dia.

Infografis kebijakan persawitan yang menyulitkan petani. Alinea.id/Debbie.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid