sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Imbas ekonomi global, neraca perdagangan Indonesia defisit

Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah salah satunya dengan mengeluarkan sejumlah insentif.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 17 Des 2018 15:01 WIB
Imbas ekonomi global, neraca perdagangan Indonesia defisit

Badan Pusat Stastitik merilis nilai neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 mengalami defisit tertinggi di sepanjang tahun 2018, yakni mencapai US$2,05 miliar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan akan terus mengelola akun eksternal semakin hati-hati. 

“Ekspor dipacu dari sisi daya kompetisi kita. Berbagai kebijakan untuk mendukung seperti insentif, namun kita perlu memahami dinamika pasar global sedang sangat tinggi atau tidak menentu," kata Sri Mulyani saat ditemui di kantornya pada Senin, (17/12). 

Selain itu, kata Sri, faktor ekonomi dari produktivitas ekspor masih menjadi tantangan. Beberapa komoditas Indonesia, kata dia, baik pasar untuk mengeskpor harus dilihat secara hati-hati. 

Pasalnya, berkaca pada China yang saat ini pertumbuhan ekonominya sedang mengelami penyesuaian pada internal mereka, terutama disebabkan adanya perang dagang dengan negara mitranya, Amerika Serikat.

“Kita harus melihat berbagai komoditas yang pasarnya sensitif terhadap isu-isu non ekonomi, yang menjadi penghambat ekspor kita,” ujarnya. 

Untuk diketahui, defisit yang terjadi pada November 2018 dipicu oleh defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US$1,46 miliar dan US$0,58 miliar. 

Secara kumultaif Januari-November 2018, defisit perdagangan telah mencapai US$7,52 miliar. Angka tersebut juga lebih tinggi dibandingkan Januari-November 2017 yang masih surplus US$12,08 miliar. 

Defisit terjadi karena nilai ekspor sebesar US$14,83 miliar atau turun 6,69% dibandingkan Oktober 2018. Sedangkan impor mencapai US$16,88 miliar atau turun 4,47% dari bulan sebelumnya.

Sponsored

BPS mencatat, nilai impor Indonesia pada November 2018 mencapai US$16,88 juta atau turun US$789 juta atau 4,47% dibanding Oktober 2018. 

Hal tersebut disebabkan oleh turunnya nilai impor migas sebesar US$81,7 juta atau 2,80% dan nonmigas US$707,3 juta atau 4,8%. 

Namun, secara kumulatif, sejak Januari-November 2018, nilai impor mencapai US$173,32 miliar atau meningkat 22,16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Peningkatan terjadi pada impor migas dan nonmigas masing-masing US$6.06 miliar dan US$25,38 miliar.

Lebih lanjut peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah US$2,43 miliar atau 38,98%, hasil minyak US$3,21 miliar atau 24,61%, dan gas US$407,5 juta atau 16,71%.

Pada periode Januari–November 2018, Tiongkok tetap merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$22.70 miliar, diikuti Amerika Serikat dengan nilai US$16,19 miliar, dan Jepang dengan nilai US$15,15 miliar.

Komoditas utama yang diekspor ke Tiongkok pada periode tersebut adalah lignit, batubara, dan besi/baja.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid