Neraca perdagangan Januari 2019 defisit US$1,16 miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$1,16 miliar pada Januari 2019.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$1,16 miliar pada Januari 2019. Defisit tersebut salah satunya disebabkan oleh turunnya ekspor Indonesia di awal tahun.
Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan nilai ekspor Indonesia pada Januari 2019 tercatat sebesar US$13,87 miliar atau turun 4,7% secara tahunan (year on year/yoy). Secara bulanan, jumlah ini melemah 3,24% dibanding Desember 2018 yang tercatat US$14,18 miliar.
"Penurunan ekspor terjadi karena penurunan ekspor migas sebesar 29,3% secara bulanan menjadi US$1,24 miliar," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor BPS Jakarta, Jumat (15/2).
Penurunan ekspor migas, kata Suhariyanto, terjadi karena penurunan harga komoditas terutama minyak mentah. Sementara ekspor nonmigas meningkat 0,38% menjadi US$12,63 miliar, terutama ditopang kenaikan ekspor bijih kerak dan abu logam dan bahan kimia organik.
Sementara porsi ekspor terbesar berasal dari bahan bakar mineral sebesar US$1,92 miliar atau 15,2% dari total ekspor. Kemudian, porsi ekspor lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$1,58 miliar atau 12,47%.
Ekspor nonmigas Januari 2019 terbesar adalah ke China yaitu sebesar US$1,71 miliar atau 13,52%, disusul Amerika Serikat US$1,51 miliar atau 11,97%, Jepang US$1,20 miliar atau 9,47%, sementara ekspor ke 28 negara Uni Eropa sebesar US$1,38 miliar.
"Secara tahunan, ekspor ke China dari US$1,92 miliar menjadi US$1,71 miliar. Seperti saya sebutkan sebelumnya pertumbuhan ekonomi China diperkirakan melambat," terangnya.
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari 2019 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$2,58 miliar atau 18,62%, diikuti Kalimantan Timur US$1,46 miliar atau 10,55% dan Jawa Timur US$1,43 miliar atau 10,30%.
Sementara itu, untuk nilai impor Indonesia Januari 2019 mencapai US$15,03 miliar atau turun 2,19% dibanding Desember 2018. Demikian pula jika dibanding Januari 2018 turun 1,83%.
Penurunan impor paling besar, menurut Suhariyanto, dialami oleh kelompok barang konsumsi dengan penurunan 16,75% dibanding bulan sebelumnya menjadi US$1,22 miliar. Penurunan terutama akibat berlalunya musim liburan Natal dan Tahun Baru.
"Secara tahunan, barang konsumsi turun 10,39%," tuturnya.
Sedangkan, penurunan impor nonmigas terbesar Januari 2019 dibanding Desember 2018 adalah golongan mesin/pesawat mekanik US$212,2 juta atau 8,54%, sedangkan peningkatan terbesar adalah golongan bahan kimia organik sebesar US$119,5 juta atau 25,44%.
Selain itu, secara bulanan, kelompok barang modal juga menurun sebesar 12,1% menjadi US$2,36 miliar.
"Jika dibandingkan tahun sebebelumnya, impor barang modal turun 10,39%," tambahnya.
Sementara, impor bahan baku dan barang penolong masih meningkat sebesar 2,08% dari bulan sebelumnya menjadi US$11,45 miliar.
Berdasarkan asal negara, pemasok barang impor terbesar selama Januari 2019 ditempati oleh China dengan nilai US$4,14 miliar atau 31,02%, Jepang US$1,37 miliar atau 10,28%, dan Thailand US$0,73 miliar atau 5,51%.
"Sedangkan, impor dari ASEAN tercatat sebesar 18,57%, sementara Uni Eropa sebesar 8,91%," tandasnya