sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

OJK bandingkan kredit online di Indonesia dengan negara lain

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan perbandingan industri fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia dan di negara lain. 

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Rabu, 12 Des 2018 22:42 WIB
OJK bandingkan kredit online di Indonesia dengan negara lain

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan perbandingan industri fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia dan di negara lain. 

Direktur Perizinan, Pengaturan, dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi menceritakan, industri fintech P2P lending berkembang di Indonesia sejak 2016. Awalnya, pada 2005 P2P lending pertama kali berkembang di Inggris dan kemudian menyebar ke Amerika Serikat (AS) pada 2006. 

Hadirnya industri P2P lending di kedua negara tersebut karena adanya kebutuhan unserved dari kelompok masyarakat. 

"Orang-orang di sana butuh dana dalam jumlah yang kecil dan butuh pencairan dalam waktu yang singkat. Sehingga fintech P2P lending menjadi kebutuhan di negara besar," ujar Hendrikus di kantor OJK, Jakarata Pusat, Rabu (12/12). 

Namun di Indonesia dibutuhkan oleh dua kelompok masyarakat sekaligus, yakni unserved dan unbanked. Kategori unbanked adalah orang yang butuh pendanaan, namun tidak bisa ditalangi oleh perbankan karena tidak punya jaminan. Sementara unserved, adalah orang-orang yang sudah punya jaminan, memiliki kemampuan cukup bayar. Namun, mereka butuh dana dengan waktu yang sangat cepat saat itu juga. 

"Kita menyebutnya yang unserved, adalah masyarakat yang butuh uang anytime dan anywhere," imbuhnya. 

Sayangnya, dibalik tujuan baik para penyedia pinjaman online ini, ada yang memanfaatkannya untuk hal-hal yang bisa merugikan masyarakat. Padahal sebetulnya, apabila industri fintech P2P lending ini dijalankan dengan serius sebagai industri yang positif, bisa memberikan manfaat terhadap perekonomian di Indonesia. 

Berdasarkan hasil kajian INDEF, pada Juni 2017-Juni 2018, industri P2P lending bisa menambah sekitar Rp25 triliun terhadap pertumbuhan ekonomi (GDP). Juga mampu memperkerjakan 215.000 orang. Serta menambah income para pelaku fintech sampai Rp4 triliun. 

Sponsored

Dia pun mengambil contoh, fintech P2P lending di China bermasalah, karena uang si peminjam (borrower) disalahgunakan oleh penyelenggara P2P lending (lender). 

"Kalau di Indonesia, terbalik. Fintech heboh karena peminjam gak bayar utangnya. Dua hal yang berbeda. Saya sendiri kadang harus melihat jernih persoalan ini," tuturnya. 

Berdasarkan catatan OJK sejak Desember 2016 sampai dengan Oktober 2018, Industri P2P lending sudah menyalurkan dananya sebanyak Rp15,99 triliun, dengan jumlah borrower 2,8 juta orang, dan dari 73 industri fintech P2P lending. 

Karakteristik fintech P2P lending di semua negara

Hendrikus juga menjelaskan, fintech P2P lending di Indonesia dan negara mana pun terbagi dalam tiga cluster. Mulai dari kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. 

Kelas satu adalah penyelanggara yang hanya meminjamkan kepada anggota nasabahnya saja atau dengan kata lain, ekosistem tertutup. 

Misalnya, salah satu perusahaan hanya meminjamkan dana hanya untuk ke karyawannya saja atau kepada anggota yang terdaftar di perusahaannya. 

"Kelas satu ini tidak pernah ada keluhan, karena dananya dari mereka untuk mereka," kata Hendrikus. 

Untuk kelas dua, merupakan ekosistem terbuka, tapi terbatas. Terbatasnya, karena siapapun bisa meminjam, tetapi harus ada jaminannya. Jaminan bisa berupa emas, properti, handphone, dan sebagainya. 

Nah, untuk yang sedang ramai dibicarakan oleh khalayak saat ini adalah fintech P2P lending kelas tiga. Dimana, kelas 3 ini, terbuka bagi siapa pun yang bisa meminjam, tanpa ada jaminan. 

"Inilah alasan mengapa mereka bisa mengenakan bunga tinggi. Karena siapapun bisa minjam dengan pencairan sangat cepat, tanpa jaminan. Kalau dibilang bunga fintech P2P lending ini tinggi. Mohon bijaksana melihat. Ini kelas mana, satu, dua atau tiga," paparnya. 

Khususs untuk ilegal, OJK memastikan yang saat ini sering merugikan masyarakat adalah P2P lending kelas tiga, yang memang tidak jelas siapa orang yang meminjam dan apa jaminannya. 

"Kebetulan kalau di OJK yang terdaftar kelas tiga ini jumlahnya kurang dari sepertiga, selebihnya fintech kelas satu dan dua," tukas Hendrikus.

Berita Lainnya
×
tekid