sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pakai BPRL, produktivitas capai 11 ton GKP

Hasil panen anggota Poktan Sri Rejeki sebelumnya hanya 4-7 ton GKP.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Selasa, 07 Sep 2021 18:23 WIB
Pakai BPRL, produktivitas capai 11 ton GKP

Penerapan teknologi inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) berupa budi daya padi ramah lingkungan (BPRL) di demfarm Kelompok Tani (Poktan) Sri Rejeki, Desa Jaya Laksana, Kecamatan Bunder, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berbuah manis. Pangkalnya, produktivitas naik dengan hasil panen mencapai 11 ton gabah kering panen (GKP), yang sebelumnya 4-7 ton GKP.

Hal tersebut dilaporkan peneliti sekaligus penanggung jawab kegiatan, Bambang Susanto, dalam kegiatan panen perdana kegiatan diseminasi inovasi teknologi perbenihan dan perbibitan Balitbangtan pada 29 Agustus 2021. Pun dibenarkan Ketua Poktan Sri Rejeki, Sanedi.

"Dulu di sini sebelum mengenal teknologi BPRL ini, biasanya 4 sampai 6 ton atau 7 ton GKP, sekarang bisa 11 ton GKP," kata Sanedi.

Penerapan BPRL, sambungnya, juga mendorong petani merdeka. "Petani itu harus merdeka, jangan ketergantungan produk-produk luar negeri, kayak obat-obatan begitu."

"Dengan BPRL semua kembali ke alam, jerami enggak usah dibakar, dipakai lagi aja; pupuk kita enggak usah ketergantungan dari luar, semua bisa dari pupuk hewan, pakai yang alami hasilnya malah lebih bagus," tuturnya.

Dia menerangkan, tak terlalu sulit menerapkan BPRL karena selain mendapat materi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jabar, anggota poktan juga mendapat bimbingan dari balai penyuluh pertanian (BPP) setempat.

Sementara itu, Kepala Balitbangtan Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjri Djufry, mengungkapkan, budi daya ramah lingkungan kini menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Alasannya, bertujuan mengembalikan kesuburan lahan, menjaga kelestarian alam, dan meningkatkan produktivitas.

Karenanya, dirinya mengajak petani menerapkan hasil inovasi teknologi yang telah dikeluarkan Balitbangtan. BPRL, salah satunya.

Sponsored

“Balitbangtan sangat berkomitmen dalam penyediaan inovasi teknologi pertanian untuk seluruh wilayah Indonesia. Balitbangtan memiliki inovasi teknologi pertanian dari hulu sampai hilir,” ujar Fajdry.

Usai panen, Bambang Susanto tak ragu membagikan rahasia di balik peningkatan produktivitas pada demfarm seluas 10 ha ini. Pertama, memilih benih bermutu varietas unggul (VUB) yang dihasilkan Balitbangtan, Inpari 32.

Kemudian, menerapkan sistem tanam legowo 2:1 dengan jarak tanan 30 x 15 x 50 cm. "(Lalu memakai) biodekomposer (Agrodeco), pupuk hayati (Agrimeth) sebagai seed treatmet, dan pemupukan berimbang, juga pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) menggunakan pestisida nabati bioprotektor,” imbuhnya.

Inpari 32, terangnya, merupakan varietas Balitbangtan yang dapat memberikan hasil tinggi dan tahan hawar daun bakteri. Sementara biodekomposer adalah komponen teknologi perombak bahan organik diaplikasikan 2-4 kg/ha untuk mendekomposisi 2-4 ton jerami segar yang dicampur secara merata dengan 400 liter air bersih.

Setelah itu, larutan biodekomposer disiramkan secara merata pada tunggul dan jerami pada petakan sawah. Berikutnya, digelebeg dengan traktor, tanah dibiarkan dalam kondisi lembab dan tidak tergenang minimal 7 hari. Biodekomposer mampu mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari dua bulan menjadi 3-4 minggu.

Di sisi lain, Plt. Kepala BPTP Jabar, Wiratno, mengaku resah dengan kebiasaan petani membakar Jerami. Karenanya, pihaknya masif mengampanyekan teknologi BPRL dalam dua tahun terakhir.

"Jerami-jerami yang ada memiliki potensi lebih tinggi daripada dibakar. Pengomposan jerami dengan aplikasi biodekomposer mempercepat residu organik menjadi bahan organik tanah dan membantu meningkatkan ketersediaan hara NPK di dalam tanah sehingga meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan perkembangan penyakit tular tanah," urainya. Biodekomposer yang digunakan pada kegiatan ini adalah Agrodeco dengan dosis 2-3 kg/ha.

Selanjutnya, pengaplikasian Agrimeth atau pupuk hayati berbasis mikroba non-patogenik yang berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah melalui beberapa aktivitas yang dihasilkan mikroba, di antaranya menambat nitrogen, melarutkan fosfat sukar larut dan menghasilkan fitohormon (zat pemacu tumbuh tanaman).

Bambang melanjutkan, pupuk hayati hanya diaplikasikan sekali selama kegiatan, saat benih akan disemai. Teknik penggunaannya, benih padi yang telah direndam dan diperam selama 24 jam lalu ditiriskan (kondisi lembab) dan dicampur pupuk hayati.

Berikutnya, mencampur benih dengan pupuk hayati di tempat yang teduh. Setelah itu, benih padi yang telah dicampur pupuk hayati segera disemai. Upayakan tidak ditunda lebih dari 3 jam dan tak terkena paparan sinar matahari agar tidak mematikan mikroba yang melekat di permukaan benih.

Pengaplikasian teknologi yang terakhir adalah  pestisida nabati bioprotektor, yang berbahan aktif senyawa eugenol, sitronellal, dan geraniol untuk mengatasi serangan hama wereng batang cokelat (Nillaparvata lugens). Bioprotektor, yang merupakan hasil invensi Dr Wiratno, juga dapat mengendalikan hama Thrips, kutu kebul (Bemisia tabaci), nematoda (Meloydogyne sp), keong mas (Pomacea sp), tungau (Tetranychus sp), dan walang sangit (Leptocorisa oratorius). 

"Bioprotektor juga dapat mengendalikan jamur patogen tanaman, seperti Fusarium sp dan Phythopthora spp. Secara umum, bioproktektor dapat berperan sebagai insektisida, nematisida, fungisida, maupun moluskisida. Aplikasi pestisida nabati bioprotektor dapat menjaga kelestarian serangga berguna seperti serangga penyerbuk dan musuh alami," paparnya. "Dengan menerapkan ini, kita semua turut serta menjaga kelestarian alam dan lingkungan kita."

Berita Lainnya
×
tekid