sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PDIP sebut langkah-langkah salah yang bikin remuk Jiwasraya sejak 1998

Jiwasraya memanipulasi laporan keuangan yang membuat mereka tetap mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian dari Kantor Akuntan Publik.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 29 Des 2019 16:13 WIB
PDIP sebut langkah-langkah salah yang bikin remuk Jiwasraya sejak 1998

Politikus PDIP Deddy Sitorus menyatakan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Tbk telah melakukan sejumlah langkah salah sejak awal reformasi, yang membuat perusahaan gagal bayar atau default. Gagal bayar perusahaan atas polis produk JS Saving Plan mencapai Rp12,4 triliun.

Menurut Deddy, persoalan Jiwasraya dimulai saat perusahaan asuransi pelat merah itu mencairkan deposito berbentuk valuta asing pada 1998. Padahal saat itu, kurs rupiah sedang terjun bebas.

"Jadi remuklah dia dengan langkah itu," katanya dalam sebuah diskusi publik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (29/12).

Anggota Komisi VI DPR RI mengatakan, masalah Jiwasraya baru terdeteksi pada 2006, saat perusahaan diketahui mengalami defisit Rp3,29 triliun. Bukan membaik, kinerja perusahaan justru terus memburuk.

"Lalu mereka mengalami lagi tahun 2008, terus persoalan lagi 2009. Sehingga bila dibuat kurun waktu, 2006, 2008 dan 2009, kondisinya memang sudah tidak sehat. Terlebih mereka melakukan manipulasi laporan keuangan," katanya.

Manipulasi laporan keuangan atau window dressing, dilakukan untuk menyembunyikan persoalan yang dialami Jiwasraya. Hal ini membuat mereka tetap mendapat status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengurus laporan keuangan Jiwasraya.

"Itu baru terungkap ketika jajaran direksi sekarang ini meminta KAP PwC (PricewaterhouseCoopers) untuk melakukan audit, di situlah boroknya Jiwasraya kelihatan," kata Deddy.

Kondisi ini diperparah ketika perseroan mengeluarkan produk asuransi bernama JS Saving Plan pada 2013. Produk tersebut dinilai riskan karena return dan depositonya tak seimbang.

Sponsored

"Mereka diwajibkan tidak boleh memastikan persentase keuntungan, tapi yang dia keluarkan itu fix 9 sampai 13%, sementara diinvestasikan itu uang atau premi itu ke portofolio yang hasilnya tidak pasti," ujarnya.

Kemudian pada 2016, perusahaan pelat merah tersebut mendapatkan premi sebesar Rp17,6 triliun. Jiwasraya melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan lebih besar guna membayar nasabah. Namun hingga saat ini, mereka tak mampu memenuhi kewajiban meski jatuh tempo pada 2018.

"Itu semua juga karena uang yang didapat ini diputar pada saham-saham yang ngawur, saham gorengan. Jadi mereka dijanjikan 6,5% keuntungan, dia harus membukukan penghasilan 10% atau 12 % dari investasinya. Nah itu tidak terjadi, makanya defisit," ucap Deddy.

Berita Lainnya
×
tekid