sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pembangunan infrastruktur oleh Jokowi belum cukup angkat daya saing Indonesia

Indonesia mengalami penurunan dalam daftar peringkat daya saing dunia.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Kamis, 24 Mei 2018 15:23 WIB
Pembangunan infrastruktur oleh Jokowi belum cukup angkat daya saing Indonesia

Daya saing Indonesia mengalami penurunan di pentas dunia. Laporan tahunan Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Centre, menyebut daya saing Indonesia saat ini berada di peringkat 43, turun satu peringkat dari tahun sebelumnya. 

Fakta ini menunjukkan kerja Presiden Joko Widodo yang giat membangun infrastruktur, masih kurang keras sehingga belum membuahkan hasil. Sebab menurut IMD, penurunan peringkat ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur. 

Di Asia, selain Taiwan, ada Taiwan (peringkat 17), Thailand (30) dan Filipina (50) yang mengalami nasib sama dan butuh membangun lebih banyak infrastruktur. Filipina mengalami penurunan paling signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya, yaitu turun 9 peringkat.

Hongkong meski mengalami penurunan peringkat, masih berada di posisi teratas tak cuma di Asia, tapi juga dunia bersama Singapura. Jepang (peringkat 25), Republik Korea (27), Malaysia (22) dan India (44), semuanya mengalami peningkatan peringkat. Bagitu juga Australia (19) yang mengalami kenaikan dua peringkat.

Adapun lima negara dengan daya saing paling kompetitif di dunia adalah Amerika Serikat diperingkat pertama, diikuti oleh Hong Kong, Singapura, Belanda, dan Swiss. 

"Amerika Serikat naik tiga peringkat dari posisi dari tahun lalu, sementara Hong Kong turun satu posisi dan Singapura tetap ke-3. Kembalinya Amerika Serikat diposisi teratas didorong oleh kekuatannya dalam kinerja ekonomi dan infrastruktur," ujar Direktur IMD World Competitiveness Center, Professor Arturo Bris dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis (24/5).

Menurutnya, penilaian terhadap tiap-tiap negara dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Pada Hongkong, IMD melihat bagaimana mereka memanfaatkan pemerintahan dan cara mereka dalam mengefisiensi bisnisnya.

Kemampuan Belanda bergerak satu tempat ke posisi keempat, bertukar dengan Swiss yang bergerak ke posisi ke-5, menunjukkan negara dengan daya saing yang seimbang, baik dalam kinerja ekonomi, pemerintah, dan efisiensi bisnis. 

Sponsored

"Swiss turun peringkat terutama disebabkan oleh perlambatan ekspor dan pada tingkat yang lebih rendah, yaitu meningkatnya persepsi tentang ancaman relokasi fasilitas Research and Development," jelas Bris.

Tempat-tempat yang tersisa di 10 besar ditempati oleh negara-negara Nordik (Eropa Timur dan Atlantik Utara), diantaranya Denmark, Norwegia dan Swedia, maising-masing berada di peringkat ke-6, 8, dan 9. Uni Emirat Arab di posisi ke-7 dan Kanada menutup peringkat teratas atau di posisi ke-10

Negara-negara tersebut, kata Bris, menunjukkan kinerja yang kuat dalam keseluruhan produktivitas sektor swasta dan praktik manajemennya. 

Ekonomi berkinerja tinggi lainnya, yaitu Austria (18) dan China (13). Bris mengutarakan, pertumbuhan ekonomi, pengurangan utang pemerintah, dan peningkatan produktivitas bisnis, memungkinkan Austria untuk naik peringkat. Sementara China, dinilai dari investasi dalam infrastruktur fisik dan tidak berwujud, serta perbaikan pada beberapa aspek kelembagaan, seperti kerangka hukum dan peraturan.

Bris mencatat, hasil dari kerangka penilaian daya saing di tiap-tiap negara menjadi sangat krusial. Masing-masing negara memiliki cara yang berbeda dalam mentransformasikan daya saing.

"Negara-negara di ranking teratas telah melakukan peningkatan daya saing dengan beragam. Misalnya dengan mendorong sektor ekonomi yang bisa membangun strategi daya saingnya di sektor infrastruktur, juga dengan melalui efisiensi manajemen pemerintahan masing-masing negara," terang Bris.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid