sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemerintah masih kaji pungutan ekspor CPO

Pemerintah masih mengkaji kembali aturan pengenaan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 25 Feb 2019 14:48 WIB
Pemerintah masih kaji pungutan ekspor CPO

Pemerintah masih mengkaji kembali aturan pengenaan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Sebelumnya, Kementerian Keuangan berencana membebaskan pungutan eskpor CPO dari tarif US$50 per ton. Pasalnya, harga  CPO sedang anjlok. 

Aturan itu tercantum dalam PMK 152/2018 tentang tarif layanan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) yang diterbitkan pada 4 Desember 2018. 

Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian Musdhalifah Machmud mengatakan keputusan itu masih harus melewati beberapa kajian menyeluruh dari hulu hingga ke hilir. Pasalnya, harga CPO masih mengamali fluktuasi.

"Kami masih harus menganalisis, karena belum siap untuk diterapkan,” ujar Musdhalifah di Jakarta, Senin (25/2).

Dalam PMK 152/2018, ditetapkan bahwa pemerintah membebaskan pungutan ekspor CPO jika harga beserta turunnanya berada di bawah US$570 per ton. 

Tarif akan dikenakan bervariasi antara US$10 sampai US$25 per ton jika harga CPO mulai perlahan bangkit di kisaran harga US$570 per ton hingga US$619 per ton.

Berdasarkan riset yang dilakukan Alinea.id pada laman resmi Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), harga CPO sampai pada 15 Februari 2018 mencapai US$527 per ton. 

Sponsored

Sementara itu, Ketua Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS) Rusman Heriawan mengatakan apabila pemerintah ingin menetapkan kembali pungutan ekspor sawit kepada pengusaha, sebaiknya juga memperhitungkan harga tandan buah segar (TBS) agar pelaku usaha tidak menekan harga ke petani. 

"Kita mau lihat kepentingan petani. Kami sedang melakukan kajian cepat harga ideal untuk TBS,” kata Rusman.

Saat ini, menurut Rusman, harga TBS sekitar Rp1.400/kg dinilai tidak menguntungkan bagi petani. Pelaku usaha pun, kata Rusman, masih mempertimbangkan berbagai hal lainnya, agar semuanya tidak merasa dirugikan. 

"Antara lain sistem kuota (hasil tani) dan sebagainya. Harga TBS akan menentukan, meskipun tidak ada di PMK, karena kebijakan ini kan (seharusnya) untuk petani, dibuat supaya harga TBS naik," ujarnya. 

Berita Lainnya
×
tekid