Pemprov Kaltim tunggu sertifikasi lahan KEK MBTK
Padahal sudah banyak investor yang melirik KEK MBTK.
Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di kawasan Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur ditargetkan bisa beroperasi awal 2019. Sampai saat ini pemerintah provinsi Kalimantan Timur masih menunggu sertifikasi lahan dari Badan Pertahanan Nasional (BPN).
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan untuk pengembangan KEK MBTK saat ini masih tahap penyelesaian dan meminta batas waktu untuk peresmian.
"Masalah lahan sudah tidak masalah. Persoalan sertifikasinya belum diterbitkan oleh BPN. Kalau dari kami sudah tidak masalah," ujar Isran usai menghadiri rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian, Kamis (27/12).
Kendati demikian, BPN belum memberi jawaban yang pasti kapan sertifikasi lahan itu bisa diterbitkan. Hal itu membuat investor menunda berinvestasi di KEK MBTK tersebut.
"Statusnya belum jelas, maka investornya juga mikir. Kalau sudah jelas, tidak masalah. Investor bukan masalah lahan dia, tapi status lahan," tutur dia.
Padahal sudah banyak investor yang melirik KEK MBTK. Rata-rata investor ingin membangun beberapa industri, seperti pelabuhan, pengolahan kelapa sawit (crude palm oil/CPO) ke hilirnya. Pihaknya bersama pemerintah pusat terus mengevaluasi industri yang diajukan masing-masing investor, seperti pengusaha batubara dari Korea dan China.
Seperti diketahui, seharusnya KEK MBTK bisa beroperasi pada pertengahan 2018. KEK MBTK juga ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2014 dengan total luas area sebesar 557,34 hektare.
KEK MBTK diharapkan dapat mendorong penciptaan nilai tambah melalui industrialisasi atas berbagai komoditi di wilayah tersebut.
Berdasarkan keunggulan geostrategis wilayah Kutai Timur, KEK MBTK akan menjadi pusat pengolahan kelapa sawit dan produk turunannya, serta pusat bagi industri energi seperti industri mineral, gas dan batu bara.
Hingga 2025, KEK yang ditetapkan pada bulan Oktober 2014 ini ditargetkan dapat menarik investasi sebesar Rp34,3 triliun dan meningkatkan PDRB Kutai Timur hingga Rp4,67 triliun per tahunnya.