sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pendapatan negara baru 54% dari target 2019

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pendapatan negara hingga Agustus 2019 hanya mencapai Rp1.189,28 triliun.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Selasa, 24 Sep 2019 21:00 WIB
Pendapatan negara baru 54% dari target 2019

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pendapatan negara hingga Agustus 2019 hanya mencapai Rp1.189,28 triliun atau 54,93% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp2.165,11 triliun.

Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 60,85% atau sebesar 1.152,88 triliun dari target APBN 2018 sebesar 1.894,72 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan, penurunan pendapatan negara didorong oleh penurunan penerimaan dari sisi pajak yang terpapar pelemahan ekonomi global.

"Kondisi perekonomian global membuat kegiatan ekonomi mengalami perlemahan dan berdampak pada penerimaan pajak," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Selasa (24/9).

Dalam APBN Kita disebutkan, penerimaan pajak pertambahan nilai dalam negeri mengalami penurunan minus hingga 6,47% atau Rp167,63 triliun. Hal serupa juga terjadi untuk pajak atas impor yang minus sebesar 4,26% atau sebesar Rp150,89 triliun.

"Disebabkan karena masih mengalami tekanan diakibatkan naiknya jumlah restitusi," ucapnya.

Sementara, penerimaan pajak penghasilan migas juga mengalami penurunan 6,22% secara tahunan. Hal ini disebabkan oleh faktor eksternal yang masih bergejolak.

"Sejalan dengan penurunan harga minyak mentah dan lifting migas," tuturnya.
 
Tak hanya itu, penerimaan pajak dari sisi impor juga terjadi mengalami penurunan sebesar 6,03% (yoy) atau hanya Rp111,22 triliun. Namun penurunan impor masih sedikit moderat terhadap jenis pajak PPh Pasal 22 impor yang masih dapat tumbuh 0,56%.

Sponsored

"Didorong oleh penerapan kenaikan tarif yang mulai berlaku pada bulan September 2018," tambahnya.

Belanja negara

Sementara itu, realisasi belanja hingga Agustus 2019 sebesar Rp1.388,3 triliun atau 56,4% dari target APBN, angka itu tumbuh 6,5% dibandingkan periode yang sama pada 2018.

“Terjadi pertumbuhan belanja negara 6,% di mana belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp481,7 triliun atau tumbuh 9%, dan belanja non K/L Rp376 triliun atau tumbuh 4,3%,” katanya.

Menurutnya, hal tersebut menandakan bahwa pendapatan negara mulai melemah yang juga disertai dengan penerimaan perpajakan hingga akhir Agustus 2019 sebesar Rp920,2 triliun atau tumbuh 1,4%, namun lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama pada 2018 yaitu sebesar 16,5%.

Serapan subsidi

Di sisi lain, realisasi subsidi hingga Agustus 2019 baru mencapai Rp103,46 triliun atau 46,10% dari pagu yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp224,32 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan penurunan realisasi subsidi terjadi di energi dan nonenergi. Untuk energi realisasinya hingga Agustus 2019 masih rendah baru mencapai Rp75,42 triliun atau 47,14% dari APBN.

"Hal ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi harga minyak mentah atau ICP dibandingkan dengan asumsi APBN," katanya dia.

Sri menjelaskan, dalam asumsi APBN harga minyak mentah dipatok sebesar US$70 per barel. Sedangkan realisasinya hanya US$62,18 per barel.

Di samping itu, nilai tukar rupiah yang terapresiasi ke angka Rp14.182 per dolar juga turut berkontribusi terhadap rendahnya realisasi subsidi hingga Agustus tahun ini. 

"Padahal, pemerintah mengasumsikan di APBN 2019 rupiah akan terkoreksi di angka Rp15.000 per dolar," ujarnya.

Sementara, untuk subsidi nonenergi, realisasinya hingga Agustus 2019 sebesar Rp28,03 triliun atau 43,56% dari APBN 2019.

"Utamanya terjadi pada public service obligation (PSO) sebesar Rp1,63 triliun dan subsidi kredit program sebesar Rp4,85 triliun," kata Sri.

Dia pun menjelaskan realisasi subsidi tersebut telah memperhitungkan pembayaran atas volume BBM dan LPG 3 kg serta listrik yang disalurkan dari Januari hingga Juli 2019.

Realisasi subsidi untuk BBM dan LPG 3 kg mencapai Rp44,52 triliun dan realisasi untuk listrik mencapai Rp30,89 triliun.

"Rendahnya realisasi tersebut antara lain juga dipengaruhi oleh lambatnya penagihan dan proses verifikasi yang menjadi dasar pembayaran subsidi," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid