sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat sebut food estate berdampak negatif pada lingkungan

Kebijakan ini akan menyebabkan berkurangnya luas hutan alam, hingga hampir tiga kali luas Pulau Bali.

Silvia Nita Nur Aryanti
Silvia Nita Nur Aryanti Kamis, 25 Feb 2021 10:20 WIB
Pengamat sebut food estate berdampak negatif pada lingkungan

Masa depan ekonomi Indonesia akan tangguh jika ekologi Indonesia kuat. Itu artinya, hutan alam dan lahan gambut, tidak lagi dikonversi secara besar-besaran hanya untuk kepentingan pembangunan termasuk food estate sebagai upaya antisipasi dampak pandemi.

“Kami percaya bahwa dalam jangka panjang, pangan, dan pertanian Indonesia akan selamat kalau hutan alam dan lahan gambut juga selamat.” ujar KM Manager Madani, Anggalia Putri, dalam webinar, Rabu (24/2).

Kebijakan food estate dinilainya, mendapatkan posisi istimewa dari negara. Sebab, masuk sebagai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sebagai Program Strategis Nasional (PSN) dalam perpes proyek untuk empat tahun ke depan, dan terakhir menjadi Proyek Prioritas (Prop) yang diselenggarakan pada tahun ini.

Tetapi sayangnya kebijakan ini akan menyebabkan berkurangnya luas hutan alam, hingga hampir tiga kali luas Pulau Bali. Wilayah paling luas yang terdampak, yaitu Papua dengan persentase 88% atau 1,38 juta hektare.

Untuk itu, Yayasan Madani berharap, pemerintah mengeluarkan hutan alam, ekosistem gambut, dan wilayah masyarakat adat dan lokal dari Area of Interest (AoI) food estate. Tujuannya supaya Indonesia dapat terus komitmen mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim dan juga tidak ada konflik berkelanjutan antar suku adat tertentu.

Direktur Eksekutif Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) IPB Rizaldi Boer menambahkan, wilayah atau daerah yang menjadi sasaran food estate, yaitu hutan alam mencapai 1,5 juta hektare.

Wilayah food estate terbagi di wilayah Papua dengan persentase 87,8% dan Kalimantan Tengah 9,4%. Sementara lahan gambut cukup luas melebihi 1 juta lebih.

“Masuknya pembangunan pangan di wilayah AoI ini, masih dalam tahap pembangunan,” ujar Rizaldi

Sponsored

Di sisi lain, pemerintah Indonesia telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca. Komitmen ini telah tertuang dalam dokumen NDC yang merupakan tindak lanjut Paris Agreement yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Dalam penyampaian First Nationally Determined Contribution disebutkan target penurunan emisi Indonesia hingga 2030 sebesar 29%, dari Bussiness as Usual (BAU) dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional.

Dalam NDC tersebut juga menyebutkan, penurunan emisi di Indonesia berfokus pada lima sektor yang berkontribusi dalam upaya penurunan emisi GRK dari BAU 2030, yaitu sektor energi, industri, kehutanan, pertanian dan limbah.

“Dengan adanya food estate tentunya akan semakin berat untuk Indonesia mencapai target NDC. Untuk mencapai target NDC, Indonesia masih punya kuota 7,65 juta ha. Angka tersebut adalah akumulatif deforestasi dari 2013-2030. Bila kita ingin mencapai target NDC yang 29%, maka deforestasi jangan melebihi angka tersebut,” jelas Rizal.

Dilihat dari data pada 2017, luas HGU dan HTI yang sudah dikelola baru mencapai 1,570 juta ha. Luasan ini masih rendah dari target (1,656 juta ha CM1 dan 2). Sementara pada gambut sekitar 0,197 juta ha dan harus direstorasi, jika tidak perbaikan tata air akan berkurang menjadi 1,273 juta ha.

“Kesimpulannya, berdasarkan data-data yang telah diuraikan dan jika tidak adanya perubahan, saya rasa, akan mengancam target-target yang sudah ditetapkan NDC dan pemerintah. Khususnya komitmen dalam penanganan perubahan iklim,” jelasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid