sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat: Tantangan Komisioner OJK yang baru sungguh berat

Terutama di sektor pengawasan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB). Di sektor ini, OJK masih harus berkonsentrasi penuh.

Hermansah
Hermansah Senin, 11 Apr 2022 07:18 WIB
Pengamat: Tantangan Komisioner OJK yang baru sungguh berat

Ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan pada 2011, salah satu tujuannya adalah melakukan pengawasan terintegrasi. Termasuk pengawasan konglomerasi dan sifatnya independen, mikroprudential. Sementara pengawasan makroprudential diserahkan ke Bank Indonesia.

OJK mempunyai lingkup pengawasan dan melindungi sektor jasa keuangan, termasuk perbankan, multifinance, asuransi, dana pensiun, perusahaan sekuritas dan pinjaman online. Disamping itu OJK juga anak kandung Reformasi 1998.

Pemred Infobank/Associate Indef Eko B Supriyanto mengatakan, figur Ketua OJK terpilih yang masih menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, sebetulnya lebih pada pengaruh kekuasaan politik ketimbang profesionalitas dan background kinerja.

"Politik selalu menang dari orang-orang intelektual, profesional, dan politik selalu menang," kata dia dalam sebuah diskusi online, Minggu (11/4) 

Padahal menurutnya, tantangan OJK sekarang sungguh berat, terutama di sektor pengawasan Institusi Keuangan Non Bank (IKNB). Untuk sektor pasar modal dan perbankan OJK boleh disebut relatif berhasil karena mampu meningkatkan jumlah investor. Harga saham juga relatif baik, begitu pula dengan disiplin pasar terhadap para oknum yang nakal. Namun di sektor IKNB, OJK masih harus berkonsentrasi penuh.

"Hampir di semua sektor IKNB kini bermasalah. Contohnya asuransi Bumiputera yang “hidup segan mati tak mau”. Juga ada likuidasi asuransi Wana Artha, dan soal multifinance dengan debt collector serta pinjol. Tuyul digital juga jadi masalah dengan beberapa variannya. Ada tuyul digital (binary option, aset kripto, money game), pesugihan online, begal digital jenis cybercrime dan rentenir online/pinjol. Itu semua menjadi PR besar OJK saat ini untuk membenahinya. Termasuk diskusi soal kewenangan OJK di IKNB," papar dia.

Sementara peneliti Indef Eisha Maghfiruha Rachbini mengaku, dengan berkembangnya digitalisasi dan peran media online, mengharuskan sosialisasi menjadi poin penting untuk mencegah terjadinya penipuan investasi. Makanya semua pemangku kebijakan harus duduk bersama.

"Ada dua sisi mata uang terhadap dampak perkembangan teknologi digital. Pertama, fintech memberikan dampak bagus bagi perekonomian, misalnya kemudahan dalam permodalan bagi UMKM. Investasi masyarakat menjadi terbuka. Kedua, perlu meningkatkan literasi keuangan masyarakat yang masih rendah yang hanya 38%. Dari 100 orang hanya 38 orang yang memiliki kemampuan literasi produk keuangan yang baik. Paham terhadap produk, manfaat dan risiko produk-produk keuangan," papar dia.

Sponsored

Sementara peneliti Indef lainnya Izzudin Al Farras A menambahkan, dampak dari lemahnya literasi digital keuangan sebagai efek dari perkembangan teknologi digital adalah ketidaktahuan masyarakat terhadap aspek 3 L dalam transaksi keuangan digital yakni Legal, Learn, Logic.

Legal menyangkut aspek hukum dan sahnya produk atau institusi fintech. Learn, aspek pemahaman di mana masyarakat harus lebih memahami produk keuangan digital, manfaat dan risiko produk keuangan. Logic, soal logis tidaknya produk yang menawarkan laba sekian ratus persen dalam waktu singkat. Hal-hal itu sayangnya yang tidak diketahui masyarakat. Kelemahan riset mendalam terhadap produk keuangan juga menjadi salah titik lemah.

"Sebenarnya secara literasi digital Indonesia dibandingkan negara-negara G20 berada pada peringkat 12. Peringkat literasi produk keuangan pada posisi 38 namun peringkat inklusi keuangan pada posisi 73. Masih perlu banyak pembenahan lintas sektor," tutur dia.

Berita Lainnya
×
tekid