sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penipuan binary option bukan semata kesalahan influencer, tetapi lemahnya pengawasan pemerintah

Masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Minggu, 13 Feb 2022 14:45 WIB
Penipuan binary option bukan semata kesalahan influencer, tetapi lemahnya pengawasan pemerintah

Kasus dugaan penipuan binary option tak sepenuhnya kesalahan influencer atau afiliator semata. Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda dugaan kasus penipuan ini tak lepas dari lemahnya pengawasan awal pemerintah.

Menurut Nairul, saat ini regulasi di Tanah Air belum mengatur perihal influencer atau seseorang yang mempromosikan aplikasi trading ilegal. Sehingga, platform trading ilegal ini dapat dengan leluasa membayar atau menyewa influencer ini untuk mempromosikan produknya.

"Selain itu, aturan seseorang menyebarkan berita bohong ataupun platform yang terindikasi penipuan di internet belum kuat. Para penipu berani menyewa influencer untuk mengiklankan platform penipu itu," ujar Nairul dalam keterangannya, Minggu (13/2).

Nairul menegaskan, banyaknya nasabah yang merasa tertipu dari kasus binary options ini disebabkan oleh kurangnya literasi digital dan literasi keuangan masyarakat. Kemudian, masyarakat juga tergiur keuntungan yang besar dengan cara yang relatif instan tanpa mempertimbangan risikonya.

"Ada dua sisi kenapa masyarakat kita mencoba-coba jenis investasi yang tidak sedikit ternyata ilegal. Sisi pertama dari sisi masyarakatnya yang ingin mendapatkan keuntungan secara kilat namun tidak memiliki literasi digital dan keuangan yang kuat," katanya.

Dia menjelaskan, masyarakat yang memiliki literasi keuangan dan digital yang rendah ini menjadi sasaran empuk dari penjaja investasi bodong. Tercatat, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 38,03% dan indeks literasi digital Indonesia berada di level 3,49 pada 2021.

"Literasi digital kita terhitung masih buruk yang dapat dilihat dari semakin maraknya kasus pencurian data digital hingga penipuan online. Literasi keuangan juga masih sangat rendah," ujarnya.

Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan indeks literasi keuangan dan digital masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah.

Sponsored

"Financial knowledge masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Dari sini kita sudah bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia merupakan sasaran empuk para penipu berkedok investasi, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan menyebut pihaknya telah memeriksa delapan orang yang menjadi korban investasi bodong berkedok aplikasi trading binary option Binomo. Polisi menduga para korban mengalami kerugian yang jika digabungkan mencapai sekitar Rp3,8 miliar.

Menurut Whisnu, para korban mengaku tertipu akibat melihat promosi yang dilakukan Indra Kenz di media sosial Youtube, Instagram, Telegram dengan menawarkan keuntungan melalui aplikasi trading Binomo (binary option) bahwa Binomo sudah Legal dan resmi di Indonesia.

Para korban, kata dia, mengklaim telah dijanjikan keuntungan sebesar 80% sampai 85% dari nilai atau dana buka perdagangan yang ditentukan setiap trader atau korban.

Whisnu mengatakan, pihaknya mendalami dugaan tindak pidana judi online dan atau penyebaran berita bohong atau hoaks melalui media elektronik dan atau penipuan/perbuatan curang dan atau tindak pidana pencucian uang oleh yang diduga dilakukan Indra Kenz selaku terlapor dan kawan-kawannya. 

Berita Lainnya
×
tekid