sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perang dagang bisa jadi berkah ekonomi Indonesia

Demi mendapat ceruk pasar AS, jangan cuman sekedar ekspor tapi juga mesti impor.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Sabtu, 22 Jun 2019 07:00 WIB
Perang dagang bisa jadi berkah ekonomi Indonesia

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester dua tahun 2019 dapat tumbuh di atas 5%.

“Kami masih memegang proyeksi pertumbuhan kita 5% sampai 5,4%. Meskipun ada risiko di 5,2% atau berada di tengah. Pada tahun depan kami perkirakan tumbuh 5,1% sampai 5,5%,” ucapnya di Bank Indonesia, Jumat (21/6).

Pertumbuhan ekonomi pada semester dua akan didorong dengan sejumlah stimulus pertumbuhan ekonomi, baik di moneter maupun mikro. Salah satunya dengan memacu ekspor. 

Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China, sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah. Caranya dengan mendorong ekspor garmen, elektronik, furnitur, besi baja, dan juga barang kimia.

“Perang dagang sebenarnya tetap ada peluang untuk memanfaatkan pasar Amerika yang selama ini dipasok oleh Tiongkok. Ini sedang diidentifikasi pemerintah untuk dimanfaatkan,” papar Perry. 

Hanya saja pendekatannya harus pas dengan AS. Diakui Perry, pemerintah tidak hanya bisa sekedar mendorong ekspor tanpa membeli. Makanya, pemerintah mesti melakukan impor terhadap sejumlah barang yang dibutuhkan. 

Bila pemerintah bisa memacu ekspor dan mampu mengambil ceruk pasar China dari AS, maka BI optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia di sisa kuartal. 

Selain memacu ekspor, hal lain yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi adalah meningkatkan sinergi antara pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dunia usaha dan swasta.

Sponsored

Mendorong pertumbuhan industri manufaktur serta memfasilitasi perkembangan industri usaha menengah kecil mikro (UMKM) juga bagian dari strategi mendorong pertumbuhan ekonomi. Memaksimalkan potensi manufaktur, mendorong UMKM dapat dilakukan selain membangun sejumlah infrastruktur. 

Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih terus memantau dinamika kondisi geopolitik dan ekonomi global. Menkeu memastikan hal tersebut dilakukan agar tidak berdampak negatif kepada kinerja ekonomi dalam negeri.

Situasi perang dagang antara AS dengan China belum memberikan kejelasan terhadap kinerja perdagangan global.

"Di satu sisi volatilitas mereda, tapi dari sisi eksekutif, eskalasi perang dagang meningkat," ujar Sri Mulyani.

Untuk itu, ia mengharapkan adanya hasil positif dari pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dalam pertemuan G20 di Jepang.

Dua peristiwa yang mempengaruhi kondisi global ini terus menjadi perhatian Indonesia terutama perang dagang yang menjadi penyebab lesunya kinerja ekspor maupun impor.

Lesunya perdagangan nasional ini bahkan telah memberikan dampak kepada perlambatan pertumbuhan penerimaan perpajakan hingga akhir Mei 2019. Hampir seluruh komponen penerimaan pajak tumbuh melambat kecuali penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Orang Pribadi.

Dalam menghadapi kondisi ini, Sri Mulyani memastikan adanya pengelolaan keuangan negara secara hati-hati, terukur dan transparan guna menjaga APBN tetap kredibel.

Salah satunya dengan menjaga defisit anggaran tidak melebihi target yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp296 triliun atau 1,84 persen terhadap PDB. (Ant)
 

Berita Lainnya
×
tekid