sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Permintaan produk herbal UMKM meningkat imbas coronavirus

Bahan minuman yang berbasis herbal seperti jahe merah laku di pasaran.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 09 Mar 2020 19:28 WIB
Permintaan produk herbal UMKM meningkat imbas coronavirus

Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menyatakan wabah coronavirus membawa untung bagi pelaku UMKM. Menkop dan UMKM Teten Masduki megungkapkan permintaan untuk produk UMKM berupa obat herbal meningkat seiring penyebaran coronavirus.

"Sekarang produk herbal, apalagi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan seperti jahe merah, bahan minuman yang berbasis herbal, itu permintaan pasarnya meningkat," kata Teten di Gedung Smesco, Jakarta, Senin (9/3).

Teten mengatakan tantangan dalam bisnis ini adalah melakukan integrasi dan pengawasan pasar. Sebab, menurut dia, harga produk herbal di beberapa daerah masih sangat rendah.

"Jadi momennya sekarang adalah konsolidasi di hulunya juga, di produsen, para petani herbal ya," ujar Teten.

Sementara itu, Teten mengatakan UMKM sektor pariwisata justru terpukul dengan adanya coronavirus. Untuk itu, ke depan, pemerintah akan berupaya meningkatkan daya beli masyarakat. 

Teten menyebut skema yang diterapkan di Thailand bisa diadaptasi di Indonesia. Negeri Gajah Putih yang juga terimbas coronavirus, kata Teten, menggeser strategi pariwisatanya ke makanan, belanja, dan meeting.

"Skema subsidi pemerintah untuk konsumen yang beli dan makan di warung UMKM dapat cash back, kita bisa tiru itu," tutur dia.

Omnibus Law

Sponsored

Di sisi lain, Teten mengatakan sektor UMKM masih menanti Omnibus Law Cipta Kerja yang bisa mendongkrak bisnis ini. Menurut dia, undang-undang sapu jagat ini akan memudahkan pelaku UMKM dalam berusaha. UMKM akan mendapatkan kemudahan mengurus izin karena status mereka tak disamakan lagi dengan korporasi biasa.

"Di Omnibus Law ada kemudahan perizinan, salah satunya registrasi cukup satu Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk semua urusan," kata Teten.

Teten menjabarkan, selama ini, Kementerian Koperasi dan UMKM mengidentifikasi beberapa persoalan yang selama ini muncul di sektor Koperasi dan UMKM. Persoalan-persoalan tersebut adalah kesulitan perizinan UMKM, kesulitan mendirikan koeprasi, kesuitan membangun kemitraan UKM, kesulitan pembiayaan, dan kesulitan akses pasar.

Menurut Teten, rancangan undang-undang Omnibus Law ini mengatur agar investasi juga masuk ke sektor UMKM. Menurut dia, investasi yang masuk ke UMKM juga akan membantu UMKM tersebut untuk naik level.

"Saya sudah bicara dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan mereka setuju. Sektor yang sedang tumbuh dalam negeri kan makanan dan minuman, nanti enggak perlu lah ada brand asing ke sini," tutur Teten.

Teten melanjutkan, dengan adanya Omnibus Law ini, Kemekop UMKM ingin mendorong agar UMKM bermitra dengan korporasi besar. Seab, apabila bergerak sendirian, UMKM akan tergerus dengan korporasi besar.

"Untuk mendorong kemitraan ini, upah minimum akan dikecualikan bagi UMKM sehingga membuat UMKM lebih kompetitif dan mendorong usaha besar bermitra dengan UMK," ucap Teten.

Sementara di sektor koperasi, Omnibus Law memungkinkan koperasi bisa masuk ke semua bidang usaha. Dalam Omnibus Law ini juga diatur agar koperasi yang semula harus didirikan 20 orang, bisa didirikan hanya dengan minimal tiga orang saja.

Berita Lainnya
×
tekid