sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rata-rata pendapatan masyarakat RI naik jadi Rp56 juta per tahun

Pendapatan per kapita Indonesia meningkat 1,3% menjadi US$3.927 yang artinya rata-rata masyarakat memiliki income Rp56 juta per tahun 2018.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 08 Feb 2019 04:28 WIB
Rata-rata pendapatan masyarakat RI naik jadi Rp56 juta per tahun

Pendapatan per kapita Indonesia meningkat 1,3% menjadi US$3.927 yang artinya rata-rata masyarakat memiliki income Rp56 juta setahun pada 2018. 

Kenaikan pendapatan per kapita tersebut membawa Indonesia naik peringkat ke kelompok negara dengan pendapatan menengah ke atas (upper middle income). 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan per kapita Indonesia pada 2018 naik jika dibandingkan tahun 2017 yang hanya US$3.876 atau Rp51,9 juta per tahun. 

Saat ini, Bank Dunia membagi negara-negara dalam empat kategori, yakni kelompok negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar US$995 ke bawah.  

Lalu, negara berpendapatan menengah ke bawah pada rentang US$996-US$3.895, negara berpendapatan menengah ke atas US$3.896-US$12.055, dan negara pendapatan tinggi atau maju yakni di atas US$12.056.

Dengan demikian, Indonesia kini menempati sebagai negara dengan pendapatan menengah ke atas. Sebelumnya masih menjadi negara dengan kategori negara dengan pendapatan per kapita menengah ke bawah (lower-middle income). 

Bunga utang

Biasanya, naiknya level pendapatan suatu negara akan turut mengubah kategori pinjaman langsung dari lembaga internasional yang dapat diterimanya. Akses jumlah pinjaman maupun tingkat bunga yang ditawarkan akan ikut terkerek. 

Sponsored

Seperti diketahui, pada awal pemberian pinjaman, Indonesia tergolong negara dengan kelayakan kredit yang rendah. Pinjaman yang diterima dari bank dunia saat itu ialah melalui skema Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) tanpa bunga. 

Hanya negara-negara dengan rerata pendapatan per kapita sejumlah US$1,506 atau lebih rendah yang memenuhi syarat. Bahkan dalam praktiknya, kredit IDA hanya diberikan kepada negara-negara dengan rata-rata pendapatan per kapita sejumlah US$$925 atau di bawahnya. 

Indonesia sejak tahun 1970-an telah masuk dalam kelompok negara yang menerima pinjaman dari Bank Rekonstruksi dan Pengembangan Internasional (IBRD). Menurut pengelompokan Bank Dunia, Indonesia masuk dalam negara Grup B yang memiliki skema bunga pinjaman tertentu. 

Dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS), tingkat bunga atau fixed spread pricing pinjaman IBRD Indonesia dibagi ke dalam enam kategori berdasarkan panjang tenor peminjaman. Tenor paling pendek ialah di bawah delapan tahun, sedangkan paling panjang ialah 20 tahun. 

Skema bunga yang ditetapkan untuk pinjaman IBRD ialah Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR) ditambah level yang bervariasi dalam rentang 0,65% hingga 1,60%. Tingkat bunga berlaku berbeda untuk peminjaman dalam mata uang asing lain, seperti euro, yen, dan poundsterling. 

Setelah menyandang predikat negara dengan upper-middle income, Indonesia sebenarnya masih termasuk dalam negara yang menerima skema pinjaman IBRD. Sebab, Indonesia baru akan naik ke skema peminjaman Bank Dunia yang lebih tinggi saat rata-rata pendapatan per kapitanya sebagai peminjam berhasil melampaui US$5,445. 

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memandang capaian Indonesia menjadi pendapatan menengah ke atas merupakan capaian yang baik. Namun, peringkat ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap beban bunga pinjaman untang kepada Indonesia. 

Pasalnya kata dia, dalam empat tahun terakhir, Indonesia tidak lagi menarik utang langsung ke lembaga internasional secara multilateral dan bilateral. Sebab, saat ini pemerintah lebih dominan untuk melakukan penerbitan surat utang negara (SUN).

"Utang langsung ke multilateral dan bilateral, relatif sangat kecil dan terbatas, dominannya itu penerbitan surat utang," ujarnya. 

Justru sebaliknya, dengan pencapaian yang baru ini, Indonesia diuntungkan untuk mengurangi pembayaran beban bunga utang di dalam negeri. 

Apalagi dengan peningkatan GDP per kapita yang relatif sudah meningkat, mestinya dari sisi kapasitas perekonomian meningkat dan berarti dengan kebijakan pemerintah yang sudah dilakukan sudah berhasil meningkatkan peringkat Indonesia. 

"Mestinya dari kalau kita lihat imbal hasil dari utang kita saat ini masih di kisaran 7,5%-8%, karena dengan pencapaian yang baik tersebut justru malah akan bisa menurunkan imbal hasil SUN kita, sehingga beban utangnya itu juga semakin berkurang," imbuhnya.  

Jebakan kelas menengah

Kendati demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai kenaikan tingkat pendapatan per kapita atau rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia belum menjadi jaminan untuk menjadi negara maju. 

Lebih lanjut ia melihat kenaikan tingkat pendapatan per kapita itu tak serta merta pula menyelamatkan Indonesia dari jebakan kategori negara berpenghasilan menengah (middle income trap). 

"Tapi banyak negara yang pendapatannya naik, tapi dia tidak maju-maju juga. Di Amerika Latin banyak negara seperti itu. Perjuangannya masih perlu waktu untuk menjawab itu," ucap Darmin di kantornya, Rabu (6/2) malam. 

Lain halnya dengan pendapat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong. Dia menilai kenaikan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mungkin bisa memberi dampak pada peningkatan investasi. 

Sebab, hal ini menunjukkan ada peningkatan daya beli. Apalagi, tingkat inflasi di Tanah Air juga cukup terjaga. Pada tahun lalu misalnya, inflasi berada di angka 3,13% dari target 3,5%. 

Berita Lainnya
×
tekid