sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indef: Rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19, salah siapa?

Rendahnya serapan belanja di KL dinilai merupakan masalah klasik yang terjadi hampir setiap tahun.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 02 Jul 2020 17:47 WIB
Indef: Rendahnya serapan anggaran penanganan Covid-19, salah siapa?

Peneliti ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan lambatnya realisasi stimulus ekonomi dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di sejumlah kementerian dan lembaga (KL) harus diurai akar masalahnya.

Dia mempertanyakan rendahnya realisasi belanja KL seperti yang dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, kendalanya terletak pada pejabat dan jajaran di kementerian tersebut yang tidak bisa bekerja dengan baik dan efektif.

"Intinya bukan kesulitan likuiditas, tetapi enggak ada yang bisa bekerja. Tentu ini banyak faktornya," katanya dalam video conference, Kamis (2/7).

Dia mengatakan, rendahnya serapan belanja di KL merupakan masalah klasik yang terjadi hampir setiap tahun. Kemeterian atau lembaga biasanya baru menggenjot belanja di akhir tahun dengan berbagai kegiatan agar pagu anggaran di tahun berikutnya tidak turun.

Sementara di masa pandemi Covid-19, segala kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas dibatasi dan dipangkas dengan program refocusing anggaran.

"KL diminta refocusing atau realokasi anggaran, sementara anggaran K/L itu selalu di aktivitas. Jadi ketika aktivitasnya terganggu, bingung mau bikin program apa sehingga penyerapannya rendah," ujarnya.

Di sisi lain, rendahnya serapan anggaran juga bisa disebabkan lantaran pencairan dana dari Kementerian Keuangan yang bertele-tele.

"Dari sisi kementerian teknis mereka menyampaikan bahwa persoalanya adalah karena pencairannya. Ini kan juga harus clear ke publik, penyerapan anggaran yang rendah ini persoalannya di kementerian teknisnya yang enggak bisa kerja, atau pencarian yang dari Kemenkeu terlambat," ucapnya.

Sponsored

Padahal, sambungnya pemerintah memiliki kas yang disimpan di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp400 triliun. Selain itu, likuiditas perbankan mencukupi untuk menyalurkan program kredit ke dunia usaha, di mana perbankan memiliki dana di BI dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) Rp1.000 triliun.

"Artinya apa? Ada uang pemerintah yang enggak terpakai. Ada uang. Sekarang kenapa kok ini pada enggak jalan? Apakah disebabkan karena enggak bisa kerja?" tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyerapan anggaran untuk bidang kesehatan dalam rangka pemulihan akibat pandemi Covid-19 baru mencapai 4,68% dari total alokasi anggaran sebesar Rp87,55 triliun.

Sementara itu, untuk dana jaring pengaman sosial, realisasi anggaran baru mencapai 34,06% dari total anggaran yang telah disiapkan mencapai Rp203,9 triliun. Untuk Pemerintah Daerah (Pemda) baru terealisasi 4% dari Rp106,11 triliun.

Lalu, untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) baru 22,74% dari Rp123,46 triliun. Adapun untuk insentif dunia usaha realisasinya hanya 10,14% dari total Rp120,61 triliun yang telah disiapkan. "Untuk pembiayaan korporasi belum ada terealisasi (dari Rp53,57 triliun)," ucap Sri Mulyani.

Berita Lainnya
×
tekid