sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rupiah kian tertekan, IHSG justru menguat

Pergerakan rupiah diproyeksi bergerak pada 14.900-14.950 dalam pembukaan perdagangan besok Senin (1/10).

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Minggu, 30 Sep 2018 20:05 WIB
Rupiah kian tertekan, IHSG justru menguat

Pergerakan rupiah diproyeksi bergerak pada 14.900-14.950 dalam pembukaan perdagangan besok Senin (1/10). Sementara, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada dalam level 5.900-6.000.

Analis dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, faktor global dan domestik sama-sama mendominasi pergerakan rupiah pekan depan.

Kenaikan harga minyak mentah hingga US$82 per barel atau melonjak 23,1% (ytd), disebabkan berkurangnya pasokan pasca-boikot minyak Iran yang diserukan Trump. 

"Bagi negara net importir minyak seperti Indonesia, naiknya harga minyak dapat menyebabkan defisit migas yang semakin lebar," ujar Bhima kepada Alinea.id, Minggu (30/9).

Selain itu, permintaan dollar secara alamiah akan terus meningkat. Wacana kenaikan harga BBM pun menjadi momok inflasi hingga akhir 2018. 

Sementara itu, kondisi eksternal diperparah oleh deadlock anggaran belanja pemerintah Italia. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan di daerah Uni Eropa paska krisis utang tahun 2013 lalu. Ditambah ketidakpastian Brexit di bawah pemerintahan Theresa May, sehingga menimbulkan pelemahan Euro terhadap dollar AS sebesar 1,29% seminggu terakhir. 

Pada pekan depan, AS akan mengumumkan data tenaga kerja. Sebelumnya pada Agustus, jumlah lapangan kerja baru yang berhasil tercipta sebanyak 201.000 orang. Diprediksi lapangan kerja pada September kembali mencatatkan kenaikan di atas 180.000 orang. 

"Alhasil pengangguran di AS turun ke 3,8% atau terendah dalam 18 tahun terakhir. Situasi ini menciptakan spekulasi terhadap kenaikan Fed rate yang lebih cepat dari prediksi awal," jelas Bhima.

Sponsored

Dollar Index yang merupakan perbandingan dolar AS terhadap mata uang lainnya mencapai level 95. Kenaikan Dollar Index jadi sinyal tren super dollar berlanjut, dan bakal menghantam mata uang negara berkembang. 

Kemudian pidato pemimpin negara di PBB tentang bahaya perang dagang, khususnya yang disampaikan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, menjadi peringatan tersendiri. Dikhawatirkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global akan memburuk hingga tahun depan. 

Sementara dari dalam negeri, pengumuman terkait pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 oleh BPS yang diprediksi akan berada di kisaran 5,1%, atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya. 

Bank Indonesia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di bawah 5,2%. Kekhawatiran tersebut berdasarkan pada stagnannya konsumsi, menurunnya kinerja investasi dan net ekspor. 

Pelaku pasar juga menunggu pengumuman inflasi September yang diprediksi sebesar 0,12-0,2% (mtm). Inflasi kembali naik akibat mulai terjadinya penyesuaian harga barang akibat kurs rupiah melemah (imported inflation). 

"Puncak inflasi diprediksi terjadi bulan November sampai Desember karena combo hit, yaitu penyesuaian harga BBM, dan faktor seasonal Natal serta Tahun Baru, permintaan biasanya naik," terangnya.

Selain itu, yield SBN sepuluh tahun perlahan menurun ke 8,3%, setelah beberapa minggu sebelumnya mencapai 8,7%. Penurunan yield jadi pertanda tingkat risiko mulai mereda. 

Berbanding terbalik dengan rupiah, IHSG makin diburu investor karena sebagian saham berperforma cukup baik masih undervalue. Daya beli investor asing yang menguat ketika dollar naik memberikan waktu yang pas untuk kembali masuk ke pasar negara berkembang. Return IHSG dalam satu minggu terakhir positif 0,32%. 

Investor asing masih membukukan net buy (pembelian bersih saham) sejumlah Rp1,6 triliun sepanjang pekan lalu.

Sektor saham yang bullish di antaranya sektor migas, pertambangan, farmasi, telekomunikasi, Bank BUMN, dan semen.

Berita Lainnya
×
tekid