sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rupiah tembus Rp15.000, Jokowi disarankan reshuffle menteri

Kondisi rupiah menembus Rp15.000 per dollar Amerika Serikat dinilai menjadi momentum agar Presiden Joko Widodo mereshuffle kabinet.

Sukirno
Sukirno Kamis, 04 Okt 2018 01:28 WIB
Rupiah tembus Rp15.000, Jokowi disarankan reshuffle menteri

Kondisi rupiah menembus Rp15.000 per dollar Amerika Serikat dinilai menjadi momentum agar Presiden Joko Widodo mereshuffle kabinet.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef)  Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tim ekonomi Jokowi-Jusuf Kalla mendesak untuk dirombak. Langkah tersebut dinilai penting demi menyelamatkan ekonomi Indonesia.

"Tim ekonomi harusnya dirombak, karena gagap menghadapi situasi pelemahan ekonomi. Sejak 2015, pertumbuhan ekonomi berkisar 5%," ujarnya. 

Hasil kinerja kabinet ekonomi --terlihat dari performa ekonomi Indonesia-- dinilai tidak mampu bersaing. Bahkan, kalah dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina. Adapun, kabinet ekonomi yang dimaksud adalah Menko Perekonomian Darmin Nasution dan anggotanya seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Di bawah kendali Sri Mulyani, rasio utang Indonesia terus naik. Sementara ketergantungan asing di kepemilikan utang menciptakan capital outflow. Hal itulah yang dituding menjadi cikal bakal ekonomi Indonesia menjadi rentan.

Tidak hanya Menkeu, dari sisi perdagangan pun demikian. "Khususnya, (reshuffle) Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, karena gagal meningkatkan nilai ekspor dan menjaga impor," tegas Bhima.

Menurutnya, Mendag Enggar terlalu gampang membuat lisensi impor. Sementara kebijakan pemerintah seharusnya berdasarkan data yang valid. 

Di sisi lain, Mendag seharusnya bisa melakukan perluasan penetrasi pasar ekspor ke negara alternatif dengan meningkatkan koordinasi antar kementerian untuk menggenjot ekspor. 

Sponsored

Sementara, ekspor pangan juga bermasalah sehingga muncul polemik impor beras. "Impor ini yang berisiko kuras devisa dan melemahkan rupiah," ujar Bhima.

Untuk menyelesaikan masalah ekonomi, lanjutnya, dibutuhkan menteri ekonomi yang bisa fokus menyelesaikan masalah struktural seperti defisit transaksi berjalan. Soal penjelasan rupiah melemah, cukup Bank Indonesia (BI) yang punya otoritas berbicara.

"Jangan terlalu banyak menteri yang bicara soal rupiah karena memperburuk sentimen pasar," tegasnya.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lesu. Sejumlah rapor indikator ekonomi masih merah. 

BI memproyeksikan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke III-2018 di bawah 5,2%. Hal senada juga diproyeksikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang diprediksi hanya pada angka 5,1%. 

Kedua angka tersebut di bawah ekspektasi kuartal sebelumnya. Sementara angka tersebut juga jauh dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah dalam R-APBN 2018 di posisi 5,4%. 

Dari sisi pasar finansial, nilai tukar rupiah menerabas level psikologi baru di level Rp15.000 per dollar AS. Seakan kompak dengan rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup merah hari ini, Rabu (3/10) ke level 5.867,73.

Sementara itu, berdasarkan catatan BPS, neraca perdagangan pada Agustus 2018 mengalami defisit sebesar US$1,02 miliar. 

Adapun, posisi ekspor Indonesia pada Agustus 2018 sebesar US$15,82 miliar, angka tersebut turun 2,90% dari realisasi di Juli 2018 US$16,24 miliar. Apabila dibandingkan dengan Agustus 2017, maka laju ekspor terjadi kenaikan 4,15% yang sebesar US$15,19 miliar.

Nilai impor pada Agustus 2018 tercatat US$16,84 miliar, turun 7,97% dari posisi Juli 2018 sebesar US$18,30 miliar. Namun, bila dibandingkan dengan impor Agustus 2017 tercatat naik 24,65% dari  US$13,51 miliar.

Berita Lainnya
×
tekid