sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Segera reses, DPR belum terima surpres tentang omnibus law

Akhir masa persidangan DPR pada Selasa (17/12), DPR belum menerima satu pun surat presiden (surpres) terkait dengan omnibus law.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 17 Des 2019 11:34 WIB
Segera reses, DPR belum terima surpres tentang omnibus law

Ketua DPR Puan Maharani meragukan pembahasan omnibus law bisa selesai dalam tiga bulan ke depan. Pasalnya, hingga akhir masa persidangan pada Selasa (17/12), DPR belum menerima satu pun surat presiden (surpres) terkait dengan omnibus law.

Itu artinya, penyerahan surpres baru bisa dilakukan pada Januari 2020. Padahal, RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 akan disahkan pada rapat paripurna hari ini.

"Iya belum bisa dipastikan. Saya belum terima surpresnya. Saya sudah menyampaikan hari ini sudah penutupan masa sidang reses DPR," kata Puan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12).

Dalam sejumlah kesempatan, Puan mengatakan DPR tak akan fokus pada kuantitas dalam membuat atau merevisi undang-undang, melainkan pada kualitas.

Sebelumnya pemerintah berencana mengajukan omnibus law kepada DPR guna menyederhanakan regulasi yang dianggap menghambat kerja pemerintah dan menghambat investasi. Setidaknya ada tiga omnibus law yang akan diajukan pemerintah. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Senin (16/12).

"Sebentar lagi, mungkin minggu ini, kami akan mengajukan kepada DPR yang namanya omnibus law. Pertama nanti berkaitan dengan perpajakan. Mungkin awal Januari juga akan ajukan yang berkaitan dengan lapangan kerja. Lalu, berkaitan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah. Kami mau konsentrasi ke sana," kata presiden seperti dilansir setneg.go.id.

Melalui omnibus law, pemerintah dapat merevisi banyak undang-undang secara sekaligus. Berdasarkan laporan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, presiden menyebut setidaknya ada 82 undang-undang yang akan dipangkas lewat omnibus law.

"Ini kalau kami ajukan ke DPR satu-satu, 50 tahun belum tentu selesai. Sehingga kami ajukan langsung kepada DPR. Bu Puan, ini 82 UU, mohon untuk segera diselesaikan. Saya bisik-bisik, Bu kalau bisa jangan sampai lebih dari tiga bulan karena perubahan-perubahan dunia ini cepat banget," kata presiden.

Sponsored

Tidak hanya deregulasi di tingkat pusat, presiden juga mendorong deregulasi dilakukan di tingkat daerah melalui revisi dan penyederhanaan peraturan daerah (perda). Menurutnya, perda-perda yang dirasa menghambat dan membebani kerja pemimpin daerah, sebaiknya diajukan untuk dipangkas secara sekaligus.

Presiden menyebutkan jumlah regulasi di Indonesia mencapai 42.000. Hal ini yang membuat gerak pemerintah menjadi terhambat ketika akan melakukan suatu keputusan.

"Kami akan memutuskan apa jika diatur oleh 42.000 regulasi. Bayangkan. Mau ke sana, pak ada peraturan ini enggak boleh. Mau ke sini, pak ada peraturan ini enggak boleh. Mau apa kita? Diam saja. Enggak mau saya. Ditinggal benar kita oleh negara-negara lain," kata presiden.

Untuk merespons perubahan dunia dengan cepat, selain menyederhanakan regulasi, pemerintah juga hendak menyederhanakan birokrasi menjadi lebih ramping dan fleksibel. Salah satu caranya, yaitu dengan pemangkasan eselon III dan IV dan diganti dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

"Nanti dengan big data yang kita miliki, dengan jaringan yang kita miliki, memutuskan jadi cepat sekali kalau pakai AI. Tidak bertele-tele, tidak muter-muter. Ini bukan barang yang sulit, barang yang mudah dan memudahkan untuk memutuskan sebagai pimpinan di daerah maupun di nasional. Tetapi juga perlu saya sampaikan, ini tidak akan mengurangi income dan pendapatan dari yang terkena pemangkasan. Jangan ada yang khawatir mengenai ini," kata presiden.

Berita Lainnya
×
tekid