sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Skema power wheeling menambah beban negara

Skema power wheeling diusulkan Kementerian ESDM dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Selasa, 25 Okt 2022 16:38 WIB
Skema <i>power wheeling</i> menambah beban negara

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini belum rampung menyusun daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (DIM RUU EBET). Salah satunya penyebabnya skema pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling) dipersoalkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai, skema power wheeling bakal membebani negara. Pangkalnya, ada potensi kelebihan pasokan listrik atas realisasi proyek pembangi 35.000 megawatt (MW) hingga 7,4 gigawatt (GW) pada akhir 2022.

"Di sisi lain, biaya yang ditanggung atas kelebihan pasokan listrik mencapai Rp3 triliun per gigawatt sehingga total beban negara mencapai Rp22 triliun," ucapnya dalam keterangannya, Selasa (25/10).

Kemenkeu menginterupsi usulan Kementerian ESDM tentang skema power wheeling dalam RUU EBET lantaran dianggap merugikan PLN. Namun, Kementerian ESDM bakal berupaya agar keinginannya disetujui.

Kementerian ESDM mengakui, ada kelebihan pasokan listrik, tetapi berasal dari pembangkit yang sudah ada (existing), yang cenderung menggunakan fosil. Sementara itu, skema power wheeling dalam RUU EBET hanya untuk sumber energi terbarukan.

Agus mengakui, skema power wheeling menggunakan energi baru terbarukan (EBT) mendorong setrum bersih. Namun, bakal menambah beban PLN selaku pemilik jaringan.

Melalui skema power wheeling, transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan PLN diklaim bakal makin mudah.

Menurut Agus, pemerintah sebaiknya mencari jalan keluar terbaik dalam mengatasi kelebihan pasokan listrik. Dirinya juga menyarankan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sebagi acuan penggunaan EBT.

Sponsored

"Kalau menggunakan skema power wheeling jelas menambah beban negara. Ditambah lagi, di situ juga ada isu liberalisasi," katanya. Dalam RUPTL 2021-2030, porsi pembangkit listrik berbasis EBT mencapai 51,6%, sedangkan berbahan baku fosil 48,4%.

Agus mengingatkan, skema power wheeling di negara lain tidak bisa langsung diadopsi Indonesia. "Yang menanggung [beban] itu siapa? Kan, negara juga."

Berita Lainnya
×
tekid