SMRC: 53% publik optimistis ekonomi 2021 membaik
Politikus Demokrat meminta pemerintah konsekuensi yang terjadi apabila harapan masyarakat itu tidak terealisasi.

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) mencatat, sebagian besar masyarakat optimistis perekonomian ekonomi Indonesia 2021 akan lebih baik daripada tahun ini. Hal itu tergambar dari hasil survei nasional yang dilakukan sejak April 2020.
"Warga yang menilai ekonomi tahun depan lebih baik atau jauh lebih baik sekitar 53%. Sementara yang menilai akan lebih buruk atau jauh lebih buruk sebanyak 15%," tutur Direktur Eksekutif SMRC, Sirojuddin Abbas, dalam rilis survei "Sentimen Publik Nasional terhadap Kondisi Ekonomi-Politik 2020 dan 2021," secara virtual, Selasa (29/12).
Dia berkata, optimisme ini sejalan dengan tingkat defisit ekonomi mulai menurun pada kuartal III 2020. Survei tersebut dilakukan dengan metode telepon per April dan terakhir kali diperbarui pada 23-26 Desember.
Responden yang berpartisipasi sebanyak 1.202 sampel. Adapun rerata simpangan (margin of error) sekitar 2,9% dengan tingkat kepercayaan (level of confidence) 95%.
Sementara itu, ekonom INDEF, Aviliani, menilai, posisi pemerintah untuk mendongkrak nilai ekonomi terbilang mudah dengan adanya bekal optimisme publik.
"Kenapa? ketika ekonomi hadapi resesi, kalau masyarakat itu enggak percaya terhadap pemerintah, maka akan terjadi gejolak sosial ekonomi. Biasanya itu terjadi. Nah, itu tidak terjadi," tuturnya.
Menanggapi itu, Politikus Partai Demokrat, Benny K. Harman memandang, terdapat konsekuensi besar yang dihadapi pemerintah apabila optimisme masyarakat tidak tercapai. Karena itu, pemerintah diminta bekerja keras untuk merealisasikan harapan tersebut.
"Kalau pemerintah gagal memenuhi harapan yang 53% tadi, dengan berbagai program kerjanya, termasuk dengan UU Ciptakernya seperti apa, maka nanti kelompok ini akan menjadi kelompok yang mudah marah," tegas Benny.
Di samping rasa tidak puas terhadap kknerja, Benny merasa kemarahan publik dapat dilatari kesulitan menanggung beban hidup akibat ekonomi merosot.
Kendati ada kemarahan, Benny memandang, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu bijak dalam menghadapi kelompok tersebut. Baginya, penanganan kelompok itu tidak perlu direspons dengan represif.
"Saran saya, janganlah tindakan represif digunakan untuk atasi kelompok ini karena kalau tindakan represif akan terjadi perkelahian. Masalahnya enggak teratasi, ya," tandasnya.

Serba salah vaksin Nusantara
Senin, 01 Mar 2021 06:17 WIB
Polisi virtual, perlukah polisi mengurusi medsos?
Sabtu, 27 Feb 2021 12:49 WIB